Kylie menatap ke luar jendela. Hari sudah gelap, hanya ada cahaya lampu dari gedung sebelah yang menjadi pemandangan utama malam ini. Kylie sendirian, karena memang dia menginginkannya. Tidak, yang dia inginkan sekarang adalah Alvaro. Dan dia tahu Alvaro tidak akan datang jika ada orang lain di sekitar Kylie.
"Kai, maaf, gue ga bisa bantu lo. "
Kylie mengalihkan pandangannya pada Alvaro. Dia menyipitkan matanya membentuk bulan sabit seolah mewakilkan jika dia sedang tersenyum, jadi Alvaro tidak perlu merasa bersalah.
Alvaro duduk di sebelah Kylie, membawa kepala Kylie bersandar di bahunya. "Lo pengen bales mereka? Gue bisa bantu, tapi gue ga bisa sendiri, gue butuh bantuan lo juga. "
Kylie diam, dia ingin membalas mereka sendiri, tapi nyatanya dia tidak bisa. Dia bahkan tidak bisa melawan mereka. Alvaro paham akan perasaan Kylie, dia mengusap kepala Kylie berusaha meyakinkan.
"Lo tenang aja, gue bisa bantu lo bales mereka. Tapi nanti, kalo lo udah sembuh. Atau lo mau sekarang? "
Kylie menjauhkan kepalanya dari bahu Alvaro, tatapannya seolah bertanya 'bagaimana caranya? '
Alvaro tersenyum tengil. Dia menarik tangan Kylie turun dari ranjang dan menyeretnya keluar, tidak peduli jika tangan Kylie berdarah karena ingusnya tercabut.
Karena hari sudah sangat larut, jadi lorong rumah sakit sepenuhnya sepi. Karena baik perawat maupun pasien sedang beristirahat. Hanya ada beberapa perawat di ruang resepsionis, itupun mereka nampak sangat kelelahan.
.....
Alvaro terus menarik tangan Kylie berlari menyusuri jalanan yang hanya diterangi lampu jalanan. Tawa renyah Alvaro membuat Kylie seolah lupa dengan masalahnya. Dia terkekeh dibalik perban yang menutup mulutnya.
Kylie berhenti mendadak, membuat Alvaro juga ikut berhenti. Kylie duduk di trotoar jalan, meluruskan kakinya yang terasa pegal.
"Kai, gue mungkin agak keterlaluan bilang kayak gini, tapi lo lupain dulu mereka, kabur sejauh kaki lo bisa. Dan gue janji, pas lo siap, gue bantuin lo hancurin mereka. Lo mau kan ikut gue? "
Alvaro menatap uluran tangan Alvaro lamat, masih terdapat keraguan di hatinya, mengingat dia tak punya tempat pulang selain rumah orang tuanya itu.
"Lo gak perlu khawatir soal tempat tinggal. Gue kenal satu orang baik yang mau rawat lo. Syaratnya cuma satu, lo harus buat dia luluh, bersikap polos, dan bilang aja sama dia kalo lo tau tempat itu dari gue. "
Tanpa menunggu persetujuan Kylie, Alvaro langsung menuntun Kylie berjalan lebih jauh lagi. Sesekali mereka beristirahat, dan sepanjang jalan keduanya bercanda dan bercerita banyak hal. Ah, lebih tepatnya Alvaro yang bercerita, sementara Kylie hanya menyimak dan membalas dengan mata sabitnya.
Tak terasa hari sudah hampir subuh, dan keduanya kini melewati hutan yang gelap gulita. Kylie sedari tadi mencoba membujuk Alvaro untuk tidak masuk ke sana, tapi Alvaro malah berkata tanggung, karena sebentar lagi mereka tiba. Tapi nyatanya, sudah satu jam berlalu tepi mereka bahkan belum menemukan ujung dari jalan ini.
Kylie yang trauma akan kegelapan sedari tadi menutup telinganya yang bahkan tidak mengenakan alat pendengaran, karena telinganya mendadak berisik.
"Kita sudah sampai. "
Kylie menatap gerbang besar di depannya. Dia menatap Alvaro dengan alis yang terangkat.
"Lo pencet bel nya coba, harusnya masih ada satpam yang berjaga. "
Kylie sebenarnya ragu, tapi tubuhnya malah reflek memencet bel sesuai dengan perintah Alvaro. Kylie dan Alvaro diam menunggu, dan tak lama gerbang itu terbuka sedikit memperlihatkan sosok pria dewasa yang menatap Kylie dengan wajah bingung.
"Adik kecil, apa yang adik lakukan disini? " tanya satpam itu.
Kylie yang memang tidak menggunakan alat pendengarannya mendadak linglung. Dia tidak mengerti apa yang ditanyakan satpam, apalagi satpam itu menggunakan masker. Kylie melihat ke sekeliling, tatapannya jatuh pada ranting kayu yang berada cukup jauh darinya. Kylie mengambilnya dan kembali ke tempat semula.
Kylie berjongkok, menulis sesuatu di atas tanah berharap satpam itu bisa membaca tulisannya. Kylie kembali berdiri setelah selesai menulis, dia meminta agar satpam itu membacanya, tentu dengan isyarat tangan.
Satpam bernama Bayu itu berjongkok, membaca tulisan yang Kylie tulis. Tatapannya berubah sendu saat tahu apa yang ingin Kylie katakan. Karena iba, Bayu membawa Kylie menuju pos nya, membedakannya selimut tebal dan juga teh hangat.
.........
"BRENGSEK!! KALIAN SEMUA GAK BECUS SIALAN!! KENAPA KALIAN TIDAK BISA MENJAGA SATU ANAK KECIL HA?! "
Aska, dokter muda itu mengamuk di dalam ruang rawat Kylie yang sudah kosong. Dia marah besar pada dua bawahannya yang ditugaskan menjaga Kylie lagi lagi kecolongan. Padahal dia sudah mewanti wanti nya, tapi hasilnya tetap sama.
Bugh
Bugh
Brak
CrackAska menghajar habis habisan kedua bawahannya. Setelahnya dia mendekat ke ranjang Kylie, dimana kalung berisi GPS yang dia berikan sebagai hadiah untuk Kylie sudah berada di atas bantal. Aska memungutnya, dan menyimpannya di saku jas.
"Cari Kai sampai ketemu jika kalian masih ingin kepala dan badan kalian masih tersambung. "
Kedua bawahannya langsung berdiri setelah tadi mendapat pukulan dari Aska lalu menunduk hormat. Mereka langsung pergi sebelum Aska kembali mengamuk.
...
Keluarga Christopher, lebih tepatnya nyonya Christopher dan putra sulungnya pagi pagi sekali mengunjungi rumah sakit. Ai sangat bersemangat ingin bertemu dengan bayinya, bahkan dia menyiapkan satu boneka berukuran cukup besar untuk diberikan pada Kylie.
Ai membuka pintu ruangan Kylie, dirinya dikejutkan dengan ruangan yang sudah sangat berantakan dan Aska yang saat ini tengah menangis di sebelah ranjang pesakitan.
Pikiran Ai sudah negatif, dia menjatuhkan boneka di tangannya dan mendekat pada Aska. Ai mengangkat wajah Aska agar menatap padanya. Perasaan Ai semakin tidak karuan saat mendapati mata Aska yang sudah sangat sembab. "Aska, dimana adikmu? Kenapa kau menangis? Katakan pada mommy, apa yang terjadi? "
Aska tidak menjawab, dia memeluk pinggang Ai dan menyembunyikan wajahnya di perut Ai. Tangisnya juga semakin kencang. Mau tak mau, Ai menahan rasa penasaran sekaligus khawatir nya dan memilih menenangkan Aska terlebih dahulu.
Lima menit berlalu, Aska sudah merasa lebih baik. Ai yang sudah sangat penasaran pun bertanya pada Aska tentang apa yang terjadi.
Aska pun menceritakan semuanya, tanpa ada yang dia tutupi, bahkan tentang fakta bahwa Kylie menderita skizofrenia. Karena itu dia menempatkan bawahannya untuk berjaga di depan ruangan Kylie. Dia masih belum tahu skizofrenia jenis apa yang Kylie derita, karena anak itu sama sekali tidak menunjukkan perilaku kayaknya penderita skizofrenia lainnya saat sedang bersama dia maupun Danish.
"Jadi, Kai? "
"Ini masih spekulasi, aku masih belum tahu semuanya. Bisa jadi Kai hanya mengalami halusinasi atau trauma. Aku baru saja ingin memeriksanya lebih jauh, tapi dia menghilang. "
"Apa kau sudah. Mengecek CCTV? "
"Sudah, dia keluar pukul 11 malam. Dan sampai sekarang dia belum kembali. "
Ai mengelus punggung Aska. Sebagai seorang ibu, Ai tahu apa yang dirasakan Aska saat ini. "Kamu tenang saja, daddy akan ikut mencari Kai. "
Aska hanya mengangguk lesu, tangannya memainkan kalung milik Kylie. Ai pun tak tinggal diam, dia mengelus punggung aska memberikan kekuatan. Ai sudah menganggap aska sebagai sulungnya, dia bahkan memaksa Aska untuk memanggilnya mommy. Meski awalnya Aska menolak, namun akhirnya dia luluh juga.
.Kamis, 07 Des 2023
To be continued
Hai hai, El balik nih. Kangen? Gak dong ya, kan baru kemarin update. Hehe.
Ah mood El masih kurang bagus nih. See u next time
KAMU SEDANG MEMBACA
Skizo Boy |Complete
Teen FictionKylie Zoe dulunya anak yang manja dan hidup dalam penuh kasih sayang. Namun nasibnya berubah 180° saat kakak sulungnya mengadopsi seorang anak yang usianya dua tahun lebih tua dari Kylie. Kekerasan yang dia dapatkan sejak berumur 7 tahun perlahan m...