Jangan lupa vote n komen guys.
Btw follow aku yaa
*
Hampir jam dua malam, akhirnya Bram bisa merebahkan punggungnya yang lelah di kasur. Bram bersyukur karena kost inilah yang cocok dengan kantongnya untuk beberapa bulan ke depan. Meskipun kasur yang ia tempati saat ini hanyalah kasur lantai tipis, tapi Bram bersyukur setidaknya ia tidak tidur di jalanan.
Berulang kali ia mencoba menghubungi Kintani tapi lagi-lagi operator yang menjawab teleponnya. Bram hanya ingin meminta maaf kepada Kintani. Setelah apa yang terjadi hari ini, Bram tidak mungkin punya muka lagi jika meminta Kintani kembali. Bram menatap nanar langit-langit kost. Ia tiba-tiba teringat dengan Hana. Apa dia sudah tidur? Apa dia baik-baik saja?
Setelah mengusir Hana pulang dari rumah eyang, Bram langsung mengemasi barangnya dan pergi begitu saja. Berat rasanya meninggalkam eyang, tapi bagaimana lagi. Ini hukuman untuknya, syukur-syukur Bram hanya di usir selama sembilan bulan.
Ia juga tidak tahu, kapan dan dengan siapa Hana akan pergi ke Surabaya. Astaga, kepalanya begitu pusing ketika teringat Hana sedang hamil.
Benarkah dirinya akan jadi seorang ayah?
Apa nanti ia akan menikahi Hana?
*
Sudah jam delapan malam ketika Hana selesai membereskan barang-barangnya yang tidak seberapa banyak. Hana menyandarkan punggungnya ke tembok. Riko dan Ifa sudah pulang sejam yang lalu. Mereka tidak bisa meninggalkan balitanya terlalu lama di rumah.
"Mas Bram lagi apa ya?"
Hana berdecak kesal. Ponsel lamanya sudah hancur berkeping-keping karena Jalu. Ia lalu diberikan ponsel lain sebagai gantinya. Tidak ada nomor Bram di hp barunya.
Tangan Hana terulur ke perutnya yang masih rata. Mengelus pelan agar rasa lelahnya teralihkan. Sejak hamil, Hana jadi gampang lelah dan mengantuk.
"Kamu harus tumbuh kuat dan sehat ya? Setelah kamu lahir ke dunia, ibu bakal bawa kamu ketemu ayah."
Seolah memberi reaksi, perut Hana tiba-tiba mengalami kram yang sangat hebat. Gerakan Hana yang sebelumnya mengelus berubah mencengkeram perutnya.
"Ah, sakit banget..."
Hana menarik nafas dalam. Bukan pertama kali ia merasakan kram seperti ini. Di dalam kereta tadi siang, perut Hana juga kram. Namun Hana tidak ambil pusing dan menganggap ia hanya kelelahan.
Hana memilih merangkak naik ke kasurnya, dan memejamkan mata. Barangkali dengan ia tertidur bisa mengurangi sakit di perut bawahnya.
Pagi-pagi sekali, Hana terganggu dengan ketukan pintu. Hana berdecak kesal karena siapa yang bertamu sepagi ini dan menganggu tidurnya. Ia tidak sempat mencuci muka. Rambut Hana hanya di gulung asal dan sesegera mungkin menggapai pintu.
"Ya sebentar!" Teriak Hana.
Setelah pintu terbuka, Hana meneguk kasar ludahnya karena tidak pernah terbayangkan sebelumnya akan bertemu Rama secepat ini. Padahal Hana bertekad menjauhkan diri dari Rama. Tapi lagi-lagi semesta tidak merestui Hana.
"Eh, Mas Rama. Ma-masuk?" Hana jadi menyesal tidak menggosok giginya terlebih dahulu.
Rama tersenyum tipis. "Ya."
Padahal Hana berharap Rama hanya berniat menyapanya saja sebagai tetangga baru tanpa harus masuk ke dalam rumah. Niatnya hanya berbasa-basi saja menyuruh Rama masuk. Huh!
Hana menyingkir dari pintu, membiarkan laki-laki itu masuk ke dalam rumah.
Rama duduk di sofa, "Baru bangun banget?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Terjerat Pesona Mas Bram
Teen Fiction"Mas, jadi pacar Hana mau nggak?" Tanya Hana tiba-tiba. Bram hanya diam. Tak menyangka sepupunya akan bertanya seperti itu. "Eh, Hana ganti deh pertanyaannya. Hana mau kok jadi pacar mas. Ini pernyataan loh mas! Mas nggak boleh nolak!" Kata Hana ser...