Kurentangkan kaki usai berlari lima kali mengelilingi lapangan basket ini. Sera di sebelahku sibuk mencari dinding untuk disandari. Angin sepoi-sepoi berhembus menyapa leherku yang berkeringat.
Separuh dari siswa di kelasku aktif bermain basket diteriknya siang ini, beberapa lagi hanya duduk bersandar seperti yang aku lakukan bersama Sera. Olahraga hari ini digabung bersama kelas sebelah, kami membagi lapangan itu agar tidak terjadi pertengkaran.
Aku berbagi minuman dengan Sera, memperhatikan Ogi bersama teman-temannya yang fokus merebut bola basket itu. Sebagian anak laki-laki dari kelas sebelah ikut bergabung bermain basket bersama.
"Kamu tau gak? Jae udah jarang ngabarin aku," lirih Sera menyandarkan kepalanya di bahuku.
"Lho? Perasaan kalian gak ada masalah?" tanyaku.
Sera memainkan jemariku, terasa hembusan napas beratnya mengenai kulit leherku. "Kami baik-baik aja, tapi gatau kenapa dia jarang banget on, terus juga kalau di chat itu balesnya beda, paham gak sih? Udah gak seseru dulu lagi," ucapnya cemberut.
"Apa dia bosan ya sama aku?"
"Sibuk mungkin? Jae udah kuliah, 'kan?" Aku mencoba menenangkan gadis itu.
"Dulu mau sesibuk apapun pasti dia ngabarin, kalau gak bisa bales chat dia kirim foto terus pakai pesan suara, sekarang... ahh, gak tau aku pusing," cetus Sera menjauhkan kepalanya dari bahuku.
Sekaranglah sifat yang paling aku benci dari diriku keluar, aku tidak tau harus merespon seperti apa curhatan temanku sendiri. Ingin memberi saran, tapi aku tidak tahu juga saran seperti apa yang dia perlukan. Aku takut saranku malah semakin memperburuk keadaan.
Alhasil, aku hanya menepuk punggungnya seraya tersenyum. Aku juga bingung, aku tidak mengerti laki-laki, tidak mempunyai teman laki-laki dan parahnya selama 18 tahun ini aku belum pernah berpacaran. Sementara, aku selalu menjadi tempat mengadu mereka yang berantakan dalam menjalankan hubungan. Ah, sialnya aku.
"Nanti pulang sekolah kita beli es krim, mau gak?" tawarku mencoba menghibur Sera.
Gadis itu mengangguk. Lalu, ia kembali sibuk dengan ponselnya yang belum juga terdapat notifikasi yang ia tunggu-tunggu muncul.
Ah, ayolah. Belum juga setengah jam aku dan Sera duduk di sini, anak-anak yang bermain basket tadi malah duduk di sebelahku. Memang terdapat jarak, namun tetap saja membuat aku tidak nyaman.
Tetapi, aku juga tidak tau mau pindah ke mana, seisi lapangan sudah penuh oleh para siswa yang masing-masing memiliki circle, tidak ada lagi tempat yang kosong. Hanya aku dan Sera yang benar-benar hanya duduk berdua.
"Kak!"
Aku menegakkan kepala. Namun, sepertinya panggilan itu bukan buat aku. Asal suara itu berasal dari cowok di sebelahku. Tapi, aku tidak mau meliriknya.
"Oi, Kak!"
"Yang pakai kacamata tebal."
Please, aku benci panggilan itu. Aku melirik ke arah Sera, berpura-pura seolah tidak mendengarkan.
Sialnya, cowok itu malah berjongkok di belakangku. Ia meneliti kacamataku, memperhatikan lensaku yang membuat pandangan yang ia lihat dari jarak jauh menjadi kecil. "Lho, kok jadi kecil. Tebal amat kacamata lo," ucapnya.
Aku tak meresponnya, hanya fokus pada ponsel Sera melihat postingan Kim Mingyu Seventeen. "Pinjam bentar dong, mau nyoba," celetuknya menepuk bahuku dengan ujung telunjuknya.
Aku menggeleng. Namun, tidak bersuara.
"Yaelah, berapa min lo sih? Gak berat apa? Sampai juling sipit kayak China gitu mata lo, yahahaha!" Asli, aku ingin menendang keparat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
I WILL LOVE YOU BETTER [END]
Teen Fiction"'Cause I loved you first, but someone will love you better." Gia kalang kabut ketika perempuan yang menjadi kekasih roleplayer-nya menelepon, bisa terbongkar penyamarannya dan akan dibenci Valency selamanya. Dengan tak tahu malu, Gia menarik lengan...