CHAPT 04

19 4 0
                                    


🌻hai hai hai
terimakasih buat para readers yang always nungguin ami up

🌻jadi ami mau kasih tau kalo part ini mungkin terakhir aku up.

🌻kalo semisal aku ada mood,
aku bakalan up double chapter malem ini.

🌻intinya ami mau libur dulu sampai bulan desember besok.

🌻karna aku mau fokus ke ujian dulu.

🌻jadi mohon maaf sebesar-besarnya kalau kalian nunggu lama yaa.

and...

_HAPPY READING_

•••

di dalam ruangan bernuansa putih tersebut terdapat dua remaja lelaki yang sedang membahas perihal kondisi naren dengan salah seorang dokter perempuan berambut coklat sebahu.

keheningan melanda mereka bertiga sebelum sang dokter berdehem dan menghela nafas panjang untuk menetralkan suara dan degup jantungnya.

"khem... huft...,"

"kami ingin menyampaikan bahwa, pasien bernama Narenzo Arshaka harus melakukan operasi pada kaki bagian kanannya,"

"jadi, kami ingin meminta persetujuan dari pihak keluarga pasien untuk melakukan operasi tersebut,"

"dan... adakah pihak keluarga pasien yang dapat dimintai persetujuan?" tanya dokter perempuan tersebut dengan formal.

gafa dan desta hanya dapat terdiam. karena saat ini keluarga naren tak ada satupun yang ada di Indonesia. sepaling-paling mungkin hanya om dan tante naren yang tinggal di kota Semarang.

sialnya, mereka belum mengabari om dan tante naren perihal kondisi ponakannya yang terbaring lemah di atas brankar.

orang tua naren sudah menetap di negara luar untuk menyekolahkan adiknya yang mendapatkan beasiswa di Australia.

naren sengaja tak ikut dengan kedua orangtuanya, karena jika ia ikut, dipastikan ia harus memulai lembaran baru di lingkungannya disana.

maka dari itu, ia sangat malas lagi untuk beradaptasi lagi dengan lingkungan barunya luar.

"jika belum ada, kita kami akan menunggu sampai adanya persetujuan dari salah satu anggota keluarganya," ucap dokter tersebut sambil membereskan beberapa berkas kesehatan yang berserakan di mejanya.

gafa dan desta semakin dibuat kelimpungan karena perkataan dokter rista--dokter perempuan yang barusan membahas kesehatan naren.

"tapi saya sarankan untuk segera mendapatkan persetujuan. karena jika terlalu lama akan memungkinkan terjadinya kesalahan fatal yang akan diderita pasien,"

brakk

pintu di buka kasar oleh seseorang dari luar, yang membuat dokter Rista dan kedua remaja lelaki tersebut sedikit tergejolak.

pelaku itu pun masuk ke dalam ruangan dengan sedikit senyum yang dipaksakan.

"sa-saya dari pihak keluarga, setuju. dan lakukan operasi itu secepatnya... mohon maaf atas kelancangan saya mendobrak pintu barusan," ucap brian kik-kuk karena menggunakan logat bicara yang formal.

dokter Rista sedikit tersenyum.
"kami akan segera melakukan tindakan operasinya, namun sebelum itu dipastikan bapak harus sudah mengurus biaya administrasinya," ucap dokter Rista sambil memakai kacamata bulatnya.

"jir, masih muda gini di panggil bapak-bapak!" monolog brian dalam hati.

Desta menahan tawa melihat mimik wajah brian yang memerah karena dipanggil bapak-bapak.

"kaki temen saya ngga di potong jadi buntung kan dok?" tanya gafa dengan wajah polosnya.

"punya temen gini amat," batin Desta sambil menginjak pelan kaki gafa yang berbalut sepatu.

"jangan di'injek kaki gue," ucap gafa yang mampu membuat Desta menahan malu.

brian yang melihatnya pun hanya diam dengan telinga yang memerah menahan malu seperti Desta saat ini.

dokter Rista yang melihatnya pun terkekeh pelan.
"nggak... luka di kaki naren ngga parah, jadi nggak perlu di amputasi," ucap dokter Rista dengan slow.

"kenapa ngga daritadi ngomongnya biasa kaya gini dok. saya paling gak bisa kalo ngomong pake logat formal," ucap Desta sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

brian yang bosan dengan percakapan antara dokter dan kedua temannya itu-pun segera pergi keluar untuk menunggunya diluar bersama marshel.




_HAPPY END_

•••

END OF STORY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang