Jeffrey menghela nafas berat, suara desahannya terdengar saat putus asa, meskipun pemandangan laut diterangi cahaya bulan yang indah,tapi kesedihan tetap menyelimuti wajahnya.
Jeffrey gagal menghentikan rachel untuk pergi.
Rupanya tak hanya jeffrey yang merasa kehilangan namun ada beberapa yang hadir menemaninya duduk malam ini turut merasakan hal yang sama, bahkan Lisa, dan Miran hanya duduk memandang kosong ke arah depan. Edgar pria itu menyenderkan punggungnya di pohon termenung..
Padahal jam sudah menunjukan pukul setengah dua pagi, dua jam setelah kepergian rachel, tidak ada salah satu pun dari mereka yang memulai percakapan, seakan mereka tengah asik dengan dunia nya masing-masing.
Jisya yang duduk bersampingan dengan maya merogoh ponsel dan menyalakan ponselnya, layar ponsel itu terpampang foto wallpaper seorang anak kecil yang memeluk sebuah boneka putih, dengan rambut yang di kuncir dua, jarinya mengelus foto anna, ia merasakan matanya kembali memanas, ia tidak percaya bahwa ia akan terpisah dengan Anna, padahal sebelumnya jisya memiliki tujuan jika ia pulang nanti, ia ingin segera menemui Anna, memeluk dan mencium sayang gadis mungil tersebut.
Namun kini hanya tinggal mimpi, Anna pasti sudah dibawa pergi ibunya, dan entah kapan mereka bisa bertemu lagi, atau yang lebih parahnya ia tidak akan pernah bertemu Anna kembali, sungguh itu mimpi buruk baginya.
"Maafkan aku, aku gagal menahan dia pergi" Ucap jeffrey mengawali pembicaraan diantara mereka.
"Aku merasa tidak mengenali Rachel tadi" lanjut jeffrey lagi.
Edgar secara tidak sadar menganggukkan kepalanya.
"Itu hal yang wajar, karena sakit hati dan penderitaan bisa mengubah sifat seseorang, bahkan bisa menjadi orang asing bagi kita walaupun dia orang yang paling sangat kita kenal sekalipun, karena luka tidak akan sembuh walau hanya tersenyum, sekecil apapun luka, tetap harus ada obatnya" Wisnu menghisap rokoknya dan menghembuskan nya secara perlahan.
"Apalagi sakit yang tidak terlihat,seketika terdiam diantara keramaian, memilah antara Rekaya dan ke ikhlasan, berbuat tapi tidak terlihat, berbicara tidak ada yang mendengar, yang dia bisa hanya terdiam diantara pojok dengan sehelai tisu yang di pegang, dia masih belum memutuskan untuk menangis didepan keramaian, pikirnya mungkin"
Keadaan mendadak hening ketika mendengar untaian kalimat yang keluar dari bibir wisnu pria itu memang pakar dalam segala masalah, dan hampir 99% kata-kata yang keluar dari mulutnya selalu benar, itulah kenapa diantara banyak nya teman yang lain, mereka lebih nyaman jika berbicara dengan wisnu.
"Setiap orang punya kapasitas kesabaran dan penderitaannya masing-masing, aku pikir rachel sedang berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa keadaan akan tetap baik-baik saja, meski kebersamaan dengan itu dia menangis, lemah, terluka, kecewa, patah hati, tapi pada saat itu pula dia akan menjadi kuat untuk dirinya sendiri"