49

420 4 0
                                    

Di rumah om Fadly dan tante Silla.

"Apa, dia mau membawa anak-anak?," tanya tante Silla merasa kaget dan sedih.

"Iya, ma. Biarkan dia membawa Natalia dan Carolla. Itu hak dia," ucap Nathan memberi ibunya pengertian. Di mata hukum, nama Adelia lah yang tertera sebagai orang tua.

"Apa kamu tidak bisa mengusahakannya, Nathan?," tanya om Fadly. Nathan menoleh pada ayahnya dan bertanya.

Om Fadly menghela nafas, "maaf kalau papa ikut campur, tapi apa kamu tidak ingin berjuang untuk Adelia? Jika kamu menikahinya, maka otomatis kalian akan menjadi keluarga dan statusmu di mata hukum juga bisa berubah."

Sebenarnya tanpa perlu menikah pun bisa saja Nathan tes DNA dan mengakui bahwa dia adalah ayah kandung Natalia, maka ia berhak atas hak asuh. Namun, bagaimana dengan Carolla? Ia tidak tega meninggalkan anak itu juga. Natalia dan Carolla sudah sepaket dan sudah ia sayangi bagai anak sendiri.

Menikahi Adelia? Tapi apa Adelia mencintainya? Nathan sendiri tidak yakin. Melihat sikap Adelia hari ini sepertinya jawabannya tidak.

°°°

Hari ini sudah bulan ke 3.

Nathan seharian mengantar Adelia mencari rumah baru. Hari sudah malam dan masih belum dapat yang cocok.

"Ternyata susah ya mencari tempat tinggal yang cocok untukku dan anak-anak," ucap Adelia. Ada yang terlalu jauh dari sekolah anak, ada yang terlalu penuh lingkungannya, ada yang harganya terlalu tinggi, ada yang berantakan parah.

"Mungkin yang terakhir boleh juga deh," ucap Nathan. Dia berusaha sabar menemani Adelia. Bahkan jika harganya terlalu tinggi, Nathan bersedia membantu. Namun Adelia menolak. Membuat Nathan menarik-narik otot rahangnya karena Adelia keras kepala.

"Jika kamu bersikeras gitu, kita tidak akan dapat-dapat."

"Jangan pesimis begitu kenapa sih, tuan pengacara," balas Adelia. Nathan menghela nafas. Kemudian ponselnya berdering.

"Halo?"
"Ya, pak."
"Oh, benarkah?"
"Apa?"
"Dimana?"

Nathan menoleh ke arah Adelia dengan heran. Tak lama Nathan menutup telefonnya.

"Kenapa?", tanya Adelia.

"Kamu berminat pada sebuah rumah... di daerah... Bandung?"

"Oh... itu... iya, soalnya rumahnya cukup bagus. Harganya cukup terjangkau, tanahnya luas..."

"Tapi itu di Bandung, Adelia," ucap Nathan berusaha bersabar.

"Dekat tol tepatnya. Jadi kupikir tidak masalah, pagi aku dan anak-anak ke Jakarta, malam kami kembali, daripada..."

"Are you crazy?," ucap Nathan. "Fokuslah, Adelia. Please."

Adelia hanya cemberut mendengar Nathan keberatan pada idenya, tapi ia langsung diam setelah melihat wajah Nathan yang bete berat.

Adelia hanya cemberut mendengar Nathan keberatan pada idenya, tapi ia langsung diam setelah melihat wajah Nathan yang bete berat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
AdeliaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang