"Gia!"
"Gia, bangun, Nak!"
Bunda mengguncangkan badanku yang sedang mesranya memeluk bantal guling. Kukucek mataku yang masih berat untuk dibuka. "Iya."
Bunda melepaskan selimut yang membungkusku, menggeleng menatap rambutku yang berantakan dengan pakaian yang acak-acakan.
"Ogi di depan tuh."
Aku menguap. Kembali menatap bunda. "Apa?"
"Pacar kamu datang. Udah di depan."
"HAH?" Aku menatap bunda tak percaya. "Bohong!"
"Serius. Makanya jangan tidur terus, udah jam 10 juga." Bundaku berceloteh.
Aku menatap keadaanku yang seperti gembel sekarang ini. Ngapain sih dia ke sini tanpa memberi kabar? Bikin jantungan saja.
"Sana keluar, udah dari jam 8 tadi Ogi nungguin."
"MASA SIH?" Aku melotot pada bunda.
"Iya, makanya sana cuci muka. Buruan."
Bunda pergi begitu saja, aku yang kebingungan masih berusaha mencerna apa yang baru saja dikatakan bunda. Selanjutnya aku harus apa? Cuci muka saja? Haruskah mandi? Tapi mandiku lama sih.
Lebih dari lima menit aku hanya melamun, masih tak tahu harus melakukan apa. Sibuk menatap kamar mandi dan pakaianku yang berantakan ini.
"Gia!"
"Iya-iya ini keluar."
Aku memutuskan untuk mencuci muka dan menggosok gigi saja. Menyisir rambutku dan menyemprotkan sedikit parfum agar tidak terlalu jelas baru baru tidurnya, meski Ogi juga sudah tahu sih.
Kubuka pintu kamarku, namun aku tersadar melupakan kacamataku. Kembali aku memasuki kamar dan memasang kacamataku, barulah aku bisa melihat cowok itu sedang melamun di ruang tamu memainkan kucingku.
Kuhela napas panjang, akhirnya memberanikan diri untuk mendekati Ogi yang belum menyadari keberadaanku. Aku berdiri di sebelahnya dan menunggu hingga Ogi sendiri yang menoleh padaku.
Kucingku yang melihatku segera berlari ke arahku, aksinya itu membuat Ogi menoleh padaku. Cowok itu berdiri dan tersenyum lega nampaknya karena aku yang akhirnya bangun dari tidurku.
Ogi berjalan mendekatiku. "Selamat pagi, cantik."
Aku mengabaikannya, berjongkok memainkan kucingku yang tengah hamil muda itu. Lalu, membawanya ke gendonganku.
"Ngapain ke sini?" tanyaku meski tak melirik Ogi sedikitpun.
"Mau jalan-jalan gak? Gue ada tempat bagus," katanya.
"Ga deh," balasku.
"Gue jamin lo suka, tempatnya juga ga rame. Mau, ya?" tanyanya masih berusaha membujuk.
"Aku ngantuk, mau tidur. Kamu pulang aja."
"Please, kita selesain semuanya. Jangan kaya gini, Gia." Ogi mengambil kucing yang aku gendong dan menurunkannya kembali ke lantai. "Ya, sayang?"
Aku menggelengkan kepala. "Engga, Ogi. Aku males lagi mens, perut aku masih sakit. Gaada tenaga."
Ogi tak lagi membujukku, entahlah sepertinya ia lelah. Kantung matanya menghitam, bahkan bibirnya tidak secerah biasanya. Belum lagi kulitnya yang kulihat semakin kusam.
"Ogi tunggu sebentar gapapa, ya? Biar bunda mandiin dulu si mager satu ini." Bunda tiba-tiba datang dan menarikku untuk mengikutinya.
Sesampainya di kamarku, bunda menatapku jengkel. "Sana mandi, gak boleh kaya gitu. Dia udah nungguin dari tadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
I WILL LOVE YOU BETTER [END]
Teen Fiction"'Cause I loved you first, but someone will love you better." Gia kalang kabut ketika perempuan yang menjadi kekasih roleplayer-nya menelepon, bisa terbongkar penyamarannya dan akan dibenci Valency selamanya. Dengan tak tahu malu, Gia menarik lengan...