BAB 16

39 7 4
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Enak sekali!"

Rose berseru girang sekali sambil mengunyah kukis cokelat yang dibuat terampil oleh Aster. Poppy dan yang lain hanya menggumam nikmat, tidak berseru sepertinya karena terlalu sering memakan kukis itu walaupun tidak pernah bosan dengan enaknya, membuat Rose begitu iri karena dirinya tidak terbiasa dengan makanan lezat, khususnya camilan yang Aster buat.

"Tentu saja, kau pasti sangat menyukai cokelat." Aster tertawa, berhasil membuat Rose senang walaupun sebelumnya tidak ragu akan kegagalannya.

Jillian dan Charlotte menghabiskan dua keping, tetapi tidak lebih banyak daripada Iris yang selalu saja lapar dan memiliki nafsu makan besar dan hampir menghabiskan setengah isi toples. Dia membuat Lily mendelik kesal saling berebut.

"Tuan Edgar pasti senang sekali memiliki kukis Aster untuk sarapan, camilan, makan siang, dan makan malam—aku juga ingin, apakah kita bisa melakukannya, Jillian, Charlotte?" Poppy membulatkan mata dalam upaya merajuk sambil mengerucutkan bibir. Tingkah menggemaskan itu adalah senjata terbaiknya untuk selalu mendapatkan apa yang diinginkan karena tidak ada seorangpun yang dapat menolak.

Tentu Jillian tertawa alih-alih marah sambil menolak. Telunjuknya terarah kepada mainan makanan yang tercecer di lantai dapur. "Bukankah kita selalu menikmati kukis sambil minum teh saat sore hari di bawah pohon? Kukis itu bahkan tidak pernah habis."

Kemudian Charlotte dan anak-anak tertawa kencang untuk mempermalukan raut merajuk Poppy atas sindiran Jillian. Padahal, interaksi itu membuat Aster tersenyum bangga karena kukis cokelat buatannya membuat semua orang tersenyum lebar. Selanjutnya ketika mencuci loyang dan peralatan memasak, Aster tersenyum dalam hati memberi terima kasih untuk mendiang ibunya yang sudah memberikan warisan-warisan berharga.

"Kapan kau akan berbagi resep kukis cokelat ibumu?" Jillian menyikut pinggang Aster sambil membantunya mengeringkan peralatan memasak. "Kau menunjukkan kami cara membuatnya, tetapi kau sudah menghapal takaran resepnya—agar kami semua tidak tahu rahasiamu. Tidak adil."

"Hidup memang tidak adil, Jillian." Aster tertawa jenaka sambil menyimpan peralatan memasak di lemari.

Apa yang Aster katakan membuat Charlotte menghela napasnya. Wanita itu sedang membersihkan meja makan selagi mengawasi para gadis bermain dari kejauhan. Jillian mengernyit sebelum Aster duduk di salah satu kursi makan. Malam itu Charlotte lebih banyak terdiam, muram, hanya sesekali tertawa, dan tidak begitu menyenangkan seperti hari-hari yang lalu.

"Apa terjadi sesuatu, Charlotte? Saat kau lebih banyak diam, kau juga tertawa dengan cara yang aneh seolah kau terpaksa melakukannya." Aster mencoba tersenyum, diam-diam menghalau prasangka buruk terhadap apapun yang sedang Charlotte pikirkan selagi mengawasi anak-anak.

Barulah itu Charlotte berhenti membersihkan meja dan meletakkan kain lap begitu saja. Bagaimana dia membasahi bibirnya dan menatap Aster serta Jillian, adalah hal-hal yang membuat ruang makan terasa begitu familiar seperti peristiwa mengerikan dua tahun yang lalu dimulai satu persatu.

Hate with LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang