𝐏𝐚𝐫𝐭 9. 𝗗𝗶𝗻𝗴𝗶𝗻 𝗱𝗮𝗻 𝗛𝗮𝗻𝗴𝗮𝘁

390 32 7
                                    

𝗛𝗔𝗥𝗔𝗣 𝗧𝗜𝗡𝗚𝗚𝗔𝗟𝗞𝗔𝗡 𝗝𝗘𝗝𝗔𝗞 𝗬𝗘𝗘
𝗝𝗔𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗦𝗘𝗣𝗘𝗥𝗧𝗜 𝗛𝗔𝗡𝗧𝗨 :(

𝗝𝗔𝗡𝗚𝗔𝗡 𝗟𝗨𝗣𝗔 𝗦𝗛𝗔𝗥𝗘 𝗖𝗘𝗥𝗜𝗧𝗔 𝗜𝗡𝗜 𝗞𝗘 𝗧𝗘𝗠𝗔𝗡-𝗧𝗘𝗠𝗔𝗡 𝗞𝗔𝗟𝗜𝗔𝗡

𝗞𝗔𝗟𝗔𝗨 𝗠𝗔𝗨 𝗕𝗔𝗖𝗔 𝗟𝗔𝗡𝗚𝗦𝗨𝗡𝗚, 𝗕𝗢𝗠 𝗩𝗢𝗧𝗘 𝗗𝗨𝗟𝗨 𝗗𝗔𝗥𝗜 𝗣𝗔𝗥𝗧 1 𝗦𝗔𝗠𝗣𝗔𝗜 𝗧𝗘𝗥𝗔𝗞𝗛𝗜𝗥!

𑁍𑁍𑁍


Tatapan hangatnya sulit untuk beralih dari wajah manis di depannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tatapan hangatnya sulit untuk beralih dari wajah manis di depannya. Kalimat yang begitu berharga rupanya telah membawa cinta Anev masuk ke lubuk hati yang semakin dalam. Ia terus memperhatikan Habiba yang masih belum usai dengan makan malam.

Wanita yang sejak tadi paham bahwa dirinya tak henti menjadi pusat perhatian sang suami pun mencoba menutupi salah tingkahnya. “Jangan melihatiku seperti itu. Aku tidak nyaman,” kesahnya.

Anev sudah selesai makan malam beberapa saat yang lalu. Diamnya kini hanya ingin merekam sosok wanita yang didambakan olehnya semenjak tersadar bahwa ia telah berkubang begitu banyak dengan dosa-dosa di masa lalunya. 

Habiba adalah bidadari nyata yang Tuhan kabulkan untuk menyertai akhir peluang yang ia persembahkan dalam hidupnya. Berharap peluang ini akan menjadi yang terindah.

Sorot mata Anev berubah menjadi teduh. Seperti ada awan mendung yang melekat dalam-dalam pada manik hazel itu. “Bagaimana bisa aku menyukaimu dalam pertemuan yang begitu singkat?” lontarnya pelan.

Kedua mata Habiba menembak tatapan teduh di depannya. Seharusnya ini bukan hal yang mengejutkannya lagi. “Apa kamu yakin kalau itu perasaan menyukai?”

“Apa kamu mau ikut merasakannya?” Tak perlu menunggu jawaban, Anev berdiri lalu membungkuk di depan Habiba seraya menempelkan telapak tangan wanita itu di dadanya. Ia arahkan untuk turut merasakan debaran jantungnya.

Wajah Anev begitu dekat dengan wajah Habiba. Tatapan matanya semakin dalam. “Apa kamu merasakannya sekarang?”

Habiba mengerjapkan mata. Anev begitu mudahnya berhasil menumbuhkan bulir-bulir cinta di ladang hatinya yang belum pernah dipijak oleh siapapun. 

Keambisiannya dalam meraih impian membuat perasaan Habiba tertutup. Sosok Anev yang baru dikenal justru sukses mendobraknya.

Jemari tangan Habiba yang menempel di dada Anev segera ditarik. Debaran cepat di balik dinding kokoh itu mengganggu pertahanan yang ia jaga. Kini debaran itu menular padanya.

“Kenapa? Seberapa kuat kamu ikut merasakannya?” tanya Anev.

“Jangan geer! Jangan lupakan kalau AKU MASIH MEMBENCIMU.” Habiba beranjak dari tempat duduk. Namun, Anev menahannya.

AGZANEV (Membersamai Hijrahnya)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang