4. Mimosa Pudica

37.7K 2.6K 43
                                    

Suasana TK Insan Ceria terlihat begitu ramai saat jam istirahat tiba. Sebagian besar siswa-siswa bermain seluncuran, beberapa anak memilih untuk bermain ayunan. Para guru juga terlihat sibuk mendampingi anak-anak itu bermain. Jangan sampai ada yang saling dorong karena berebut mainan, atau yang terparah malah saling pukul.

Mayoritas anak-anak perempuan lebih senang berkumpul di koridor depan kelas, duduk bersama memainkan puzzle, masak-masakan, dan mainan edukasi lainnya. Ada juga beberapa yang asyik menikmati bekal buatan ibu mereka.

Dan di sinilah Rhea, duduk di hadapan seorang wanita berjilbab yang di name tagnya tertulis Hanum Puspita. Bu Hanum ini adalah salah satu pendidik di TK Insan Ceria.

Tatapan Rhea dan Bu Hanum tidak terlepas dari sosok anak laki-laki yang memilih untuk tidak bergabung dengan temannya, melainkan menyendiri di pekarangan samping sekolah, sibuk memperhatikan beberapa macam tanaman. Sesekali Rhea meringis saat anak laki-laki yang tak lain adalah Shane, mencungkil-cungkil tanah lalu menarik keluar beberapa cacing tanah tanpa rasa jijik.

"Setiap hari Shane selalu seperti itu, Bu," ucap Bu Hanum dengan senyuman. "Dia nggak mau diajak gabung sama temen-temennya."

"Apakah anak saya dikucilkan, Bu?" tanya Rhea hati-hati.

Bu Hanum menggeleng pelan. "Sama sekali tidak, Bu. Banyak anak-anak yang senang mendekati Shane terutama anak perempuan." Wanita itu tertawa kecil sejenak. "Tapi Shane tidak tertarik dengan teman-temannya. Kami pikir mungkin karena masih tahap perkenalan lingkungan, tapi sekarang ini kita sudah memasuki semester kedua."

"Shane suka bikin masalah, Bu?" tanya Rhea lagi.

"Tidak sama sekali, Bu. Justru itulah kekhawatiran kami. Shane tidak bertingkah seperti... anak lima tahun pada umumnya. Dia..."

Bu Hanum tidak melanjutkan kata-katanya, tampak berpikir kata apa yang kira-kira cocok dan tidak akan membuat Ibu dari Shane ini tersinggung.

"Berbeda. Semacam itu, Bu?" Rhea berusaha mempermudah Bu Hanum dengan cara menemukan kata yang cocok.

"Saya tidak bisa mengiyakan karena saya tidak paham Ibu Rhea menafsirkan berbeda itu seperti apa. Tapi dari hasil observasi saya, tidak ada yang salah dengan emosi Shane. Anaknya cenderung tenang, tapi kelewat tenang. Dia juga nurut, tapi kelewat nurut." Bu Hanum lagi-lagi tertawa. "Aneh ya, Bu. Harusnya saya senang dapat murid seperti Shane."

Bu Hanum menghela nafas lalu kembali memandang Shane. "Kami para guru tidak boleh pilih kasih, semua murid setara di mata kami meskipun masing-masing dari mereka membutuhkan penanganan yang berbeda-beda. Tapi Shane, dia sangat... berkesan bagi saya."

Rhea mengangguk. "Sejak awal ingin memasukkan dia ke TK, anggota keluarga saya memang kurang setuju. Mereka bilang Shane pasti akan bosan dengan semua kegiatan TK. Dia sudah bisa calistung, dia tidak tertarik dengan dunia anak-anak, dan dia selalu punya dunianya sendiri.

Tapi sebagai Ibu, saya mau anak saya merasakan masa-masa yang juga dilalui anak-anak lain. Saya gak ingin dia merasa berbeda. Apakah saya salah, Bu?"

"Tentu tidak, Bu. Saya justru kagum dengan Bu Rhea. Meskipun kemampuan Shane sudah setara dengan siswa Sekolah Dasar, tapi Bu Rhea mau agar Shane memulai pendidikannya dari TK. Ibu melakukan semua yang terbaik untuk Shane."

"Lalu... Gimana, Bu? Apa Shane nggak bisa bersekolah di sini lagi?"

Bu Hanum agak terkejut dengan pertanyaan Rhea. Sungguh bukan itu maksud dia meminta Rhea datang ke sekolah hari ini.

"Justru saya meminta Bu Rhea datang hari ini untuk memberi saya kesempatan mendidik Shane. Saya khawatir kalau saya tidak membicarakan hal ini lebih awal. Saya ingin Bu Rhea melihat sendiri bagaimana Shane di sekolah. Kalau Bu Rhea masih mempercayai saya, saya akan sangat senang kalau Shane tetap bersekolah di sini."

Three YearsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang