22

5.8K 439 30
                                    

Jadi, itu kisah lo? Tapi kenapa lo sekarang keliatan beda banget sama apa yang lo ceritain? "

Remaja itu menengok ke samping dimana Alvaro tengah bersandar di pembatas rooftop rumah sakit sambil menatap langit malam. Dia kembali menatap ke bawah sana, tepatnya pada puluhan mobil yang berlalu lalang. Posisinya yang duduk di pembatas rooftop dengan kedua kaki yang menjuntai ke bawah, salah sedikit saja dia pasti mati karena jatuh menghantam mobil yang ada di parkiran sana.

"Sudah ku katakan bukan, itu bukan kisahku, melainkan kisah Kylie."

Alvaro menatap aneh, remaja kecil itu tetap tersenyum seolah apa yang dia katakan bukan apa apa. "Maksud lo? Bukannya nama lo Kylie?"

Remaja itu menghela nafas lelah. Dia mendongak menatap langit yang kini mendung disertai gemuruh petir. "Aku Kai, bukan Kylie. Padahal dari awal aku sudah bilang bukan."

Alvaro diam tidak menjawab, ada gejolak aneh di hatinya saat remaja yang mengku bernama Kai itu mengenalkan namanya dengan nada tidak rela. Seolah dia tidak ingin mengakui jika namanya adalah Kai. Perlahan, rintik hujan mulai turun membasahi keduanya. Rasanya dingin, namun Kai tidak ada niatan untuk pergi. Lihat saja, Alvaro tu dah berteduh, sementara Kai masih setia di tempatnya.

"Kai, kita kembali, hujannya udah mulai lebat. "

Kai menengadahkan wajahnya membiarkan air hujan membasahi wajahnya yang hampir menangis. Larut dalam lamunan cukup lama seiring dengan tubuhnya yang mulai mendingin. "..... Ya. "

Kai turun dari pembatas rooftop, berjalan pelan menghampiri Alvaro yang menjulurkan tangannya di tempat teduh. Dia hampir sampai, namun karena air hujan, lantai yang menjadi pijakan licin dan itu membuat Kai terpeleset. "Akct"

"Kai?" Alvaro membelalak kaget, dia menghampiri Kai, hendak membantunya berdiri. Namun sial, Alvaro juga terpeleset dan kepalanya membentur pinggiran pot yang memang berada di dekat Kai jatuh. "Arghh"

Darah segar merembes dari pelipis Alvaro, membuat Kai bergetar ketakutan. Bukan, dia bukan takut pada darah, tapi pada kejadian yang selalu berkaitan dengan darah. "K-kak Al? Kening kamu berdarah. " ucapnya dengan nada bergetar.

"Awsshh eh Kai? Jangan nangis, gue gapapa, ini cuma luka kecil kok. " Alvaro hendak menenangkan Kai, namun dobrakan pintu rooftop membuat perhatian keduanya teralihkan.

"ALVARO! "

"Ayah? Bunda? "

Sepasang pasutri itu mendekat pada Alvaro. Tersirat jelas di wajah mereka jika keduanya khawatir. Apalagi wanita itu.

"Sayang? Kamu gapapa? Ini kenapa luka? Apa karena anak itu?"

"Bunda, tid-

"Tidak apa apa sayang, ayah akan menghukum anak itu. Kita kembali sekarang ya? "

"Bunda! "

"Diam Alvaro! "

Selepas kepergian Alvaro dan bundanya, kini tersisa Kai, ayah Alvaro, dan seorang dokter yang tak lain adalah Aska, berdiri di dekat pintu rooftop.

Plak

"Jangan dekati anak saya lagi! Kau hanya membawa pengaruh buruk! "

Kepala Kai tertoleh ke samping saking kerasnya tamparan itu. Bibir yang hampir sembuh pun kembali robek dan berdarah. Inilah yang membuatnya takut jika sudah ada darah, jika ada orang lain yang terluka di dekatnya, sudah dipastikan tubuhnya tidak akan lepas dari tamparan atau sejenisnya.

"Maafkan saya, saya akan menjaga jarak. Permisi. "

Kai berjalan menuju tangga, dia melewati Aska begitu saja, tanpa ada niat bicara sepatah katapun. Aska sendiri hanya diam, dia hanya melirik sekilas tubuh rapuh Kai. Setelahnya barulah dia masuk, kembali menuju ruangannya.

Skizo Boy |CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang