Bab-15

7.4K 608 34
                                    

Vote dulu baru baca!
Tandai typo!

Konflik cerita mungkin lambat, jadi tenang aja hati kalian bakal aman dan nggak reong saat membaca.

Selamat memasuki fiksi!

_______

Saat ini Nindy sedang menunggu Dewa berbicara, tadi saat bell pulang sekolah tiba-tiba Dewa menemuinya dan menawarkan untuk mengantarkan dirinya pulang. Sebenarnya Nindy sudah menolak, tapi karena Dewa mengatakan ada hal penting yang dia mau bicarakan, akhirnya Nindy menyetujui, dan mereka kini sedang berada di taman dekat cafe tempat Nindy berkerja.

"Lo mau ngomong apa Kak?" tanya Nindy, karena sedari tadi Dewa masih belum berbicara sama sekali.

Mata Dewa masih menatap lekat Nindy, jantung dia sedari tadi berdetak kencang, tak lupa matanya sedari tadi memanas seperti menahan tangis, sebenarnya Dewa merasakan perasaan seperti ini sudah dari sejak bertemu gadis itu. Saat ini matanya tak sengaja menatap objek yang membuat ia langsung ingin mencari kebenarannya, kalung dengan tulisan Anggelina.

"Lo pake kalung siapa, tulisnya bukan nama lo, itu bukan milik Lo?" Nindy yang mendengar pertanyaan beruntun itu spontan memegang kalung yang ia pakai. Sebenarnya ia tidak mau memakainya, tapi ntah kenapa hatinya seakan-akan menyuruh dia untuk memakai kalung ini.

"Ini punya gue kak" jawab Nindy menatap heran Dewa, ada apa dengan kakak kelasnya ini? Mengapa menanyakan hal yang menurutnya tidak penting.

"Tapi gue baru lihat lo pakai kalung itu, kemarin-kemarin nggak?"

Nindy menghela nafas pelan, ia kemudian mengalihkan tatapannya ke arah lain, tanpa melihat Dewa lagi.

"Apa kakak inget saat nemenin gue waktu di rumah sakit? Sebelum Ibu meninggal, Ibu mengucapkan kalau gue itu bukan anak kandungnya dan tentang sebuah kotak hitam yang katanya milik gue."

Dewa masih terdiam menunggu Nindy meneruskan ucapannya.

"Setelah mendengar kabar itu, gue sebenarnya syok, tapi gue masih tidak mau memikirkan hal itu dulu, karena saat itu gue masih kehilangan Ibu. Tapi dua hari kemudian gue mulai bertanya-tanya, jika gue bukan anak kandung ibu, terus gue anak siapa?"

Nindy menjeda beberapa detik, ia menghela nafas dahulu. "Tapi ucapan Ibu di rumah sakit tentang kotak hitam itu membuat gue penasaran, gue akhirnya cari kotak itu dan ternyata isinya kalung ini, tapi gue bingung karena Ibu bilang kalau kalung ini milik gue, tapi kenapa tulisan kalung ini bukan nama gue."

"Gue pikir kalau sebenarnya Anggelina itu adalah nama gue, tapi pemikiran gue salah setelah melihat tak jauh dari tempat Ibu menyimpan kotak hitam itu ada sebuah baju anak perempuan sekisar usia 3 tahun bertulisan nama gue Anindya Jihanala P."

"Dan gue sekarang bingung kak, sebenarnya gue anak siapa? Dan maksud kalung ini juga gue nggak tahu, gue bingung sumpah," ujar Nindy dengan ekspresi kacau, memang semalaman Nindy memikirkan teka-teki itu, tapi ia sama sekali tidak paham dengan maksudnya.

Nindy menoleh kembali menatap Dewa, ia heran kenapa sedari tadi Dewa hanya diam, dan dapat ia lihat Dewa menangis tanpa mengeluarkan suara, itupun membuat Nindy terkejut.

"Kak lo nggak papa kan? Lo sedih denger cerita gue? Maaf kak, gue nggak sadar ternyata gue curhat tentang hidup gue" sesal Nindy merutuki mulutnya yang ember, kenapa bisa-bisanya curhat sama Dewa sih, dan apa hati Dewa memang selembut itu, mendengar ia cerita begitu saja langsung nangis. Padahal Nindy merasa biasa saja, hanya saja memang ia sempat merasa kehilangan ibunya, tapi ia sama sekali tidak mengasihi dirinya yang ternyata dibuang oleh orang tua kandungnya sendiri.

Protagonist Girls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang