"Kita ke mana?"
"Cari uang."
Aku menghadap Ogi bingung. "Maksudnya?"
Cowok itu terkekeh kecil. "Gue ada jadwal malam ini di cafe, lo nonton, ya."
Aku hanya mengangguk kecil walau belum sepenuhnya paham. Hingga kami berhenti di depan sebuah cafe yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya.
"Ayo!" ajak Ogi berjalan lebih dulu dengan aku yang mengikutinya dari belakang.
Kami duduk di bangku kosong yang berada di tengah. Mataku melirik sudut cafe yang mungkin saja bisa aku isi berdua dengan Ogi. "Ogi, kenapa di sini? Di sana kosong tuh," ucapku menunjuk objek yang aku tuju.
Mata Ogi mengikuti arahanku. Ia terkekeh seraya memegang tanganku dan memintaku untuk duduk di tempat yang ia pilih. "Udah, di sini aja."
Meski tak ada yang memperhatikan kami, tetap saja aku merasa tidak nyaman jika berada di pusat keramaian. Baru juga beberapa detik duduk, Ogi sudah berdiri lagi dan menyerahkan ponselnya padaku. "Gue nitip bentar, ya." Kemudian, cowok itu meninggalkanku yang kebingungan.
Rasanya canggung sekali aku duduk sendiri dan semua orang berlalu-lalang seolah tidak prihatin padaku yang panas dingin. Tetapi, aksi konyolku yang seperti kehilangan ibu itu berakhir tatkala Ogi dan juga anak-anak Skyler tampak memasuki panggung kecil di sudut cafe itu.
Mereka menyapa pelanggan dengan ekspresi begitu bahagia dan penuh semangat. Dengan gitar elektrik berwarna merah itu, Ogi tampak sangat berbeda. Ia semakin keren dan... tampan.
Aku yang termenung menatap ke arah cowok itu ternyata tertangkap basah, Ogi tersenyum miring menyadarkanku. Jantungku serasa jatuh berserakan ke lantai karena senyum tipisnya itu. Dasar jantung murahan!
Dengan jari bergetarku, kurapikan helaian anak rambutku dan menyelipkannya di belakang daun telinga. Hidungku rasanya gatal jika sedang salah tingkah seperti ini.
Semua pengunjung tampak fokus pada penampilan Skyler yang memuaskan. Suara merdu dari Ogi, Juan dan Johan menghidupkan suasana cafe. Ketika lagu berganti pada suasana yang sedih, semua menyalakan flash ponsel dan melambaikan perlahan menikmati musik yang dimainkan.
Saat serius seperti ini Ogi benar-benar membuatku terpaku padanya. Seolah semua yang ada di sebelahnya hanya bayangan hitam dan dirinya sendiri yang bercahaya, senyum sumringah dari bibirnya seakan bergerak perlahan dan rambutnya yang bergoyang-goyang menambah kesan ganteng di wajahnya. Astaga, sepertinya aku jatuh cinta.
Tatapan kami kembali bertabrakan, hanya sesepele itu membuat badanku memanas. Bahkan air liur yang mengalir di tenggorokanku rasanya tercekat karena adegan satu detik itu. Astaga, aku benar-benar malu.
Ogi, sialan.
✦ ⋆✧⋆ ✦
Leherku rasanya mau patah karena tidur terlalu lama di meja besi ini. Ogi sedari tadi tak usai dengan kegiatannya, baru juga duduk sudah ada lagi yang memanggilnya, entah pihak cafe, entah teman lama yang tak sengaja bersapa, entah untuk foto dengan penggemar dan lain sebagainya yang membuatku lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
I WILL LOVE YOU BETTER [END]
Teen Fiction"'Cause I loved you first, but someone will love you better." Gia kalang kabut ketika perempuan yang menjadi kekasih roleplayer-nya menelepon, bisa terbongkar penyamarannya dan akan dibenci Valency selamanya. Dengan tak tahu malu, Gia menarik lengan...