Aku bosan hanya memegang ponsel sedaritadi, kelas hari ini selalu kosong karena semua sibuk untuk mempersiapkan acara esok. Aku yang tidak ikut ekstrakurikuler apapun serasa jadi pengangguran karena tidak tau harus mengerjakan apa, sementara yang lain tak henti-hentinya mondar-mandir kewalahan.
Sera baru saja menghabiskan mie pedasnya, aku sudah melarang gadis itu untuk berhenti karena dia gampang sekali jatuh sakit. Namun, ia tetap saja keras kepala mengatakan ini akan menjadi mie terakhirnya di bulan ini. Padahal aku yakin beberapa hari lagi dia akan membeli mie lagi.
"Teh manisnya satu, Tante." Sera memanggil tante Dona pemilik kedai di kantin ini.
Aku menggeleng, nafsu makannya yang besar berbeda sekali denganku yang makan sedikit saja bawaannya pengen buang air besar. "Aku yakin beberapa hari lagi kamu absen."
Sera tertawa canggung. "Hehehe, enggak kok. Doakan saja aku tetap sekolah, ya."
Lelah sudah aku memperingatinya. Tante Dona datang dengan segelas teh manis pesanan Sera. "Ara gak sibuk kayak yang lain? Semua pada pusing Tante liat sampai lupa makan."
Sera menggeleng seraya cengengesan membalas pertanyaan tante Dona. "Aku gak ikut ekskul, Tante."
"Ohh, yang sibuk anak ekskul toh. Tante kira OSIS semua kok banyak betul." Tante Dona kembali masuk ke dapur kantin, seraya terus berbincang dengan Sera yang sesekali tertawa mendengar ocehan wanita paruh baya itu.
Sedikit yang membuatku iri dengan gadis itu, meski pendiam seperti diriku tetapi ia mudah mengakrabkan diri dengan orang lain, hampir semua pemilik kantin tau namanya, selalu menyapanya juga beberapa guru muda yang selalu senang melihat Sera yang ceria.
Aku di sebelahnya serasa jadi bayangan, ketika yang lain bertanya padanya dan aku hanya diam mengamati karena entah kenapa aku tidak memiliki daya tarik yang membuat orang lain nyaman denganku.
Sera membalas semua pertanyaan tante Dona dengan senang dan gembira, ia juga sesekali terkekeh tak lupa ikut menambahkan beberapa kalimat agar tante Dona dapat melanjutkan topik pembicaraan. Aku ikut senang karena ia cepat beradaptasi seperti itu.
Bibirku melengkung tipis, andai mulutku dengan mudah mengucapkan banyak kalimat sehingga lawan bicaraku tidak merasa diabaikan. Aku bingung kenapa setiap orang mengajakku berbicara aku menjawab dengan 'iya', 'tidak', 'kurang tahu' atau bahkan hanya tersenyum kecil.
"Ratih! Sini-sini!" Sera melambaikan tangan memanggil sahabatnya yang berbeda kelas itu, mereka sudah bersahabat sejak SD yang tentu saja sudah sangat akrab selalu lengket ke mana-mana.
Aku tersenyum menyambut Ratih, gadis itu memiliki tahi lalat di hidungnya yang membuatnya tampak cantik. Ratih duduk di sebelah Sera meminta teh manis sahabatnya itu.
Mereka asyik membicarakan crush Ratih yang baru saja memasuki kantin, aku menyaksikan bagaimana gadis itu mulai tersipu malu dan pipinya memerah karena cowok dengan dasi acak-acakan itu tersenyum padanya.
Aku merasa asing di sini, tidak terlalu ikut campur dengan apa yang mereka bicarakan karena aku tahu itu bukan ranahku. Alhasil aku hanya mengamati dan sesekali memainkan ponsel karena bosan.
"Gia." Aku menoleh, Juan berdiri di sebelahku.
"Kenapa, Ju?"
"Ogi."
✦ ⋆✧⋆ ✦
Setelah berhasil masuk bersama dengan Juan yang menarikku, aku menemukan Ogi terbaring lemah di atas brankar. Di luar UKS diisi keramaian orang-orang yang penasaran dengan keadaan Ogi.
KAMU SEDANG MEMBACA
I WILL LOVE YOU BETTER [END]
Teen Fiction"'Cause I loved you first, but someone will love you better." Gia kalang kabut ketika perempuan yang menjadi kekasih roleplayer-nya menelepon, bisa terbongkar penyamarannya dan akan dibenci Valency selamanya. Dengan tak tahu malu, Gia menarik lengan...