TPMB - 05

7.6K 298 1
                                    


Jgn lupa vote dan komen😘❤️

*

"Bu,"

Murni terkejut mendapati putrinya berada di dapur jam 6 pagi. Ini adalah suatu keajaiban. Kejadian langka sekali apabila perempuan yang mengaku princess ini bangun sepagi ini. Bahkan sudah sangat rapi dengan setelan blus coklat muda dan jelana jeans putih.

"Tumben." Ucap Murni. Ia sedang meniriskan udang goreng.

"Mas Bram nggak ke sini bu?"

Hana menuangkan air putih. Setiap pagi ia selalu rutin meminum air putih satu gelas sebelum perutnya terisi makanan.

"Nggak. Mana sempat nduk. Eyang kan belum bisa masak sendiri. Tadi ibu mau nganter makanan, eh rupanya Bram lagi masak. Memang bisa diandalkan dia."

Gadis berambut abu-abu itu mengangguk. Ia seperti tidak punya semangat hidup. Hana pikir, Bram berubah karena kejadian semalam.

"Kamu tumben bangun pagi. Udah rapi juga." Murni melepas celemek. Lalu duduk di kursi meja makan.

"Nggak bisa tidur." Jawab Hana lesu.

"Panggil ayah kamu. Kita sarapan bareng. Kesempatan langka ini." Kata Murni terkikik.

Hana menghampiri ayahnya yang setiap pagi membaca koran sebelum berangkat kerja.

"Wah, belum teriak-teriak pagi ini. Makanya lesu ya?"

Jalu menangkap raut wajah anaknya sebelum gadis itu mengatakan perintah ibunya. Pakde Jalu sendiri merasa sepi. Tidak ada hiburan pagi ini seperti hari-hari sebelumnya selain dari koran yang ia baca.

"Mas Bram udah berangkat belum yah?" Tanya Hana. Tangannya mencomot pisang goreng hangat buatan Murni.

"Belum, dia kalau mau berangkat ke sini dulu. Salim sama ayah ibu. Kenapa?" Jalu penasaran. Ia mengira anaknya tengah bertengkar dengan Bram.

"Hana sarapan di rumah eyang ya yah! Bilangin sama ibu."

Hana meninggalkan ayahnya yang sedang geleng-geleng kepala. Jika Bram dan Hana tidak bertengkar, pasti pagi-pagi begini sudah ribut. Pikir Jalu.

Hana masuk ke rumah eyang sambil meneriakkan salam. Itu sudah kebiasaan. Ia akan masuk sendiri tanpa dipersilahkan.

Eyang sedang duduk di depan tv. Menikmati teh buatan Bram. Biasanya eyang yang akan sibuk mengurusi kebutuhan Bram. Tapi pagi ini keadaan berbalik. Dirinya tidak mungkin kuat berdiri sendiri. Kakinya selalu gemetar dan sakit apabila dipaksakan. Paling buruk, ia akan terjatuh karena tidak kuat menahan berat badannya sendiri.

"Waalaikumsalam, aduh nduk pagi-pagi wis teriak-teriak. Nggak bagus lho." Tegur eyang lembut.

"Hehe. Kebiasaan eyang. Mas Bram mana?" Hana berdiri di belakang sofa. Sambil memijiti pundak eyang.

"Di kamarnya. Siap-siap."

Hana melepaskan pijitannya di pundak eyang yang hanya berlangsung dua menit saja.

"Hana ke mas dulu ya eyang."

Kaki Hana otomatis melangkah ke kamar yang paling belakang. Rumah ini memang hanya satu lantai. Tapi memiliki enam kamar besar dengan masing-masing mempunyai ukiran kayu di dalamnya.

Tanpa mengetuk pintu, Hana langsung masuk ke dalam kamar Bram. Bram sedang menyisir rambutnya.

"Ketuk dulu dek. Bisa jadi mas tadi nggak pakai baju." Tegur Bram.

"Alah, Hana udah sering lihat mas telanjang." Sanggah Hana yang sedang tiduran di kasur laki-laki itu.

"Ya kan dulu pas masih kecil. Sekarang kan udah beda dek manis." Bram melipat tangannya. Ia menatap adiknya yang mengacaukan kasurnya yang sudah rapi.

Terjerat Pesona Mas BramTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang