"Buruan, malah bengong."
Aku yang tersadar dari lamunan, berkedip beberapa kali menatap Ogi. "Kamu ngomong apa barusan?"
"Buruan, kenapa bengong?"
Aku menggeleng. "Bukan, sebelumnya."
"Ngapain mereka kesal, gausah peduliin." Aku menatap Ogi ragu, jelas sekali dia mengubah kalimatnya. "Ayo, keburu sore nanti ayah lo marah."
Akhirnya aku turun dari mobil, berjalan mengikuti Ogi untuk duduk di kursi yang tidak terlalu ramai di sana. Aku memastikan posisiku tertutup dari pintu masuk agar tidak ketahuan nanti oleh siapa saja yang mengenal Ogi.
"Kenapa kamu gak mau latihan hari ini? 'Kan acaranya tinggal beberapa hari lagi," tanyaku penasaran.
Ogi menuangkan air minum untukku. "Udah sering juga latihan, bolos sekali doang gapapa lah," balasnya, lalu meneguk air mineral yang baru ia tuangkan untuk dirinya.
"Terus kamu enak-enak di sini, sementara yang lain latihan tanpa kamu gitu?"
"Ya iya, biarin aja. Biar mandiri," lanjutnya seraya menopang dagu membalas setiap kataku.
"Jadi, kamu udah izin buat gak latihan hari ini ke teman-teman kamu?" Entah kenapa aku tiba-tiba jadi mengintrogasi seperti ini.
"Udah, Giaa."
Aku melirik Ogi ragu. Memberanikan diri untuk menatap matanya yang bulat dan teduh itu. Namun, tiba-tiba ponselnya yang ada di atas meja berdering, Ogi mengangkat panggilan itu dan tau apa?
"LO DI MANA, HAH? UDAH GILA LO GAK NGABARIN HAMPIR SATU JAM, KAOGI?"
Aku melotot, sementara pelaku di depanku refleks menjauhkan telinganya dari ponsel. "Sorry, gue gak ikut hari ini. Besok gue traktir deh," balasnya.
"MATA LO TRAKTIR, KENAPA GAK BILANG DARITADI?"
"Ada problem tadi, urgent jadi gue duluan. Maaf, ya, Sayangku."
"NAJIS LO, SINI GUE PATAHIN JARI LO, ANJING!"
Tak habis-habisnya aku mengusap dada mendengar celotehan Johan dan Ghani dari balik ponsel itu. Masih ada lagi lanjutan, namun, Ogi mematikan panggilan itu lebih dulu.
Aku bersedekap dada menatap Ogi kesal. "Katanya udah izin," gerutuku.
"Hehe." Ogi menggaruk kepalanya, "Kayanya gue lupa deh, perasaan udah izin tadi," lanjutnya.
Malas sekali aku dengan tukang bohong seperti Ogi ini. Tapi, untungnya baksonya sudah sampai, jadi sedikit mengobati kesalku.
Aku hendak menuang saos sambal itu ke mangkukku, namun Ogi menahan lenganku. "Biar gue coba dulu," katanya.
Cowok itu menuangkan saos ke dalam bakso miliknya. Merasakan kuah kaldu yang merah itu dengan fokus. "Dikit aja, ini pedas buat lo."
Aku mengangguk, hanya memberi beberapa sendok saos ke dalam baksoku. Satu dua suapan berhasil aku telan, namun entah kenapa rasanya masih kurang, bahkan aku sudah menambah kecap, cuka dan saos yang cukup.
KAMU SEDANG MEMBACA
I WILL LOVE YOU BETTER [END]
Ficção Adolescente"'Cause I loved you first, but someone will love you better." Gia kalang kabut ketika perempuan yang menjadi kekasih roleplayer-nya menelepon, bisa terbongkar penyamarannya dan akan dibenci Valency selamanya. Dengan tak tahu malu, Gia menarik lengan...