TPMB - 20

3K 55 8
                                    

Jujurrr aku terharu bgt masih ada yg mau baca cerita ini setelah mangkrak.

Aku masih merasa bersalah sama kalian!!!

Aku akan update setiap hari satu part yaa biar cepet2 end.

Sambil up TPMB aku jg akan revisi. JANDA MEMANG MENGGODA.

Vote yakk

*

Sarapan pagi ini berbeda dari biasanya. Kedatangan Ifa dan Riko lengkap dengan buah hatinya membuat meja makan penuh. Rencananya Ifa dan Riko akan menghabiskan akhir pekan di rumah.

"Eh princess baru bangun." Ejek Ifa.

Hana menarik kursi yang tersisa. "Ck, apaan sih. Ibu aja nggak masalah aku bangun siang." Bela Hana.

"Ya iyalah, ibu tuh keburu males bangunin kamu. Sekali-kali bantuin ibu kalau pagi. Kasian loh dek, ibu harus ngajar. Pagi-pagi harus masak dan bersihin rumah. Di sini nggak ada pembantu."

Omelan Ifa hanya dianggap angin lalu oleh adiknya. Hana sedang asik dengan ponsel. Ia malas mendengarkan omelan Ifa. Jauh-jauh datang dari Surabaya hanya untuk mengomelinya.

"Hana, simpan hp kamu. Nggak baik makan sambil main hp." Titah Jalu. Ia jengah melihat Hana hanya asik bermain ponsel.

"Iya." Jawab Hana ketus.

"Gitu tuh yah kalau dimanjain dari kecil, dikasih tahu malah ngelunjak. Dinasihatin biar bener malah merengut." Ifa benar-benar heran dengan sikap Hana.

"Mbak kalau datang ke sini cuma buat ngomel kayak nenek-nenek mending pulang aja deh!" Seru Hana.

"Mama bukan nenek Ate Ana jeyek." Celetuk Kansa, anak kecil itu meledek Hana sambil memeletkan lidahnya.

Ia mendapat tatapan tajam dari sang Ibu. Mood Hana semakin buruk karena kehadiran Ifa. Ia tidak akan berhenti mengoceh dan mengomentari yang Hana lakukan. Persis seperti nenek yang memarahi cucunya.

Ifa hanya merespon Hana dengan menjulurkan lidahnya. Ia merasa menang karena dibela sang ibu.

"Yah, bu. Temen Riko dari Surabaya lagi ada di Malang hari ini. Rencananya mau mampir ke sini nanti sore. Boleh kan?" Kata Riko.

"Boleh boleh. Cowok?" Tanya Murni antusias.

Riko mengangguk. "Kebetulan dia sedang memantau cabang usahanya di sini, Bu""

"Sekalian aja, suruh dia menginap." Kata Jalu.

"Siapa tau bisa jadi mantu ibu sama ayah kan?" Kata Ifa. Ia senang menggoda Hana. Hana yang semakin jengkel akan terus digoda oleh Ifa.

Hana mendengus tidak suka. Jelas Hana bisa mengendus Ifa memiliki niat terselubung, mengenalkan Hana pada teman suaminya.

Gadis itu masih tidak menyerah, berharap Bram yang akan menjadi suaminya. Sebelum janur kuning melengkung masih bisa ditikung. Diam-diam Hana berdoa memaksa Sang Kuasa menjodohkannya dengan Bram. Mungkin nanti Hana akan mendekati Bram lagi. Menjauhi laki-laki itu sama sekali tidak memberikan Hana ide agar Bram masih mau bersamanya.

"Mana mau temen suami kamu itu sama Hana." Kata Jalu pedas.

"Ayah apaan sih!" Merasa diremehkan, Hana sangat jengkel.

"Misalkan ayah masih seumuran kamu pun, ayah mikir seribu kali buat jadikan kamu pacar. Udah dewasa tapi masih pecicilan, nggak bisa ngapa-ngapain selain makan, tidur, dan main hp." Sindir Jalu. Anaknya itu memang bebal jika dinasihati. Ia sudah berkali-kali mengingatkan Hana untuk membantu Murni memasak atau membersihkan rumah. Namun gadis itu merasa acuh dan memilih masuk ke dalam kamar.

Ifa tertawa mengejek adiknya. Hana semakin tidak betah. Keluarganya mengejeknya habis-habisan. Meski nasi di piringnya tersisa banyak, Hana memilih bangkit, menyampirkan tas di bahunya.

"Hana berangkat dulu!" Seru Hana. Ia meninggalkan meja makan tanpa berpamitan pada orang tuanya.

Murni dan Jalu hanya mengehela napas melihat kelakuan putrinya. Terlebih Murni khawatir dengan kondisi Hana. Ia bukannya tidak tahu Hana menangisi Bram setiap malam. Namun ia tidak bisa melakukan apa pun selain menyuruh Hana menjauhi Bram. Putrinya menurut, selama satu minggu ini pun Hana tidak menemui Bram. Pun dengan Bram yang juga menjaga jarak dengan Hana. Murni ikut lega, dalam hati ia berdoa agar anaknya cepat melupakan Bram dan segera memiliki pacar.

*

"Ibu, Hana pulang!" Seru Hana. Ia membuka kulkas lalu meneguk air dingin sambil berdiri.

Murni geleng-geleng kepala melihat kelakuan anaknya. "Minum sambil berdiri nggak baik lho."

Hana mengendikkan bahunya. Ia baru menyadari ada banyak macam box bolu kukus khas Surabaya di dalam kulkas.

"Banyak banget ibu beli kue? Mau arisan ya?" Tanya Hana. Ia mengamati satu persatu box kue tersebut. Ada rasa coklat keju, pandan, dan ubi ungu.

"Ibu nggak beli, itu oleh-oleh dari temen Riko yang dari Surabaya. Tadi mampir ke sini, terus pergi lagi. Nanti Rama makan malam di sini, nduk." Jelas Murni.

Hana baru ingat, kakak iparnya tadi pagi ijin akan membawa temannya itu ke sini.

"Ini ibu udah potongin buat kamu. Habis makan kue tolong antarkan ini ke eyang ya." Ucap Murni.

Hana menerima paper bag yang berlogo bolu yang memang terkenal dari Surabaya. Ini adalah kesempatan bertemu dengan Bram. Laki-laki itu pasti sudah pulang kerja.

"Iya bu."

"Rama itu ganteng banget, nduk. Rasanya kalau dibandingin sama oppa korea ya sebelas duabelas. Udah ganteng, sopan lagi." Murni dengan semangat menceritakan teman menantunya.

"Ibuuuuu.. udahlah bu. Mau seganteng Jefri Nichol pun nggak akan bisa bikin aku mudah melupakan Mas Bram. Move on itu sulit bu." Keluh Hana.

Bahu Murni menurun mendengar pengakuan putrinya. Ia kira Hana sudah berhasil melupakan Bram.

"Nggak apa-apa nduk. Pelan-pelan aja asalkan kamu benar-benar mau move on. Move on itu akan mudah kalau kamu benar-benar niat." Murni mengusap rambut Hana. Ia juga pernah muda. Patah hati bukan hal yang tidak pernah Murni rasakan. Justru sebelum bertemu Jalu, ia sering sekali merasakan patah hati. Juga ketika orang tuanya dulu tidak merestui hubungannya dengan pacar--sebelum Jalu Murni harus meninggalkan pacarnya dan melupakan pria itu.

Hana meminta maaf dalam hati pada ibunya. Ia justru masih ingin memperjuangkan perasaannya pada Bram. Namun mengatakan yang sejujurnya pada Murni, pasti ibunya itu sangat kecewa. Murni memang paham pada perasaan Hana, namun Murni tidak pernah bilang bahwa ia memberikan restu jika Hana dan Bram menikah.

Memilih tidak menjawab ibunya, Hana mengayunkan kakinya menuju rumah eyang. Barangkali ia bertemu dengan Bram, Hana ingin sekali memeluk Bram dan bercerita bahwa beberapa hari ini Hana sangat tersiksa.

Namun itu hanya ada di dalam khayalan Hana. Nyatanya ada wanita yang paling ia benci kini tengah bercengkrama dengan Bram di ruang keluarga.

*

Eh ada nama baruuuuu tuuuhhh.

Pelan2 akan ada konflik yaa.

Blm pernah yakk Hana ngamukkk. Ntar deh tungguin

Terjerat Pesona Mas BramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang