25

5.2K 411 45
                                    

Kai bergetar ketakutan, dia terduduk lemas di lantai. Apa dirinya membuat kesalahan dan membuat mereka marah? Apa kedatangan mereka ingin menghukumnya lagi? Tanpa sadar air matanya mengalir begitu saja.

Menggeleng ribut seraya menyeret tubuhnya menjauh saat Kevino mendekatinya. Tidak, dia tidak ingin mendapat masalah baru. Dia tidak sekuat itu untuk menanggung semua beban seorang diri.

"Ma-af, tolong hentikan, jangan lagi, gak mau, Kai ga mau lagi hiks. "

"Kylie... "

Kai menepis kasar tangan Kevino yang hendak mengusap kepalanya. Bayangan serta rasa sakit dari jambakan di rambutnya masih membekas dan terasa menyakitkan. Kylie takut jika Kevino akan melakukan hal yang sama. Kedua tangan rapuh penuh luka itu menutupi kepalanya dengan masih terisak pelan.

"Jangan hiks jangan jambak lagi hiks sakit... Hiks maaf Kai hiks Kai salah hiks jangan luka lagi Kai mohon  hiks. "

"Kylie, dengarkan Nino dulu.. "

Kai tetap tidak mendengarkan. Dia bergerak gelisah berharap jika kehadiran Kevino hanyalah khayalan semata. Tanpa sadar, kuku panjangnya menggores pipi Kevino hingga berdarah. "Acth.."

Matanya meliar melihat sekitar. Tubuhnya juga bergetar akibat rasa traumanya yang menumpuk. Kai melihat pintu ruangan yang terbuka, memanfaatkan celah yang ada dan pergi radi sana.

Beberapa kali menabrak suster dan pasien lain, tapi Kai tidak menghentikan larinya. Dia takut kembali disiksa dan disembuhkan. Mati tertabrak mobil rasanya jauh lebih baik jika harus hidup selayaknya seekor anjing.

"K-kakak hiks Ka-Kai mau pulang hiks... Kenapa Kai harus terlahir bu hiks... "

Tungkainya terus berlari tanpa arah, mengabaikan orang orang yang menatapnya aneh. Kai masih mengenakan baju rumah sakit tanpa mengenakan alas kaki. Luka dan perbannya juga sangat mencolok, membuat banyak orang meringis melihatnya berlari.

.
.
.

Nafas Kai terengah, dirinya bersandar pada dinding bangunan tua yang cukup rapuh. Jika dilihat dari luar, tidak ada yang istimewa sari tempat ini. Hanya bangunan tua lapuk yang bisa roboh kapan saja.

Tungkainya melangkah masuk lebih dalam. Kawat serta besi sesekali menggores tubuh Kai, membuat baju yang dia kenakan robek di beberapa bagian dengan sedikit darah merembes. Kai tidak peduli, tujuannya saat ini hanya satu.

Tangan mungil Kai menyingkirkan batu batu besar yang menindih sebuah papan kayu. Selang beberapa lama batu itu berhasil dia singkirkan. Dengan sisa tenaga, Kai menyingkirkan papan yang menutup sebuah lubang. Senyumnya terbit begitu melihat apa yang ada di dalam sana.

"Kakak, maaf Kai lama. " ucapnya seraya tersenyum manis.

Tulang belulang tersusun rapi di sana. Dan aku yakin kalian mengenali itu tulang siapa. Yap, itu tubuh Kylie kecil yang sudah menyatu dengan tanah, menyisakan tulang Dan tengkorak yang kini didekap oleh Kai.

Anak itu mengambil tengkorak kakaknya, memeluknya erat seakan jika dia lepas kakaknya itu akan pergi meninggalkan dirinya seorang diri.

"Kak, maafin Kai ya? Kai tau Kai salah, Kai iri sama kakak, kakak hidup nyaman sama keluarga angkat kakak, sementara Kai menderita di luar sana. "

"Kai tau, Kai memang tidak pernah terlahir. Tapi sekali ini saja, Kai minta kakak temenin Kai ya? Kai ajak kakak keliling taman, baru abis itu Kai bawa kakak pulang. "

Mendongak menatap langit langit bangunan yang ditumbuhi tanaman rambat. Kai tersenyum lebar kala mengingat dirinya akan segera pulang.

"Kai akan mengaku sama keluarga angkat kakak, Kai juga akan Terima kalo nanti kakak diambil mereka. Mereka ga akan mungkin nyiksa kakak, kakak kan udah tenang. Jadi nanti biar Kai Terima hukuman Kai. "

Skizo Boy |CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang