Vote dulu!
Tandai typo!
____________Happy Reading💗
Sagara mencekal lengan Niko sehingga membuat laki-laki itu tersentak kaget dan langsung menoleh kebelakang menatap sang pelaku.
"Apa?" ujar Niko menatap Sagara heran.
"Lo keterlaluan!" kata Sagara menatap Niko datar.
Alis Niko mengernyit heran, ia tidak paham maksud temannya itu, "Maksud Lo apa."
"Lo kemarin kenapa tega ninggalin Nindy di tengah jalan, sepenting-pentingnya urusan lo saat itu tapi gak seharusnya lo ninggalin perempuan itu di tengah jalan yang sepi," ujar Sagara to the point. Ia benar-benar tak habis pikir dengan Niko, dirinya yang biasanya selalu tenang dalam menghadapi apapun kini seperti susah mengontrol emosinya.
Niko tersentak kaget mendengar itu, bagaimana Sagara bisa tau?
"Kalau dari awal lo emang gabisa nganter Nindy seharusnya lo jangan maksa buat nganter dia. Gue kecewa sama lo, brengsek!" lanjutnya membuat Niko terdiam mendengar penuturan temannya itu, ia tidak mengelak juga karena Niko sadar akan hal itu, bahwa dirinya memang salah.
Dia juga menyesal.
Bug
Keduanya sontak kaget ketika tiba-tiba ada yang memukul Niko, terlebih Niko yang kini sudah tersungkur akibat pukulan dari orang tersebut.
"Brengsek lo!" umpat Dewa, ia yang tadinya curiga melihat kepergian Niko dan sagara pun diam-diam mengikuti keduanya, dan ia kini malah mendengar percakapan yang sangat membuatnya marah. Berani sekali adiknya ditinggalkan di jalan yang sepi oleh temannya itu. Beruntung Nindy kemarin malam bertemu Sagara. Ntah jika tidak ada Sagara, ia tidak akan tau bagaimana nasib adiknya itu.
"Maaf" Niko hanya mampu mengucapkan kata itu, dan ia juga tidak berhak untuk membalas pukulan temannya.
"Cih, gue benar-benar nggak tau apa yang ada di otak lo itu! Maksud lo apa ninggalin adik gue di tengah jalan?"
"Gue terpaksa" ujar Niko lirih.
"Terpaksa tapi gak gitu juga bangsat!" sentak Dewa emosi.
Bug
Bug
Dewa yang geram dengan jawaban enteng Niko pun langsung memukul kembali Niko dengan membabi buta.
"Udah, Niko bisa mati!" Sagara menarik Dewa untuk menghentikan laki-laki itu, jika tidak di hentikan yang ada Niko benar-benar mati karena dari tadi Niko pasrah tanpa melakukan perlawanan.
"Itu sebagai balasan dari gue, dan setelah ini jangan harap lo bisa dekat dengan adik gue lagi. Gue gak sudi kalau Nindy di deketin sama lo!" ucap Dewa dengan nafas terengah sembari menatap tajam Niko yang sudah babak belur, setelahnya ia langsung pergi meninggalkan kedua orang itu.
Sagara menghela nafas pelan, ia kemudian menghampiri Niko untuk membantu temannya itu.
"Gue bisa sendiri!" Niko menyentak tangan Sagara yang mau membantunya, ia kemudian berdiri dan berlalu pergi dengan langkah yang tertatih-tatih.
"Keras kepala!" ujar Sagara melihat kepergian temannya itu.
*******
Karren menangis terisak di taman belakang sekolah, ia masih syok ketika melihat sifat Niko yang kini telah berubah kepadanya. Ia tak terima akan hal itu.
"Hiks hiks kenapa lo tega banget sama gue Nik," gumamnya dengan isak tangisnya.
"Bahkan bukan cuma lo, tapi semuanya juga udah berubah, udah kayak lupa sama gue hiks!" Karren mengingat teman-temannya yang dahulu selalu ada di sampingnya, bahkan setiap weekend mereka pasti akan selalu berkumpul di rumah Karren. Dan Karren juga sudah di anggap seperti adik bagi mereka, tapi kenapa semuanya seolah melupakan dirinya?
Bukan tanpa sebab Karren memikirkan itu, ia kemarin malam melihat insta story Willy dan Vano yang sedang berada di pasar malam dengan yang lainnya. Biasanya mereka jika pergi kemanapun pasti akan mengajak dirinya, tapi kemarin malam tidak. Yang lebih mengejutkan lagi bagi Karren adalah ada Nindy di tengah-tengah mereka, seakan itu seperti menggantikan posisinya.
"Ternyata seorang Karren sang primadona sekolah bisa juga nangis menyedihkan seperti ini ya?" kekeh seseorang yang tiba-tiba menghampiri Karren.
Karren menyeka air matanya kasar, ia kemudian menatap datar pada orang tersebut.
"Pergi!" usir Karren. Ia sedang tidak ingin di ganggu.
"Bagaimana rasanya diacuhkan oleh orang-orang yang dulunya selalu berpihak pada lo heh?" orang tersebut tidak mengindahkan usiran Karren, ia malah berkata seperti mengejek pada gadis itu.
Karren berdecak kasar, ia berdiri dan langsung menatap tajam orang tersebut.
"Bukan urusan lo!" desis Karren tak suka.
Mendengar itu, orang tersebut terkekeh. Ia menatap Karren tenang.
"Lo pasti nggak terima kan, semuanya berpaling sama gadis beasiswa itu?" tanya orang tersebut, yang membuat kening Karren mengerut.
"Nindy?" ujar Karren yang di angguki pelan orang itu.
"Bukanya lo itu--"
"Kalau gue jadi lo pasti akan menyingkirkan orang itu sih!" Karren menatap tak percaya orang tersebut, bukanya dia itu dekat dengan Nindy? Tapi kenapa berkata seperti itu.
Karren kemudian mengangguk paham, orang ini bermuka dua dan Karren pastikan bahwa orang ini ternyata tipe musuh dalam selimut Nindy, yang kapan saja bisa menusuk dari belakang.
"Bilang aja lo iri sama Nindy, dan mencoba untuk memanfaatkan gue buat nyingkirin gadis itu!" ujar Karren terkekeh. Ia jelas paham maksud dari orang itu.
"Ternyata lo cukup cerdas ya, gagal deh gue karena nggak bisa manfaatin lo!" mimik muka orang tersebut dibuat sedih. Beberapa detik kemudian langsung tersenyum manis. "Tapi gue nggak perduli, karena gue juga bisa nyingkirin gadis itu sendiri, atau kalau tidak gue bahkan bisa jadikan lo sebagai umpan dalangnya," lanjut orang tersebut.
Karren menatap tak percaya orang itu, ia menggeram kesal, bisa-bisanya dia sesantai itu dan mengatakan bahwa dirinya yang akan dijadikan dalang untuk menyingkirkan Nindy. Jika hal itu gagal artinya orang itu akan melempar kesalahannya pada Karren, dalam arti Karren akan dibuat menanggung kesalahan orang tersebut. Licik sekali.
"Lo pikir gue perduli, gue bisa aja aduin lo sama Nindy dan lainnya," sahut Karren mencoba tenang.
"Lo pikir Nindy bakal percaya sama perkataan orang yang baru kemarin mengancamnya, klarang dia buat gak deket sama Niko dan lainnya?" ucap orang tersebut seraya terkekeh melihat Karren yang sudah mengepalkan kedua tangannya erat. Tidak ada balasan dari Karren, ia pun kini kini memilih untuk pergi.
Karren mencoba menetralkan perasaan marahnya. Ia menatap tajam pada kepergian orang tersebut.
Sial
******
Niko menjalankan motornya dengan kencang, tak peduli kini walaupun badannya seperti remuk akibat ulah Dewa, matanya menyorot tajam di balik helm full-face nya.
Kenapa seperti ini jadinya? Ini juga sepenuhnya bukan salah dia. Bagaimana bisa Dewa mengatakan agar dia tidak dekat dengan Nindy lagi. Niko tidak bisa melakukan itu, ia akan tetap mendekati Nindy walaupun Dewa melarangnya.
Apakah ia tidak pantas bahagia? Sedari kecil Niko sudah di stir untuk berjalan seperti atas keinginan orang tuanya. Ia bahkan tidak bisa melakukan tindakan apapun kecuali mendapatkan persetujuan kedua orang tuanya.
Seperti dia yang selalu disuruh untuk menjaga Karren, itu juga bukan kemauan dia sendiri. Kedua orang tuanya lebih sayang kepada Karren daripada anaknya sendiri, sehingga Niko di tuntut untuk terus menjaga Karren. Pernah dulu waktu Smp Karren jatuh dari tangga sekolah, orang tuanya yang mendengar itu sangat marah lantaran menganggap Niko tak becus menjaga Karren, bahkan setelah dirumah Niko di pukuli bundanya dengan sapu sampai sekujur tubuhnya lebam dan berdarah.
Bundanya sangat menginginkan anak perempuan, tapi tuhan tidak mengabulkan. Sehingga dia sangat menyayangi Karren bahkan sudah menganggap seperti anaknya sendiri.
___________________
Tinggalkan komentar!
KAMU SEDANG MEMBACA
Protagonist Girls [END]
FantasyMenceritakan tentang seorang gadis yatim piatu yang bernama Nindya Saputri, dengan sifatnya seperti bunglon yang bertransmigrasi ke sebuah novel. Disana ia berperan sebagai Protagonis yang jalan hidupnya selalu dimaki dan dibenci semua orang karna s...