TPMB - 04

7.2K 289 4
                                    


*

Jam delapan malam, mobil kijang Pakde Jalu memasuki halaman rumah Bram. Bram yang berada di ruang tamu langsung menghampiri eyang untuk memapahnya ke dalam rumah.

"Gimana eyang? Apa sudah baikan?" Tanya Bram khawatir. Ia berjongkok di sebelah eyang yang duduk di sofa ruang tengah.

Eyang menepuk tangan cucunya berkali-kali."Alhamdulillah. Tadi cuma sakit sedikit kok."

"Maaf ya eyang, tadi Bram nggak cepat pulang." Bram menciumi tangan eyangnya berulang-ulang.

Bude Murni muncul dari arah dapur membawa beberapa cangkir teh hangat dan satu cangkir untuk suaminya.

"Bram, kamu ini sudah saatnya menikah lho. Biar ibu ada yang urus. Meskipun rumah kita hadap-hadapan, budemu kan ngajar. Jadi bisa ngurus ibu cuma malam."

Bram duduk di sebelah eyang. Memikirkan nasihat pakde yang banyak benarnya.

"Wis, eyang nggak apa-apa le. Cuma kecapekan aja. Kamu kalau sudah punya calon yang pas ya segera menikah. Tapi kalau belum, jangan di paksain ada." Eyang mengusap bahu Bram sayang.

"Doain Bram cepat dapat jodoh ya eyang."

Eyang tersenyum. "Ya pasti le. Yang pasti nyari calon jangan kayak adikmu itu. Bisa makin sakit eyang kalau istrimu masak aja nggak bisa."

Semua yang ada di ruang tengah tertawa. Kecuali Hana, dia cemberut akut. Kesal karena ucapan eyangnya.

"Nggak ya! Mas Bram nggak boleh menikah sebelum Hana yang nikah. Nanti kalau mas yang nikah duluan, Hana nggak di perhatiin lagi sama mas. Iiih nggak mau!"

"Makanya cari pacar. Biar nggak gelendotan sama masnya lagi." Kata Bude Murni sambil menggeplak lengan Hana.

"Alah, jangan dikasih pacaran lah bude si Hana itu. Dia jailnya nggak kira-kira. Bisa bangkrut dini pacarnya." Kata Bram, mengingat adik sepupunya senang sekali memoroti dirinya sendiri.

Lagi-lagi semua tertawa. Seolah membenarkan kelakuan Hana yang tidak ada bagus-bagusnya.

"Iya bener itu. Jangan coba-coba pacaran kamu ya, Han! Ayah nggak suka kamu pacaran gitu." Kata Pakde Jalu menatap Hana serius.

"Iih ayah! Siapa juga yang punya pacar!" Kata Hana sebal.

"Iya dek, kamu kan nggak laku ya?" Kata Bram sambil menaikkan alisnya.

"Sudah sudah. Itu adikmu sudah kesel. Sini nduk, jangan pacaran dulu ya. Nanti kuliahmu berantakan." Hana mendekati eyang. Eyang merangkul bahu Hana.

"Iya eyang."

Eyang di bantu Bram beristirahat di kamar. Pakde dan bude sudah kembali ke rumah. Kecuali Hana yang setia menemani Bram dan mengekor di belakangnya.

Setelah eyang terlelap, barulah Bram dan Hana beranjak menuju belakang rumah. Di sana ada kolam ikan dan gazebo kecil yang menenangkan. Hana menempelkan kepalanya di bahu Bram.

"Nggak kerasa ya dek, kamu udah gede gini. Mas udah 27 tahun aja."

Hana mengangguk. "Padahal, kayak masih kemarin aja gitu. Hana, Mbak Ifa, dan mas main di sini."

"Iya, Ifa sekarang udah punya anak dua. Padahal lebih tua mas daripada dia."

Hawa dingin menusuk kulit dua saudara yang sedang bercengkrama. Membuat mereka merapatkan tubuh berbagi kehangatan.

"Mas beneran mau nikah?" Kata Hana.

Bram mengangguk mantap. "Iya dek. Usia mas sudah cukup. Pekerjaan mas sudah lumayan. Eyang apalagi sudah semakin sepuh."

Hana cemberut. Merasa tidak rela jika suatu saat ia akan berbagai masnya dengan perempuan lain.

"Kamu kan juga nanti bakalan menikah dek."

"Ya tapi nanti mas. Hana masih kecil."

Bram tergelak. Ia mengacak rambut sepupunya gemas. Dibanding dengan Ifa, ia lebih dekat dengan Hana yang cenderung lebih manja. Meski dua perempuan itu adalah kakak adik, tapi Ifa sangat mandiri.

"Kalau nanti kamu sudah berkeluarga, kita nggak akan bisa pelukan gini lagi dek. Kamu nanti peluk suamimu. Hahah." Menurut Bram itu adalah sebuah hal yang lucu. Tapi bagi Hana, ia tidak bisa membayangkan bahwa tubuhnya di peluk oleh laki-laki lain selain Bram.

"Apa sih! Jangan bahas yang belum terjadi deh mas." Jawan Hana sewot.

Bram menoleh, meneliti wajah Hana yang polos tanpa make-up. Ia jadi ingat ketika memarahi Hana karena memakai liptint merah merona. Bram tidak ingin adiknya ditatap oleh banyak laki-laki. Karena ketika Hana memoles wajahnya, ia akan terlihat sangat cantik. Dan itu membuat Bram khawatir.

"Mas udah punya pacar?"

Bram mengernyit. "Nggak, kenapa dek?"

"Nggak apa-apa. Kata ayah, tadi waktu mas pulang telat. Ayah ketemu ayah di toko kue sama cewek cantik." Jelas Hana.

"Oh, itu supervisor mas. Kan kamu ketemu tadi."

Hana diam. Bagaimana jika Bram punya pacar. Dia pasti akan dilupakan. Dia pasti tidak akan diperhatikan lagi. Tentu saja, Bram akan lebih memperhatikan pacarnya.

Pacarnya akan cemburu jika Hana dekat-dekat dengan Bram. Pasti pacar Bram akan posesif. Memikirkannya saja, hati Hana sudah sakit. Apalagi kalau sampai kejadian. Hana bergidik.

"Kenapa dek?"

Hana menatap Bram dalam. Dia tersenyum yakin.

"Mas, jadi pacar Hana mau nggak?" Tanya Hana tiba-tiba.

Bram hanya diam. Tak menyangka sepupunya akan bertanya seperti itu.

"Eh, Hana ganti deh pertanyaannya. Hana mau kok jadi pacar mas. Ini pernyataan loh mas! Mas nggak boleh nolak!" Kata Hana serius.

Bram semakin terkejut. "Dek, kamu nggak gila kan?"

"Itu Hana anggap persetujuan. Ya udah, pacar ayo sekarang kita ciuman!"

*

Terjerat Pesona Mas BramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang