Ogi membuka mulutnya menerima suapan dari Johan. Setelah tertidur kurang lebih tiga jam, cowok itu merasa lebih baik. Sore sudah datang dengan sinar hangatnya menerobos melalui jendela persegi tempat di mana kami berada.
"Lo kalau belum baikan jadi penonton aja ya besok, Bro." Ghani datang setelah berganti pakaian di kamar mandi.
"Enteng amat lo ngomong, udah sejauh ini tiba-tiba lo suruh jadi penonton?" balas Ogi kurang suka.
"Ya bukan salah gue? Daripada lo kenapa-kenapa ntar, siapa yang repot?" Ghani bersedekap dada membalas perkataan Ogi.
Ogi terdiam. "Enggak, gue ikut besok."
"Tanggung jawab ke diri lo sendiri. Gue males tiba-tiba lo ambruk ntar," ucap Ghani sebelum akhirnya pamit karena ada panggilan mendadak.
Hanya tinggal aku, Ogi, Johan dan Juan di ruangan bernuansa putih ini. Deo sudah pamit ingin menjemput pacarnya, lalu Jevon entah hilang ke mana.
"Lo bisa bawa mobil, 'kan? Apa perlu gue anterin?" tawar Juan.
Ogi menggeleng. "Bisa, udah aman gue. Lebay deh lo pada," jawabnya seakan meyakinkan.
Melihat Ogi sudah bisa berjalan menuju pintu UKS tanpa adanya kesusahan, membuat dua cowok di sebelahku jadi lebih tenang. "Oke, gue duluan. Hati-hati lo bawa anak orang, gue duluan, ya, Gia." Johan dan Juan pamit usai melakukan fist bump denganku.
Aku dan Ogi berjalan beriringan di belakang Johan dan Juan, sudah aku larang cowok itu dan menawarkan agar tas miliknya aku saja yang membawakan. Namun, ia malah mengambil alih tasku dan menyandangnya, padahal yang sakit dia bukan aku.
Sebelum masuk ke mobil cowok itu, aku menahan baju Ogi. Cowok itu menoleh ke arahku dengan raut wajah bingung. "Beneran gapapa?" tanyaku ragu.
Tanganku yang berada di ujung lengan bajunya dibawa cowok itu untuk ia genggam. "Gapapa, Gia. Gue juga gak berani ajak anak orang kalau gue kesakitan."
Sedikit tenang dengan kalimatnya barusan, aku melepaskan tanganku yang dipegang cowok itu. Akhirnya, bokongku mendarat dengan nyaman di dalam mobil setelah daritadi hanya bosan berdiam diri di UKS mendengar kehebohan Johan dan antek-anteknya.
Ogi sudah duduk di sebelahku. Melajukan mobil meninggalkan pekarangan sekolah yang mulai sepi, hanya tersisa para anggota OSIS yang pastinya selalu sibuk jika ada acara seperti ini.
"Valency gimana? Aman?"
Aku mengerutkan kening kesal. "Khawatirin diri kamu sendiri, malah nanya-nanya orang lain."
"Gue gak ada khawatirin dia, Gia. Nanya, gue cuma nanya." Entah kenapa aku tidak suka di saat-saat seperti ini bisa-bisanya dia kepikiran Valency.
"Aman, mau teleponan? Kangen?"
Entah di bagian mana yang salah, Ogi tiba-tiba menepikan mobilnya dan berhenti. Ia menoleh kepadaku dengan tatapan bingung. "Lo PMS?"
Kok dia tau? Aku mengangguk. "Hm."
KAMU SEDANG MEMBACA
I WILL LOVE YOU BETTER [END]
Teen Fiction"'Cause I loved you first, but someone will love you better." Gia kalang kabut ketika perempuan yang menjadi kekasih roleplayer-nya menelepon, bisa terbongkar penyamarannya dan akan dibenci Valency selamanya. Dengan tak tahu malu, Gia menarik lengan...