Bab 1.

4.3K 57 4
                                    

Selamat datang di cerita aku.
Jangan lupa tingalin komentar setelah membaca ya>>>

***

Liburan tengah semester telah selesai dua hari yang lalu. Kini saatnya kegiatan sekolah kembali dimulai.

Tak berbeda dengan siswa lainnya, pagi ini Zivanna Larasati atau biasa dipanggil Ziva juga sudah siap dengan seragam sekolahnya yang beratribut kan SMA Kencana Indah, salah satu sekolah terbaik di Jakarta.

Ziva baru kelas sepuluh dan beberapa bulan lagi usianya baru genap 17 tahun. Ziva merupakan anak tunggal. Ziva dikenal sebagai sosok cewek yang ceria, murah senyum, baik hati, pintar, dan mudah bersosialisasi dengan orang lain.

Kecuali satu orang yang baru-baru ini masuk kedalam kehidupan Ziva. Ziva sangat sulit atau mungkin tidak berani berinteraksi ataupun hanya sekedar mengajak berbicara.

Setelah mengunci pintu kamarnya, Ziva berjalan menuju meja makan yang tidak jauh dari kamarnya. Saat dirinya sudah tiba di sana, pandangannya tertuju pada cowok yang juga sudah rapi dengan seragam sekolahnya tengah menyantap makanannya dengan tenang. Tak lupa sebelah tangannya memainkan ponselnya, seakan tidak menghiraukan kehadiran Ziva disana.

Dan orang itu adalah orang yang sebisa mungkin Ziva hindari. Cowok dengan pesonanya yang dingin dan acuh kepada sekitarnya. Termasuk Ziva!!

"Pagi Kak." Sapa Ziva dengan suara pelan yang masih bisa didengar oleh sang lawan bicara.

Tetapi tidak ada balasan dari sapaan Ziva kepadanya. Melainkan hanya pandangan sekilas kepada Ziva dan kembali lagi pada ponselnya.

Sedangkan Ziva yang melihat itu hanya menghembuskan nafasnya pelan dan tersenyum kecil. Hal seperti ini sudah tidak asing bagi Ziva dan Ziva seakan sudah terbiasa akan hal itu.

Ziva duduk di kursi yang berhadapan dengan cowok itu dan mulai memakan sarapannya dengan keadaan tenang. Hari ini menu yang disajikan adalah nasi goreng dan telur mata sapi, seperti hari-hari biasanya.

"Makasih makanannya kak." Ujar Ziva lagi berusaha mengajak cowok di depannya ini berbicara untuk kedua kalinya.

"Hemm."

Ziva sungguh takjub dengan cowok itu dan rasanya ingin sekali melemparkannya ke planet Pluto. Bisakah cowok itu membalas ucapan Ziva dengan baik bukan hanya berdehem saja.

Tidak ingin merusak suasana hatinya yang masih pagi. Ziva tersenyum kecil dan mencoba mengabaikan cowok itu.

Keduanya makan dalam keadaan sunyi tanpa ada pembicaraan sepatah kata pun. Ziva dengan cepat menghabiskan makanannya karena tidak nyaman dengan suasana yang awkward ini. Dan tindakannya itu menimbulkan dirinya tersedak.

Saat Ziva ingin mengambil minum, tiba-tiba di depannya sudah ada gelas berisikan air yang diberikan cowok di depannya. Hal itu membuat Ziva sedikit bengong dengan tindakan tiba-tiba itu.

"Lo mau minum apa ngeliatin gue terus?" Suara bariton cowok itu langsung menyadarkan Ziva.

Lantas Ziva langsung meminum minumannya dengan perasaan tidak karuan. Dan setelah itu suasana kembali hening, keduanya kembali sarapan dengan keadaan sunyi.

Setelah beberapa menit berlalu, Ziva sudah selesai dengan kegiatan makannya, kemudian Ziva juga melihat jika cowok di depannya sudah selesai dengan sarapannya. Kemudian cowok itu berdiri dan mengambil tas yang sebelumnya ada disebelahnya.

Kemudian Ziva membereskan piring dan gelas yang ada di sana, termasuk punya cowok tadi. Saat dirinya ingin beranjak ke wastafel, suara bariton itu lagi-lagi menginterupsi Ziva.

"Gue tunggu di depan, berangkat sama gue." Ujarnya dingin.

"Eeh gak usah kak, aku bisa berangkat sendiri. Habis ini mau pesan ojek online juga." Ujarnya, sebab jarang sekali cowok itu mengajaknya berangkat sekolah bersama.

"Gue tunggu di mobil, jangan lama." Ujar Alvaro tidak peduli dengan ucapan Ziva tadi.

"Tapi kak..."

Cowok dingin itu lantas meninggalkan Ziva yang masih terdiam di meja makan. Membuat Ziva lagi dan lagi harus menghembuskan nafasnya.

Ziva harus ekstra sabar menghadapi sikap cowok yang sudah tiga bulan ini hidup bersama dirinya di apartemen cowok itu. Sikap dingin dan acuh sudah menjadi makanan bagi Ziva. Dan hal yang paling membuat Ziva kesal adalah sikap cowok itu yang keras kepala dan seakan tidak mau dibantah.

Tapi apalah daya, Ziva harus menuruti keinginan cowok itu, yang sebagaimana sudah menjadi tanggung jawabnya. Selain itu, Ziva juga rasanya sulit sekali menolak apa yang cowok itu katakan, seakan dirinya tersihir oleh setiap kalimat yang terucap dari cowok itu. Entah karena hal itu berasal dari auranya atau dari wajah tampannya yang mampu membuat cewek di luaran sana langsung jatuh hati saat pertama kali melihatnya.

Seperti yang dikatakan tadi, Ziva dengan cepat membereskan meja makan dan mengambil tas sekolahnya, sebab tidak ingin membuat cowok itu menunggu terlalu lama.

***

Di dalam mobil.

Dalam perjalanan ke sekolah, baik Ziva dan cowok yang usianya berbeda dua tahun lebih tua dari Ziva itu sama-sama diam, tidak ada percakapan diantara keduanya.

Hal itu membuat Ziva merasa canggung sendiri, dirinya tidak berani melakukan apa-apa, walau hanya sekedar bermain dengan ponselnya. Alhasil Ziva hanya menatap ke samping jendela, melihat pemandangan sekitarnya.

"Nanti gak usah nungguin gue pulang. Gue ada rapat, pulangnya agak malam." Ujar cowok itu memulai percakapan.

Ziva langsung menatap cowok itu yang jika dilihat dari samping kadar ketampanannya semakin bertambah, sebab ciri khas cowok itu terletak dari mata dan hidung mancungnya yang menawan.

"Iya kak. Hemm... Kak, aku nanti pulang sekolah ijin mau ke rumah bunda, boleh?" Tanya Ziva dengan tidak yakin.

"Mau ngapain?" Cowok itu balik bertanya dan menatap Ziva dengan intens.

Ziva reflek mencengkram seat belt nya sedikit kencang, siapa yang tidak berdebar ditatap oleh mata cantik tetapi terkesan mengintimidasi itu.

"It.. itu.. kemarin bunda telepon Ziva, katanya kangen sama Ziva. Bunda juga mau ngajarin Ziva buat masak." Ziva mengatakan itu dengan suara pelan tanpa menatap sang lawan bicara.

"Pulang jangan malam-malam. Dan gue gak bisa jemput lo di rumah bunda."

"Iya nggak papa, kak. Nanti aku bisa pesen ojek online." Ujar Ziva merasa senang setelah mendapat izin.

Butuh waktu sekitar dua puluh menit bagi keduanya untuk tiba di sekolah. Tapi belum sampai di depan sekolah, tepatnya di pertigaan, Ziva menyuruh cowok tadi menghentikan mobilnya.

"Kenapa?" Tanya cowok itu bingung.

"Ziva turun disini aja kak. Takut ada yang lihat kalo sampai parkiran sekolah." Ujar Ziva.

Cowok itu mengangguk kecil menuruti apa yang Ziva minta.

"Hubungi gue kalo ke rumah bunda." Ujar cowok itu dengan nada datarnya. Dan dibalas anggukan kecil oleh Ziva.

Ziva melepaskan seat belt nya dan menatap ragu ke arah cowok itu. "Hemm makasih Kak." Ujarnya pelan dan setelah itu langsung keluar dari mobil setelah memastikan keadaan sekitarnya sepi.

Setelah Ziva turun, mobil itu langsung pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun, seperti biasanya.

Ziva menatap kepergian cowok itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Dirinya harus bersabar menghadapi sikap dingin seorang Alvaro Maheswara atau biasa dipanggil Alvaro. Yang tidak lain adalah suaminya. Ah lebih tepatnya suami rahasia Ziva.

Bersambung....

Pernikahan Rahasia Alvaro dan ZivaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang