Ajeng menatap nanar layar ponselnya, membaca deretan percakapannya dengan Firman. Sudah tiga hari berlalu semenjak lelaki itu mengingkari janjinya untuk datang, selama itu pula dia tak mendapatkan kabar dari lelakinya. Entah kemana perginya Firman atau sesibuk apa ayah dari calon anaknya hingga tak sempat memberi kabar untuknya.
Helaan nafas berhembus berat dari bibirnya yang nampak pucat, kehilangan kabar dari Firman membuat nafsu makannya menurun drastis. Ingin rasanya dia menelpon atau bahkan mendatangi lelaki itu di kantor dan rumahnya, namun dia tahu hal itu akan membuat Aisyah curiga. Bukan maksudnya ingin terus bersembunyi, namun karena dia tak ingin kehilangan Firman lagi, sebab dia tahu Firman akan tetap memilih anak dan istri sahnya bila perselingkuhan ini terbongkar.
Firman mungkin mencintainya, namun bagi lelaki itu Aisyah adalah rumahnya. Ajeng tak ingin mengambil risiko kembali ditinggalkan, biarlah untuk saat ini dia mengalah terlebih dahulu sebelum nanti berdiri sebagai Nyonya Firman.
"Aku kangen kamu, Bie. Kamu dimana? kamu enggak kangen aku dan anak kita?" tanya Ajeng yang tak mendapat jawaban, dia lalu membaringkan tubuhnya di sofa dan meletakkan ponselnya di atas meja. Kedua tangannya bergerak mengelus perutnya, membelai lembut seolah dia tengah berbicara pada buah hatinya.
"Kamu kangen Pipi yah, Nak? Mimi juga sama, sabar yah Sayang..." Ajeng bergumam lirih, kedua netranya menatap langit-langit ruangan, tiba-tiba sepintas kenangan kebersamaannya dengan Firman di masa lalu kembali memutar di kepalanya membuat senyum terbit dikedua sudut bibirnya.
Masa itu sangat indah. Akh, andai aku tidak bertindak egois, pasti saat ini aku menjadi satu-satunya wanita di hati kamu, Bie. Ajeng membatin penuh penyesalan.
Suara getaran ponsel membuyarkan lamunan Ajeng, permepuan itu mengambil ponselnya, saat melihat sebuah nama yang tertera di layar senyumnya semakin lebar, kedua matanya berbinar indah. Dengan kecepatan kilat dia menggeser tombol hijau di ponselnya.
"Bie... Kamu kemana aja? kamu jahat, kamu biarin aku nunggu sendiri," Rajuk Ajeng dengan suara manjanya, bahkan bulir bening langsung menetes dari kedua netranya. Antara marah dan rindu, dia tak tahu mana yang lebih menguasai hatinya saat ini.
"Maaf, Bie... Aku sekarang lagi di Bogor, aku enggak sempat megang hp karena Aisyah meminta aku untuk mematikan hp. Sekarang aja aku curi-curi waktu supaya bisa hubungin kamu, makanya aku telepon kamu di jam segini."
Ajeng menolehkan wajahnya pada jam dinding, suara Firman yang terdengar berbisik cukup membuatnya mengerti kalau lelaki itu benar-benar tak punya kesempatan untuk mengabarinya.
"Aku kangen," lirih Ajeng, perempuan itu menggigit bibir bawahnya menahan isakan yang nyaris pecah.
"Sabar yah, Bie. Besok aku pulang, aku janji akan nemuin kamu. Aku juga kangen banget sama kamu, tolong jangan nangis, Bie... Aku enggak tenang kalau kamu seperti ini."
Ajeng menyeka sudut matanya, kepalanya mengangguk pelan walau ia tahu Firman tak mungkin bisa melihatnya. "Iya, aku enggak nangis!" tegas Ajeng dengan suaranya yang terdengar parau. Diseberang sana, dapat dia dengar kalau Firman menghela nafas kasar.
"Tunggu aku yah, sepulang dari sini aku akan berusaha buat atur waktu untuk nemuin kamu. Kamu jaga diri yah, jaga anak kita juga. Aku enggak mau kalian kenapa-kenapa."
"Iya, aku akan selalu nunggu kamu. Janji yah kamu temuin aku," pinta Ajeng seraya menggigit kukunya. Firman terdiam membuat Ajeng menunggu dengan perasaan khawatir.
"Bie..." Ajeng kembali memanggil dengan suara lirih, hatinya sesak saat Firman kembali diam tak menyahut ucapannya.
"Iya, Sayang aku janji."
KAMU SEDANG MEMBACA
Selaksa Luka Aisyah
RomanceAisyah tak pernah menyangka, diusia pernikahannya yang baru menginjak satu tahun harus mendapatkan suaminya selingkuh. Bukan dengan orang baru, tetapi dengan sang mantan tunangan yang telah mencampakkan suaminya. Aisyah tak mengerti, mengapa bisa se...