Tandi typo!
________________
Melihat Dewa yang menatap Nindy dengan lekat, membuat Niko langsung menendang kursi Dewa, hampir saja Dewa terjatuh jika tidak ada Willy yang menahan kursinya.
"Maksud lo apa?" ujar Dewa menatap Niko tajam.
"Cuma iseng," jawaban tak terduga Niko mampu membuat semuanya menatap heran.
"Tegang amat, oh ya nama si cantik ini siapa? Gue baru pertama kalinya lihat Neng cantik " ucap cowok dengan tag nama Vano Septiadi.
"Anindya Jihanala, panggil aja Nindy kak, gue murid baru kelas 11," ujar Nindy sembari tersenyum canggung.
"Kalau gue Vano Septiadi, panggil aja babang Vano, oke cantik!" sahut Vano tersenyum tengil ke arah Nindy.
"Kalian kenalan lah sama Nindy" lanjut Vano menatap teman-temannya yang sedari tadi hanya diam.
"Kenalin Gue Karren Septia Bramasta, panggil aja Karren," ujar Karren tersenyum manis menatap Nindy. Nindy yang melihat senyum Karren pun tertegun beberapa detik. Benar benar cantik.
Rambut hitam pekat bergelombang sepunggung, mata hitam yang tajam, hidung mancung, serta pipi tirus, dan jangan lupa kulitnya yang putih."Kalau gue Willy Bastian, panggil Willy aja."
"Nikola Viky Zenatta."
"Dewa Sky Pradikta."
"Kalau gue-,"
"Gue udah kenal lo kak," potong Nindy kepada Sagara. Sehingga membuat laki-laki itu terkekeh kecil.
Ada dua orang yang menatap tak suka ketika melihat interaksi Sagara sama Nindy.
"Habisin makanan lo, setelahnya baru boleh pergi," ucap Sagara menepuk kecil kepala Nindy dua kali.
Sedangkan Nindy yang diperlakukan begitu pun tertegun beberapa detik, dan setelahnya ia yang tersadar pun langsung memakan nasi goreng nya yang masih setengah dengan lahap.
Ia tak menghiraukan keadaan sekitar, karena yang ada dipikiran Nindy adalah pergi secepatnya dari sini, sehingga semangat menghabiskan makanan nya.Pipinya yang memang sudah berisi pun kini tambah mengembung persis bakpao.
Karren yang melihat teman-temannya sedari tadi memperhatikan Nindy pun, membuat dirinya meremas roknya dengan erat.
"Gue selesai, kalau gitu gue duluan ya kak" ucap Nindy tersenyum tipis pada kakak kelasnya, kemudian berdiri dan langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari yang lainnya.
Bukan tanpa sebab Nindy memanggil mereka kakak, karena memang semua tokoh novel berada di kelas 12, kecuali sang Protagonis wanita yang ada di kelas 11.
"Menggemaskan bukan," ujar Sagara menatap mereka semua dan setelahnya pergi juga meninggalkan para sahabatnya.
Niko menggeram tertahan, tangannya mengepal kuat, ada desiran tak suka ketika Sagara memuji gadis mungil tersebut. Ada rasa tak suka juga ketika mengetahui bahwa Sagara lebih dulu mengenal gadis itu.
Karren menoleh ke samping, matanya tak sengaja melihat kepalan tangan Niko yang kuat, bahkan otot otot nya terlihat jelas.
"Sebentar lagi Bell, sebaiknya kita ke kelas" ujar Karren yang langsung menggenggam tangan Niko dan membawanya pergi.
************
Semua hari memang tidak mungkin berjalan baik, begitupun yang dirasakan Nindy, bahwa hari ini cukup lelah menguras tenaganya.
Kini ia sekarang sedang menjaga toko bunga ibunya, sehabis pulang sekolah tadi.
Menatap toko yang sepi, Nindy merasa gabut, pemilik tubuh ini tidak mempunyai ponsel, sehingga ia tidak bisa bermain game atau sosial media untuk menghibur diri.
Menghela nafas pelan, ia menatap ke depan ketika mendengar suara motor berhenti tepat di depan tokonya.
Ia mengamati pria yang sedang membuka helm nya. Matanya melotot kaget ketika dirinya mengenal pria itu.
Buru-buru Nindy kedepan untuk menghampirinya.
"Kak Dewa!"
"Ada bunga Lily?" tanya Dewa to the point,
"Ada kak sebentar ya," ujar Nindy yang langsung mengambilkan bunga yang Dewa minta.
Mata dewa sedari tadi tak lepas menatap pergerakan Nindy mengambil bunga yang ia minta.
"Kalau itu buat cewek Kakak, bunga mawar seharusnya lebih baik," saran Nindy sembari menyerahkan bunga Lily tersebut.
"Sayangnya gue ngak punya cewek," ujarnya menanggapi ucapan gadis mungil didepannya ini, Dewa tak tau mengapa ada perasaan nyaman ketika melihat wajah kecil dengan pipi gembul itu.
"Terus buat siapa?"
"Nyokap gue."
"Berapa?" tanya Dewa.
"125 ribu aja kak," sahut Nindy. Dewa pun langsung mengeluarkan beberapa lembar uang merah.
"Sisanya buat lo semuanya," ujar dewa menyerahkan uang tersebut.
"Beneran kak?" tanya Nindy dengan mata berbinar ketika menghitung ada delapan lembar uang merahnya. Nindy tak akan bersikap sok gamau seperti kebanyakan orang-orang, karena nyatanya Nindy benar-benar butuh uang, ia berniat untuk mengumpulkan uang supaya bisa membeli ponsel.
Dewa yang melihat mata kecoklatan bulat berair itu berbinar pun terkekeh kecil, sungguh gadis didepannya ini sangat menggemaskan.
"Hmm." dehem dewa yang langsung menuju motornya.
"JANGAN LUPA MAMPIR LAGI KAK, TITIP SALAM BUAT IBUNYA!"
Dewa yang mendengar teriakkan Nindy pun terdiam sebentar.
Terkekeh miris, ia kemudian menoleh ke belakang, di lihatnya gadis mungil itu tersenyum lebar, dan dewa pun membalas dengan senyuman tipisnya.
Kalau bisa gue juga mau nitip salam buat bunda Gue.
*************
Motor dewa berhenti disebuah TPU kota J.
Ia pun kemudian berjalan menyusuri TPU tersebut, sekitar lima menit lebih, kakinya pun berhenti tepat di sebuah makam. Dengan nama Anggelina PradiktaMeletakan bunga Lily yang ia tadi beli di makam itu, kemudian ia menatap lekat ke sebuah objek di depannya ini.
"Hari ini Sky datang lagi, dan gak lupa bawain bunga kesukaan Bunda."
"Bunda pasti disana baik-baik saja kan?, Sky kangen bunda, hidup Sky sepi. Ayah sekarang menjadi orang yang gila kerja, dia tidak pernah ada waktu buat Sky."
"Tadi bunda dapet salam dari seorang gadis mungil, nama dia--,"
"Seperti nama Jihan kita, hanya saja tidak ada marga di belakangnya."
Menggelengkan kepalanya pelan ketika memikirkan hal yang belum pasti dan menurutnya konyol, Dewa kemudian menatap ke atas, dimana langit sudah mulai petang.
"Sky pamit pulang dulu ya, nanti sky bakal kesini lagi buat jenguk Bunda."
"Sky sayang Bunda." ujar dewa menatap sebentar pada makam itu, kemudian ia bangkit dan meninggalkan area pemakaman tersebut.
_______________________
KAMU SEDANG MEMBACA
Protagonist Girls [END]
FantasyMenceritakan tentang seorang gadis yatim piatu yang bernama Nindya Saputri, dengan sifatnya seperti bunglon yang bertransmigrasi ke sebuah novel. Disana ia berperan sebagai Protagonis yang jalan hidupnya selalu dimaki dan dibenci semua orang karna s...