19

846 6 0
                                    

Malam itu om Fadly heran mendapati istrinya tidak seperti biasanya, hanya berbaring di kasur dan diam.

"Kamu kenapa?," tanya om Fadly.

Ditanya suaminya seperti itu, tante Silla pun tidak bisa membendung air matanya lagi.

"Lho, lho, kamu kenapa?," tanya om Fadly kaget, namun tante Silla masih saja menangis. Om Fadly pun terpaksa memeluk tante Silla untuk menenangkannya.

"Sayang, kalau ini persoalan Nathan dan gurunya, jangan khawatir. Aku sudah memberitahu polisi agar kasusnya tidak perlu diperpanjang sampai pengadilan. Juga media-media sudah kuperintahkan untuk tidak menaikkan berita ini lagi," ucap om Fadly.

"Adelia hamil, pa!," balas tante Silla sambil terisak. "Ia hamil anak Nathan!," lanjutnya.

Butuh beberapa saat om Fadly mencerna kalimat itu sebelum berdiri kaget, "apaa?!"

Om Fadly sangat marah hingga memukul meja di kamarnya. "Benar-benar anak bodoh!"

"Brengsek!," teriak om Fadly hendak keluar kamar.

"Eh, eh, papa mau kemana?," tanya tante Silla menahan suaminya.

"Ke kamar anak itu, dia pantas dipukul!"

"Jangan, pa. Jangan! Nathan belum tahu dan jangan sampai dia tahu soal ini!."

Om Fadly menatap tajam pada istrinya dan bertanya-tanya.

Tante Silla menjelaskan, "kalau Nathan sampai tahu, maka semakin sulit memisahkan mereka berdua. Tadi aku sudah bicara dengan Adelia. Ia setuju untuk merahasiakan ini pada Nathan."

"Tapi Nathan berhak tahu, ma. Itu anaknya!," ucap om Fadly.

"Lalu bagaimana kalau dia tahu? Berarti kita harus menikahkan mereka dan Nathan harus mengorbankan masa depannya begitu?," tegas tante Silla.

Pertanyaan tante Silla membuat om Fadly diam seribu bahasa, karena benar. Nathan akan susah berkembang jika harus mengurus istri dan anaknya di usia dini, tapi biar bagaimanapun Nathan harus bertanggung jawab.

"Jadi bagaimana, ma?"

"Aku sudah memikirkan masak-masak. Jika kau setuju, besok kita bicara pada Adelia," jawab tante Silla. Om Fadly pun menyimak rencana istrinya.

°°°

Keesokan harinya.

Adelia, tante Silla dan om Fadly berada di ruang kerja. Mereka baru saja dari dokter kandungan dan memeriksa kehamilan Adelia, yang ternyata sudah jalan selama 6 minggu dan jantung janin sudah berdetak.

Tante Silla sempat meminta dokter untuk mengambil opsi menggugurkan kandungan, namun Adelia menentangnya.

Sempat terjadi perdebatan di ruang dokter, sebelum dokter dan om Fadly melerai istrinya dan Adelia.

"Jadi sekarang apa rencanamu, Adelia?," tanya om Fadly.

"Belum tahu, om. Aku perlu merundingkan ini dulu dengan Nathan."

"Sudah kukatakan jangan memberitahu Nathan, lancang juga kamu!," ucap tante Silla.

"Tapi dia perlu tahu, tante. Dia ayahnya. Aku yakin dia pasti senang."

Tante Silla hendak bicara lagi, namun om Fadly memotongnya, "Adelia, terus terang saja. Om dan tante tidak merestui kalian, kami tidak menyukai latar belakangmu yang tidak jelas. Kami tidak ingin orang sepertimu masuk keluarga kami."

Adelia hanya terdiam, walau hatinya sakit atas kalimat om Fadly.

"Sekarang aku akan memberimu pilihan, jika kamu bersikeras memberitahu Nathan dan kalian memilih menikah secara resmi, maka aku tidak akan menganggap Nathan sebagai anakku lagi. Dia boleh tidur di jalanan, tidak sekolah, tidak kuliah, tidak makan. Aku tidak akan peduli!"

Tante Silla terkejut mendengarnya, tidak menyangka suaminya setega itu pada anak kandung sendiri.

"Tapi jika kau melepas Nathan dan tidak berhubungan dengannya lagi, maka aku akan membiayai seluruh biaya lahiran, cek up bulananmu, hingga anak ini melahirkan dan kami adopsi. Lalu kau akan kuberi sejumlah uang yang cukup untuk memulai hidup baru di tempat lain. Bagaimana?," tanya om Fadly.

Adelia merasa ingin menangis. Pilihan pertama ia harus mengorbankan Nathan, pilihan kedua ia harus mengorbankan anak mereka. 'Sungguh tidak adil!'

"Tidak usah menangis, ini salahmu sendiri. Makanya jadi perempuan jangan murahan!," ujar tante Silla tanpa belas kasihan.

Adelia berusaha meredakan tangisnya dan berucap pelan, "baik, aku akan meninggalkan Nathan, tapi ada syaratnya."

Om Fadly dan tante Silla saling berpandangan, kemudian memandang Adelia, "apa syaratnya?"

"Biarkan aku bertemu Nathan sebelum aku pergi."

Om Fadly dan tante Silla memandangnya penuh curiga.

Adelia menjawab sebelum ditanya, "tenang, aku tidak akan memberitahunya tentang kehamilanku, aku hanya ingin berpamitan sebelum pergi, tidak apa-apa kan?"

"Bagaimana kau bisa dipercaya?," tanya tante Silla.

"Jika aku memberitahu Nathan, kalian tinggal melaksanakan rencana pertama. Kalian sudah memperhitungkan semuanya bukan?," balas Adelia menantang.

"Kau...," geram tante Silla, namun om Fadly memotongnya.

"Baiklah, kami percaya padamu, Adelia. Tapi setelah itu, kau harus segera pergi dan sama sekali jangan menghubungi Nathan."

Adelia mengangguk dan pamit undur diri ke kamarnya.

Sepeninggal Adelia. Tante Silla dan om Fadly berdebat.

"Kenapa kamu menyetujuinya menemui Nathan, bagaimana kalau dia berbohong? Kenapa kamu membuat pilihan pertama?," tanya tante Silla tidak senang.

"Tenang, ma. Dia tidak akan memberitahu Nathan. Aku sengaja memanipulasinya agar memilih pilihan kedua. Ia terlihat mencintai Nathan, ia tidak akan tega dengan pilihan pertama."

"Tapi..."

"Kita lihat saja malam ini, ma. Baru kita bicara lagi."

Tante Silla menghela nafas dan hanya bisa mengikuti rencana suaminya.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AdeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang