BAB 22

42 7 2
                                    

Kalimat hakim yang pernah membuat dunia Killian hancur dan raungan hati yang diwakilkan oleh tangisan ayahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalimat hakim yang pernah membuat dunia Killian hancur dan raungan hati yang diwakilkan oleh tangisan ayahnya. Hari ini itu semua lenyap untuk sejenak berkat jenis desau angin yang selalu Killian impikan. Ia ingin segera merebahkan diri di atas hamparan rumput sambil tertawa atas keadilan yang diimpikan. Pada saat keinginan itu dinyanyikan dalam hati, seorang pria melajukan truk membuat takut para hewan ternak dengan kap terbuka mengangkut kayu yang sudah dipotong.

"Sepertinya dia pemiliknya." Thomas menunjuk truk yang berwarna merah itu. "Sekarang aku setuju apabila kau tidak ingin pergi karena aku ingin menukar nasib dengannya—ku tidak keberatan mempelajari ilmu beternak."

Tawa Killian menggema bersama gesekan dahan dan daun. Tiba-tiba redup senyuman indah itu. Truk merah yang mengangkut kayu berhenti di tengah hamparan rumput dan mengeluarkan asap yang membuat hewan ternak menjerit terkejut. Kuda berlari pergi semakin jauh, pria yang mengemudikannya turun dengan kaki kiri yang pincang sambil mengeluh dan menepuk dahinya.

"Truknya mogok. Haruskah kita membantunya?" Thomas menatap Killian yang kemudian mengedikkan bahu sambil mengangguk.

Kaki Killian melangkahi pembatas kayu dan mendekat. Ketika menginjak rumput pendek yang tebal tanpa tanah berbecek dan aroma menyegarkan, ia benar-benar hampir menjatuhkan diri dan tertawa. Namun, ia tetap tenang dan menyunggingkan senyuman.

"Selamat Siang, Tuan, biarkan kami membantumu." Thomas mengulurkan tangannya.

"Oh. Sungguh?" Pemilik truk berpakaian bak seperti peternak dengan celemek abu-abu dan sepatu bot karet berwarna hitam. Keringatnya membanjiri pelipis dan rambut. "Truk ini lebih tua daripada aku. Biasanya aku selalu berhasil membuatnya berjalan."

Kap mobil lantas Killian buka dan memasukkan jarinya ke dalam mesin, memutar beberapa bagian, dan menyipitkan mata saat menemukan apa yang salah. Peristiwa itu membawakan memori lama kebiasaan memperbaiki mobilnya yang usang. Thomas menaiki kursi kemudi dan mencoba memutar kunci menghidupkan mesin. Sedangkan pemilik truk mendorong kendaraannya sekuat tenaga dengan bantuan Killian. Beberapa menit, mesin itu berhasil dihidupkan walau imbalannya kemeja putih Killian menjadi teramat kotor.

"Astaga, terima kasih, Tuan-tuan." Pemilik truk tertawa puas, mendekat dengan langkah pincang untuk menepuk bahu Killian dari debu. "Maaf tentang pakaianmu."

"Tidak masalah. Truk ini bukannya terjebak di lumpur—tidak ada lumpur di sini—tetapi mesinnya mulai usang." Kilian mengedikkan bahu, menepuk bahu pemilik truk sambil melirik potongan kayu di kap terbuka. "Apa kau sedang membangun sesuatu dengan kayu ini? Rumah?"

Pemilik truk menggeleng. "Aku baru saja menebang pohon untuk memperbaiki istal kuda yang atapnya semalam roboh karena angin kencang. Sudah waktunya."

"Ini semua adalah peternakanmu?" Thomas berkacak pinggang dan memperhatikan sekitar. Pandangannya tidak memiliki kemampuan untuk memperkirakan seberapa luas lahan itu. Sementara Killian diam-diam tersenyum antusias yang sama tentang menukar nasib ketika mendengar istal.

Hate with LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang