46 - hug me

13 0 0
                                    

"Ogi?"

"Iya, sayang?"

Aku mendengus. Rasanya masih asing dengan panggilan itu meski hubunganku dengan Ogi sudah lebih dari seminggu.

Istirahat kali ini kami habiskan di dalam perpustakaan karena tugas yang semakin banyak, lalu ujian kelulusan yang sudah di depan mata membuatku tak ingin bermain-main lagi terutama meladeni tingkah Ogi yang semakin aneh setiap harinya.

"Kalau ini gimana rumusnya?"

Ogi mendekatiku dan mengambil buku fisika di depanku. Kali ini cowok itu mengenakan kacamatanya, membaca dengan fokus soal yang aku berikan.

"Dicari dulu jaraknya, lalu kecepatannya diganti satuannya." Ogi beralih menatapku yang mengerutkan dahi mendengar penjelasan darinya.

Kudengar Ogi terkekeh kecil. "Oke, gue jelasin."

Pulpen berwarna merah muda digenggaman Ogi bergoyang-goyang di kertas buram yang penuh dengan coretanku itu. Ogi menjelaskan dan menunjuk soal yang ia pindahkan angkanya ke kertasku, memastikan aku mengerti dengan penjelasannya dan menjeda sebentar hingga aku mengangguk paham barulah ia melanjutkan penjelasannya.

"Paham?" tanyanya kembali memperbaikinya letak kacamatanya yang turun.

Aku mengangguk. "Hm, makasih, Ogi."

"Cium dulu."

Kututup wajahnya dengan buku. Lalu, melanjutkan soal berikutnya yang masih banyak belum kuselesaikan. Sebenarnya pertanyaannya seputar materi itu saja, tetapi masalahnya setiap soal itu beda cara penyelesaiannya. Rumusnya pun beda, membuat otakku semakin mendidih saja.

Beberapa soal bisa kukerjakan jika menggunakan metode yang diajarkan Ogi. Namun, masih tersisa lima soal lagi yang masih bersih dari coretan seakan meledekku karena tak kunjung menemukan solusi untuk mencari jawabannya.

"Mau gue bantu?"

"Gak!" jawabku ketus.

"Yakin?" ledeknya.

"Yakin."

"Gak minta cium kok serius."

Aku menatap Ogi tajam. Ia sangat berbeda ketika kami dulu belum berpacaran, sangat laki, keren, macho, gak banyak omong, fokus dengan gitar ke mana-mana, suaranya berat dan cool. Berkebalikan sekali ketika sudah berpacaran denganku, setiap hari menempel ke mana pun, kalau bisa ke kamar mandi pun dia akan ikut jika tidak aku larang.

Omongannya pun tidak seirit dulu lagi, setiap saat menggoda dan membuatku kesal. Ketika lelah aku harus dan sangat wajib mengelus kepalanya hingga ia tertidur. Aku jadi heran, apa aku membawa pengaruh lebay dan manja ke hidupnya?

Di tengah kesalku, Ogi mengambil alih bukuku. Menyelesaikan lima soal yang membuat mentalku berantakan itu dalam waktu 10 menit. Kemudian, memberikan padaku kembali. "Coba pahamin, kalau gak ngerti nanti tanya gue."

Kubaca semua tulisan Ogi dengan fokus, anehnya meski cowok itu tidak menjelaskan padaku, tetapi aku bisa dengan mudah mengerti karena ia benar-benar menjabarkannya bahkan di bagian dasar sekalipun.

Aku membulatkan bibir dan mengangguk mengerti. Akhirnya tugasku selesai dan bisa tidur nyenyak malam ini. Biasanya jika aku malas berpikir aku lebih memilih menemukan jawabannya di google saja. Terkadang, satupun tak aku baca soalnya, langsung ketik di google saja dan aku salin. Sangat tidak patut dicontoh.

"Kamu nanti latihan lagi?" tanyaku pada Ogi yang masih menulis mengerjakan tugasnya.

"Hm." Cowok itu menaruh pulpennya. "Besok gue tampil, lo harus berdiri paling depan, ya."

I WILL LOVE YOU BETTER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang