BAB 19

37 8 15
                                    

Aster menggoreskan pensil di atas sketsa untuk terakhir kalinya dalam penyempurnaan bersama senyuman terbaiknya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aster menggoreskan pensil di atas sketsa untuk terakhir kalinya dalam penyempurnaan bersama senyuman terbaiknya.

Dulu, Aster pernah tersenyum kala Killian berdiri di dekat pohon maple silver. Desau angin memberikan pengalaman yang sama untuk menyaksikan daun-daun rimbun bersinar dalam pantulan matahari dan bergerak memperdengarkan gesekan ranting. Aster bersumpah, rumah kaca dalam sketsanya yang sempurna selalu mengimajinasikan sedang memiliki Killian di dalamnya untuk menonton keindahan sepanjang hari bersama aroma rempah dan aroma bunga anyelir yang selalu Killian kagumi seperti ketika ia datang.

Saat inilah Aster berhasil mewujudkan sketsa dari imajinasi dan inspirasi-inspirasi berkat Killian. Rumah kaca semegah istana di dalam kastil yang memiliki kaca besar dan tinggi. Hanya ada sedikit pilar dan beberapa sudut dengan kaca mozaik sehingga pelangi dapat bersanding. Aster mengimajinasikan senyuman lebar ayahnya terhadap ide sketsa yang mengagumkan, tetapi ia tidak memiliki kemampuan menebak seperti apa Killian berekspresi nantinya ketika mereka bertemu.

Aster memperhatikan atap yang melengkung dan tegas seperti bangunan istana. Atap berbentuk kubah dikhususkan untuk pohon-pohon besar. Tampak luar, rumah kaca itu menggambarkan istana dengan kaca sebagai dindingnya secara keseluruhan yang melambangkan transparansi, kejujuran, ketulusan, dan kejelasan dari banyak hal dan perasaan yang tidak bisa disembunyikan. Kelak tanaman-tanaman subur dan bunga-bunga indah akan nampak walau dari luar. Tidak ada keindahan yang ditutup-tutupi. Bagi Aster tampak seperti nyanyian kehidupan. Senyumannya tersungging ketika mendengar ketuk suara pintu, suara Max terdengar.

"Max? Kau datang?" Aster berdiri menyambut, memeluk. "Aku pikir masih tiga bulan lagi semestinya kau kembali—"

"Aku tidak punya banyak waktu, Aster." Maximilian hari itu untuk pertama kalinya bersorot penuh dan menyebabkan hati Aster gemetar. "Aku menyempatkan mendatangimu selagi ayahku menunggu di bandara. Hari ini kami pergi ke Italia, tidak akan kembali sampai tahun depan. Untuk terakhir kalinya, Aster, aku memintamu untuk ikut denganku."

Bagaimana kali ini harus mengartikan tawaran itu? Aster meredupkan senyuman bersama dahi yang berkerut. "Aku sudah mengatakannya, Max.... Bagaimana aku akan meninggalkan anak-anak di Summer Home? Ayahku? Kehidupanku ada di sini."

"Dengarkan aku." Maximillian melangkah lebih dekat, tangannya gemetar saat merengkuh wajah Aster. "Kau memiliki pilihan atas hidupmu. Bisnis atau anak-anak asuhmu dapat digantikan oleh orang lain, tetapi hanya kaulah yang dapat memilih kebahagiaanmu. Aku akan menunjukkan hal-hal yang tidak pernah kau temui atau kau rasakan. Aku akan mencari inspirasi bersamamu karena kau tidak perlu sendirian lagi. Tidak perlu menjadi gadis yang tegar saat bersamaku."

Aster memiliki pemahaman yang cukup untuk tawaran itu, seperti halnya dalam memberikan penolakan atas pilihan hidup yang tidak diinginkan dan diinginkan secara bersamaan. Dengan hati yang tak cukup tega ia menggeleng. "Hari ini aku sudah menyempurnakan ide proyekku. Sebentar lagi akan menjadi sempurna. Aku akan mempresentasikannya dalam pameran seni dan membuat semua orang terkagum. Ayah dan ibuku akan bangga, begitu juga dengan kau dan ibumu. Itulah pilihan-pilihan yang kumiliki, Max.... kau juga memiliki sejuta pilihan, dan itu bukan bersamaku...."

Hate with LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang