Hal pertama yang dirasakan Rhea begitu membuka mata adalah pening luar biasa. Rasanya seperti ketika dia begadang terlalu sering dan tekanan darahnya turun. Tapi kali ini di tengah-tengah rasa sesak yang dia rasakan, dia cukup yakin bahwa keadaannya ini tidak disebabkan oleh anemia.
Rhea ingat terakhir kali dia sedang duduk di mobil Banyu, menyesap es teh yang dibelikan pria itu. Saat mobil mulai melaju, Rhea mengeluh kepalanya pening dan rasa kantuk menyerang tiba-tiba. Hanya saja, Banyu terlihat tetap tenang mengemudikan mobilnya. Cenderung tidak peduli malah.
Tidak ada yang bisa dia lihat di tempat ini. Semuanya gelap. Rhea hanya bisa merasakan dirinya sedang ditidurkan di atas sebuah ranjang yang sangat empuk. Sialnya, dia tidak bisa bergerak sama sekali karena kedua tangannya terikat masing-masing di sisi tubuhnya. Kakinya pun bernasib sama, terikat oleh sesuatu yang rasanya seperti tali.
Satu-satunya orang yang ia curigai telah melakukan semua ini adalah Banyu. Dia orang terakhir yang Rhea ingat.
"Banyu! Lo apain gue?!" teriak Rhea.
"Kalau ini cara lo bercanda, gak lucu!" seru Rhea lagi.
Dadanya semakin sesak karena ruangan tempatnya berbaring benar-benar gelap gulita, membuatnyas sulit bernafas. Rhea mulai terengah-engah.
"Please, Banyu. Gue gak bisa nafas. Gue ada salah apa sih sama lo?" Kali ini suara Rhea benar-benar memohon.
Tidak lama kemudian, pintu terbuka. Rhea menoleh ke sebelah kiri karena begitu pintu terbuka, ada sedikit cahaya yang masuk.
"Udah bangun rupanya."
Suasana berubah terang setelah lampu dinyalakan. Sosok Banyu terlihat sedang bersandar di ambang pintu, tersenyum--lebih tepatnya menyeringai pada Rhea.
"Banyu, lepasin gue. Lo ngapain sih!" sergah Rhea sambil susah payah menggerak-gerakkan kaki dan tangannya.
"Percuma. Yang ada lo cuma nimbulin luka di badan lo sendiri," ujar Banyu seraya memperhatikan titik-titik darah yang mulai muncul pada bagian kulit Rhea yang bergesekan dengan tali. "Lagian, lo mau kemana? Di sini aja sama gue."
Raut Rhea berubah was-was. Dia menatap ngeri pada Banyu. Orang yang di depannya ini memang Banyu, tapi Banyu yang dia kenal tidak seperti ini. Banyu yang dikenalnya adalah sosok humoris dan manis. Sementara yang sedang Rhea lihat adalah Banyu dengan seringai menyeramkan dengan tatapan kosong.
Banyu mulai mendekati Rhea, duduk di sebelah wanita itu berbaring. Jemarinya mulai mengelus-elus pipi Rhea yang sudah basah oleh keringat.
"Lo cantik banget ya," komentar Banyu. "Apa lagi pas keringetan gini. Seksi. Hoki banget Great bisa ngerasain tubuh lo."
Yang tadinya takut, Rhea menatap Banyu marah. "Brengsek lo! Maksud lo apa?!" bentaknya.
Bukannya mengindahkan makian Rhea, Banyu malah merendahkan tubuhnya sehingga kini jaraknya begitu dekat dengan Rhea. Perlahan, dia menempelkan wajahnya pada ceruk leher Rhea. Hal ini sontak membuat Rhea menggeliat, berusaha menjauhkan diri yang tentu saja sia-sia.
Rhea meringis karena tangan dan kakinya terasa semakin perih tiap kali ia mencoba untuk melepaskan diri. Air matanya mulai menetes mengaliri kedua pipinya. Baru kali ini Rhea merasa dilecehkan dan pelakunya adalah orang yang dia anggap baik.
"Banyu, please... Gue salah apa sama lo?" ucap Rhea di tengah-tengah isakannya.
Banyu mengangkat wajahnya dan memperhatikan baik-baik wajah Rhea yang dipenuhi keringat dan air mata. "Lo gak ada salah apa-apa sama gue. Gue cuma pengen ngerasain lo aja. Gak boleh?"
Rhea menggeleng. Dia ingin memaki pria ini habis-habisan, tapi dia takut hal itu malah akan memicu amarah Banyu. Bukan tidak mungkin pria ini melakukan hal yang lebih eskstrem.
KAMU SEDANG MEMBACA
Three Years
RomancePernikahan Rhea dan Starky hanya berlangsung selama tiga tahun. Meskipun mereka telah dikaruniai seorang putra, ternyata Starky belum juga bisa usai dari masa lalunya. Rhea merasa, Starky belum bisa membuka hatinya untuk Rhea. Starky hanya sanggup m...