Aku lbih suka kalian nggak silent reader sumpahhh.
Coba komen tntang crita ini biar aku smngt lagi :(
Baca juga BASTIAN-BELVIA
Anw klo votenya dikit aku nggak up dlu ya. Aku tuu ngetik di sela2 kesibukan sbg ibu rumah tangga jd support cerita ini dgn vote dan komen yaa.
*
Semalaman Bram tidak bisa tidur nyenyak. Pikirannya selalu tertuju pada Hana. Bram berusaha mengenyahkan pikiran buruknya. Tapi lagi-lagi ia gagal. Hingga adzan subuh berkumandang, laki-laki itu baru bisa memejamkan mata. Tidur dengan pikirannya tidak tenang membuat Bram berkali-kali terbangun.
Sebelum berangkat kerja, ia memutuskan untuk berbicara sebentar dengan Hana. Bram mengernyit ketika melihat laki-laki asing yang ikut sarapan dengan keluarga Hana.
"Eh Bram, sini sarapan bareng. Kita lagi ada tamu, temen Riko dari Surabaya nginap tadi malam." Kata Murni. Ia adalah orang pertama yang menemukan Bram berdiri di dekat dapur.
"Nginap?" Ulang Bram. Ia memutuskan ikut sarapan juga.
"Saya Rama temen Riko, mas. Kebetulan lagi ada kerjaan di sekitar sini." Rama duduk di sebelah Hana. Itu membuat Bram sedikit tidak nyaman.
Bram mengangguk saja. Matanya kini tertuju pada Hana yang tengah menatapnya juga. Kenapa rasanya seperti... tidak rela jika Hana berdekatan dengan laki-laki lain. Perasaan apa ini? Ah, mungkin hanya perasaan khawatir seorang kakak pada adiknya.
"Kamu pucet banget dek, lagi sakit?" Tanya Bram. Tentu saja ia ingin bertanya apakah Hana sudah melakukan tes urine. Tapi tidak mungkin itu ia katakan di sini.
"Hm, nggak." Sejujurnya Hana senang karena diperhatikan Bram. Tapi kepalanya sangat pusing.
"Kalau gitu ke kampus bareng mas aja. Udah lama kan nggak diantar mas." Tawar Bram. Ia butuh waktu berdua dengan Hana. Ia harus benar-benar memastikan Hana tidak hamil.
"Eh, nggak usah Bram. Hana biar bareng Rama aja. Kebetulan tempat kerja Rama nggak jauh dari kampus Hana. Lagian Hana pucet gitu, lebih baik naik mobil kan?" Kata Ifa. Ia tidak akan membiarkan adiknya berdekatan lagi dengan Bram.
"Iya daripada ada apa-apa di jalan mending kamu bareng Rama, nduk." Kata Murni.
Hana menghela napas kesal. Orang-orang ini kenapa sangat senang jika Hana berjauhan dengan Bram. "Aku mau bareng mas aja."
"Hana, masmu sudah punya tunangan. Lebih baik jaga jarak dengan masmu daripada Kintani salah paham." Kata Jalu. Ia lebih setuju jika Hana diantar Rama menuju ke kampusnya.
"Ayah, kenapa harus jaga jarak sih? Aku sama mas saudara loh."
"Sudah nurut saja apa kata ayah. Kamu tetep bareng Rama." Putus Jalu.
Bram membuang muka, hatinya merasa tidak nyaman membayangkan Hana berdua di mobil dengan Rama.
Hana tidak dapat mengelak lagi, mau tidak mau ia harus menumpang mobil Rama yang baru saja ia kenal. Wanita itu hanya diam setelah menaiki mobil Rama. Rama pun bingung ingin memulai obrolan darimana. Wanita di sampingnya hanya memalingkan wajah ke jendela.
Hanya ada suara radio yang terdengar membosankan di dalam mobil. Tapi cukup membuat suasana tidak hening.
"Hana, kamu semester berapa?" Tanya Rama basa basi.
"Tiga."
Rama sudah tahu semua tentang Hana dari Riko tadi malam. Bukan Rama yang bertanya, tapi Riko dengan senang hati menceritakan tentang Hana. Termasuk kedekatannya dengan sepupunya sendiri yang bernama Bram.
Ia juga punya sepupu perempuan, tapi mereka memang tidak terlalu dekat. Rama bertanya-tanya kenapa Hana dan Bram dulunya sangat dekat.
"Bisa mampir ke apotek bentar?"
"Oh, iya." Rama menepikan mobilnya.
"Aku beliin aja obatnya, kamu keliatan pucet banget. Tunggu di sini." Rama baru sadar wajah Hana lebih pucat daripada tadi saat di rumahnya.
Hana menahan lengan Rama sebelum laki-laki itu keluar dari mobil. "Tolong tes pack juga."
Rama jelas tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Persekian detik Rama dan Hana saling berpandangan. Tapi Rama yang lebih dulu memutus kontak matanya dan menuju apotek.
Sejujurnya Hana tidak ingin menyeret Rama ke dalam hidupnya. Tapi laki-laki itu lebih dulu muncul di waktu yang tidak tepat. Hana tidak memungkiri, Rama adalah laki-laki tampan dan mapan. Siapa pun tidak akan susah jatuh cinta padanya. Tapi itu adalah pengecualian bagi Hana. Sedari tadi malam, ia memikirkan apa yang terjadi pada tubuhnya. Hana menerka-nerka apakah ia hamil.
Memang memalukan meminta Rama untuk membelikannya sebuah alat pendeteksi kehamilan. Tapi laki-laki yang bisa menolongnya saat ini hanya Rama. Tidak ada pilihan lain.
"Ini sekalian ada roti dan air mineral. Kamu bisa makan dulu sebelum minum obat. Juga alat itu ada di dalam." Rama menyerahkan sebuah kantong kresek pada Hana.
"Makasih.
"Kamu yakin mau ke kampus dengan keadaan kamu yang lagi sakit gini?" Rama tidak tahu bagaimana ia akan bersikap pada Hana. Ia hanya ingin memastikan Hana baik-baik saja saat bersamanya karena Hana adalah adik ipar sahabatnya.
Hana menggeleng lemah. Ia mengunyah roti dengan susah payah karena nafsu makannya benar-benar lenyap.
"Mau ku antar ke suatu tempat?" Tawar Rama.
Wanita di sampingnya nampak berpikir sebentar. "Aku nggak tau mau kemana."
"Ya udah ke kontrakanku aja. Kamu bisa istirahat di sana."
Entahlah, Rama hanya memenuhi sisi kemanusiaannya saja. Ia tidak tega membiarkan Hana tetap ke kampus atau pergi ke tempat yang belum tentu aman dalam keadaan sakit.
Rama memberhentikan mobilnya di halaman sebuah rumah sederhana. Terlihat sejuk dan sangat nyaman ditinggali. Keduanya lalu turun dari mobil dan masuk ke dalam rumah.
"Maaf rumahku berantakan. Aku jarang ada si sini." Rama mempersilakan Hana memasuki rumahnya. Untuk ukuran seorang laki-laki bujang yang tinggal sendirian, rumah ini cukup rapi.
"Nggak apa-apa. Makasih udah ngasiu tumpangan." Hana akan mengingat kebaikan Rama hari ini. Pasti suatu saat Hana akan membalas budi.
"Kamu bisa pakai kamarku. Kalau nyari aku, aku di depan tv." Jelas Rama. Perempuan di hadapannya mengangguk dan berlalu menuju satu-satunya kamar yang ada di rumah ini.
Setelah Hana masuk ke kamar, pikiran Rama tanpa sengaja menuju ke alat pendeteksi kehamilan yang Hana minta tadi. Menurut cerita Riko, Hana tidak pernah pacaran dengan lelaki mana pun. Laki-lakinyang mendekati Hana akan pergi begitu saja setelah diinterogasi Bram. Hana juga tidak pernah menunjukan ketertarikan dengan lawan jenis. Masa kecil hingga remajanya Hana habiskan berdua dengan Bram. Berbeda dengan istri Riko yang memang tidak suka bermain dengan Hana dan Bram. Jadi dengan siapa Hana melakukannya? Mungkinkah dengan sepupunya sendiri?
Dari awal bertemu dengan Hana, Rama tertarik mengenal Hana lebih jauh lagi. Tapi sepertinya Rama berubah pikiran.
*
Yg baca bnyak tp yg vote cuma bbrpa dan aku smpe hafal yg sering ngevote crita ini sp aja :((
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjerat Pesona Mas Bram
Teen Fiction"Mas, jadi pacar Hana mau nggak?" Tanya Hana tiba-tiba. Bram hanya diam. Tak menyangka sepupunya akan bertanya seperti itu. "Eh, Hana ganti deh pertanyaannya. Hana mau kok jadi pacar mas. Ini pernyataan loh mas! Mas nggak boleh nolak!" Kata Hana ser...