Nick membawa Itt untuk duduk di kantor Nan. Dia lalu mengambilkan air minum untuk Itt..
"Apa kabarmu?" Nick bertanya dengan cemas.
Day masuk dan duduk di sofa lain sambil menatap Itt dengan mata kosong.
"Tidak apa-apa, aku hanya pusing," jawab Itt tanpa menoleh ke arah Day sedikit pun.
Itt masih merasa kecewa dengan kekasihnya. Tapi diam-diam dia senang karena Day kembali ke kantor dan tidak benar-benar berbicara dengan pemuda asing itu.
"Badanmu panas. Apa kamu yakin, kamu baik-baik saja?" Nick bertanya sambil meletakkan punggung tangan di keningnya.
"Aku baik-baik saja," jawab Itt pelan.
Sebenarnya Itt merasa sangat pusing. Selain itu dia juga tidak nyaman dengan tatapan tajam Day yang menatapnya sepanjang waktu.
“Lalu apa maksudmu dengan tidak bisa melihat balapan? Apa kamu mau aku Mengantarmu kedokter untuk konsultasi? Aku takut itu gejala yang sama seperti saat kamu takut naik taksi sendirian.” Kata Nick mengkhawatirkan temannya.
Day yang mendengarnya, mengerutkan kening nya.
“Apa maksudnya dengan tidak berani naik taksi sendirian?” Day langsung bertanya.
"Ya... Istrimu dulu memang tidak berani naik taksi sendirian," jawab Nick.
“Kenapa kamu tidak bisa duduk?” Day bertanya dengan rasa ingin tahu.
Mac diam, tidak berkata apa-apa. Tapi dia mendengar semua yang mereka bicarakan.
"Tidak ada, hanya bicara omong kosong," jawab Itt sekenanya. Membuat Day duduk dan mengerutkan alisnya.
“Saat aku SMA, aku hampir diperkosa oleh sopir taksi dalam perjalanan pulang sekolah. Untung saja seseorang datang membantuku tepat waktu. Setelah itu, aku takut duduk sendirian didalam taksi”
Sebuah kata familiar muncul di kepala Day berulang kali. Membuat Day menutup matanya karena mulai merasakan sakit kepala. Dia sampai harus mengangkat tangannya dan memegang bagian belakang kepalanya untuk mengurangi rasa sakitnya.
"Apa yang salah, Hia?" Nan, melihat kondisi Day, bertanya
Itt dengan cepat menoleh kearah Day. Dan dia langsung berpindah, duduk di sebelah Day setelah melihat wajah kesakitan kekasihnya itu. Itt langsung lupa dengan rasa kecewanya.
“Day, apakah kamu sakit kepala?” Itt bertanya dengan nada khawatir.
Day mengangguk sebelum menarik napas dalam-dalam. Saat suara di kepalanya menghilang, rasa sakitnya juga ikut mereda.
Day duduk diam menatap Itt beberapa saat.
"Ayo pulang," kata Day, membuat Itt mengangkat alisnya sedikit karena bingung.