53

458 3 0
                                    

Hari-hari berikutnya, Adelia sering diajak jalan-jalan oleh Nathan. Kadang bersama dengan anak-anak, kadang berdua saja. Ketika bertemu, baik Nathan maupun Adelia tidak ada yang membahas soal ciuman itu lagi.

Seperti hari ini, Adelia dan Nathan makan bersama di restoran. Adelia merasa Nathan memperhatikannya makan. Adelia hanya berusaha tersenyum dan tidak berani bertanya karena ia tidak mau Nathan merasa tidak nyaman.

"You want more?," tanya Nathan

"What?"

"The egg benedict."

'Waduh, kelihatan sekali ya kalau aku lapar,' pikir Adelia. Ia melihat ke arah piringnya sendiri, egg benedictnya benar-benar tanpa sisa, bahkan sausnya pun ia habiskan. Adelia jadi malu. 'Semoga Nathan tak menganggapku rakus,' pikirnya dalam hati.

"You seems really like it," ucap Nathan sambil tersenyum. Entah kenapa, Adelia merasa berdebar melihat senyum Nathan dikombinasikan dengan suara baritonnya. Pria di hadapannya ini benar-benar definisi tampan dan seksi yang sempurna.

"It tastes so good!," ucap Adelia. Ia pun memuji pemilihan restoran Nathan. Terlihat Adelia sangat puas, yang membuat Nathan ikut senang. "Glad you love it."

Seperti biasa setelah jalan-jalan, Nathan mengantar Adelia kembali ke apartemen. Perlakuan Nathan yang baik entah kenapa membuat Adelia senang sekaligus galau. Adelia merasa ini salah dan tidak benar, tapi jujur ia juga menginginkan ini. Rasa nyaman yang diberikan Nathan benar-benar membuatnya tidak bisa menolak dan membuatnya jadi bergantung pada pria itu. Ia jadi merasa bagai bersama Arka dulu.

'Sepertinya mulai besok aku harus mulai tegas menolaknya', batin Adelia.

°°°

Keesokan harinya.

Nathan menjemput Adelia di apartemen. Mereka akan mengantar anak-anak ke sekolah bersama. Setelah itu mereka akan pergi bersama melihat-lihat rumah baru.

Kini Nathan, Adelia dan anak-anak jalan bersama. Semua orang memandang kagum sekaligus iri. Ayah yang tampan, ibu dan anak-anak yang cantik.

"Sepertinya sepatumu sudah mulai kekecilan, sayang," ucap Adelia pada Carolla.

"Iya, ma."

"Nanti mama belikan yang baru ya," ucap Adelia sebelum mereka berpamitan.

"Oke, ma!," balas Carolla girang. "Bye, mama. Bye, om!," teriaknya.

Sepeninggal Carolla, Adelia dan Nathan segera pergi bersama ke tempat tujuan. Di perjalanan, Adelia tiba-tiba menerima kartu kredit Nathan.

"What's this?," tanya Adelia bingung.

"My credit card. Pakailah untuk membeli sepatu baru Carolla."

"What? No need. I still have money."

"Just use it, Adelia. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk menanggung segala kebutuhan Carolla untuk sekolah maupun kehidupan sehari-harinya."

Adelia langsung ingin bertanya 'why? You are not his father.' Adelia berterima kasih karena Nathan merawat dan mengurus kedua anaknya ketika ia sakit. Namun Rasanya ini sudah berlebihan. Bahkan Nathan menolak ketika Adelia ingin mengganti biaya hidup Carolla selama ini. Nathan bersikeras dan agak tersinggung, hingga Adelia tidak pernah mengungkit-ungkit lagi.

Sisa hari itu berjalan cukup lancar, Adelia sudah menemukan rumah yang cocok. Tinggal mengurus surat-surat dan proses jual belinya. Ia juga merasa tidak enak menumpang terus di apartemen Nathan, bahkan tagihan listrik, air dan internetnya ikut dibiayai oleh Nathan.

'Aku benar-benar harus bicara serius dengannya nanti,' pikir Adelia.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AdeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang