Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Anda meledek saya?" tanya Habiba dengan wajah kesal.
"Ahaha, tidak juga. Aku hanya sedang bahagia karena ada kehidupan baru di sini. Usiaku 25 tahun."
Habiba menggigit pipinya bagian dalam. Merasa senang saat pria di depannya mengatakan kalimat bahagia karena ada kehidupan baru di sini. Bukankah itu karena keberadaannya? Rasa senang itu Habiba tahan supaya tidak ketahuan oleh Anev.
"Kamu sendiri ... terlihat masih sangat muda. Berapa usiamu?"
"Umur saya dua puluh tahun." Kali ini Habiba menjawab dengan suka rela. Ia harus menanyakan lagi perihal suaminya. "Boleh saya bertanya lagi?"
Tentu saja Anev bersenang hati mendengar Habiba yang sepertinya perlahan membuka diri untuk tahu lebih banyak tentang dirinya. Ia mengangguk pelan lalu berkata, "apapun yang ingin kamu ketahui tentangku, tanyakan saja. Asalkan kamu mengganti bahasamu itu. Aku bukan orang asing lagi."
Habiba mengangguk sebagai tanda setuju, lalu berdeham kecil. "Apa yang terjadi denganmu malam itu? Kenapa kamu bisa sampai di rumah orang tuaku dan masuk ke kamarku?"
Anev mengambil napas panjang sembari mendongak dan menatap langit-langit kamar sejenak. Butuh persiapan mental untuk menjawab pertanyaan yang satu ini. Ia yakin kalau istrinya akan menghindar ketika tahu bahwa dirinya pernah masuk ke dalam pekerjaan kelam.
