Hanya sedikit hati yang dapat memahami dengan betul apa hakikat hidup, termasuk di dalamnya tentang memahami keadilan. Bagaimana caranya didapatkan tak semudah memejamkan mata lalu merenung atau menghela napas panjang dan menarik senyuman. Namun, bagaimana caranya diperoleh menyakitkan, seperti bertubi-tubi mengusap wajah dari air mata dan menahan pedihnya kesaksian.
Pemandangan menyesakkan, Maximillian dapatkan dengan pijakan kaki dan tubuh yang membeku. Dari kejauhan ia memperhatikan gerakan tangan Aster mengusap dagunya dari tetesan air mata atau bahu yang berguncang sambil menatap lantai. Lorong rumah sakit khusus pasien dari kalangan penting yang rela membayar mahal tampak sepi. Aster dapat menangis sepuasnya walaupun ia ingin meraung sesuka hati.
Bentuk penghormatan Maximilian kepada Aster adalah penolakan cinta atas dasar hati dan persaudaraan. Tidak masalah, dirinya bahkan tidak berhak mempersoalkan atau merebut waktu Aster untuk menangis dengan menginterupsi. Gadis itu menangisi kondisi ayahnya yang semakin memburuk dan betapa kelabu hidupnya. Tidak sampai lama sebelum akhirnya mengangkat wajah, membuang tisu, dan duduk dengan tegak, Aster meraih laptopnya untuk bekerja dengan tanpa ekspresi.
"Kau bekerja di sini? Mengapa tidak di kafetaria atau di dalam ruangan ayahmu?" Maximillian tersenyum kecil pada kesungguhan Aster terhadap mimpinya.
Cukup lama menatap seperti tidak mempercayai kedatangan Maximillian, akhirnya Aster tersenyum dan bangkit untuk memeluk. "Selamat datang. Kau datang lama sekali, Max."
"Maaf." Maximillian memeluk erat dan mengusap sisa air mata Aster. Dia membisikkan seluruh kisah hatinya, berharap tersampaikan. "Apakah ayahmu membaik?"
Pertanyaan itulah yang sebelumnya membingkai hati Aster dan membuatnya menangis. Ia duduk dan menggeleng. "Ada pendonor yang ideal, hampir saja ayah mendapatkannya. Tapi kemudian dokter memberitahu bahwa ada pasien lain yang begitu membutuhkannya. Dia gadis perempuan sepertiku, Max. 'Kesempatan hidupnya jauh lebih panjang,' kata mereka. Oleh sebab itu, rumah sakit memilih gadis itu.... Dan ginjalku bukan ginjal yang ideal untuk ayahku."
Menyesakkan adalah ungkapan yang tepat ketika mendapatkan pemahaman tentang keadilan hidup bagaimanapun bentuknya. Ungkapan itu bersembunyi bersama senyuman walau sorot dalam Aster membuat Maximillian ingin merengkuhnya.
Maximilian menatap pintu ruangan Raegan yang tembus pandang. "Aku akan masuk dan melihat kondisi ayahmu. Setelah itu aku akan mengantarmu pulang karena penampilanmu cukup kacau. Kita bisa mampir ke panti asuhan karena sudah lama aku tak berkunjung."
Aster mengangguk. Kemudian pintu yang terbuka, memberikan Maximilian pemandangan yang lebih menyesakkan terhadap pemahaman ketidakadilan hidup keluarga Edgar. Terang saja Aster tersedu-sedu. Maximillian memahaminya. Kulit Raegan Edgar semakin keriput dan menguning karena ginjalnya tidak berfungsi dengan baik, kantung mata yang merosot semakin jelas, tangannya kurus tidak berdaya, berat badan yang menurun drastis, dan sudut mata menggelap akibat terbakar oleh air mata. Namun, kebijaksanaan dan kewibawaannya yang selalu tampak saat bekerja tidak pernah berkurang seiring kondisi kesehatannya. Sorot tajam itu hanya begitu sayu memandang langit-langit ruangan seperti langit kelabu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate with Love
Roman d'amourKillian membenci Aster dengan cinta. Siapa yang tahu bahwa manusia dapat melakukannya? Killian tanpa sadar melakukannya terhadap Aster. Bangga sekali ketika selama ini menatapnya dingin, membandingkan kehidupan mereka, dan mengacuhkan ketulusan Aste...