Aya duduk menunggu pasiennya yang sedang melalukan tindakan echo di BHC dengan keberadaan Akmal di sebelahnya.
"Si Abam lagi deketin lo, Ya?"
Aya menggaruk tengkuknya lalu tersenyum canggung.
"Gak tau, Bang."
"Lah? Gak tau gimana?"
"Ya.. gue gak yakin sih, dia lagi deketin gue atau orangnya emang baik begitu."
"Kalo semisal dia emang deketin lo gimana?"
"Gak gimana-gimana sih, Bang. Emang harus gimana?" Aya malah balik bertanya, "Gue mah gak yakin orang-orang yang tajir kaya kalian deketin gue, Bang. Iya, kaliannya suka sama gue. Tapi kan belum tentu keluarga atau orang terdekat kalian bakal suka juga sama gue?"
"Emang ngapa gak bakalan suka dah? Orang lu cakep begini-"
"Bang, cakep doang mah gak bakal menutupi latar belakang seseorang." Aya memotong perkataan Akmal, "Gue tau, gue sadar, gue bukan dari keluarga terpandang dengan status sosial yang hebat. Jadi, ya menurut gue mah disukain orang yang lebih tinggi dari gue mendingan gue aja yang mundur dari sekarang."
Akmal tahu inti dari percakapan itu bahwa Aya kurang percaya diri.
"Gak ada salahnya buat nyoba kali, Ya."
"Iya, Bang."
"Kalo beneran tulus mah udah gak mandang harta."
"Iya tau, Bang."
"Contohnya nyokap sama bokap gue tuh, bisa aja sama-sama sampe ada gue lagi nih."
Aya tertawa, ia lupa kalau ibunya Akmal juga seorang perawat sepertinya.
"Pokoknya yang percaya diri aja, Ya. Jadi perawat gak serendah itu sampe bikin lo ngerasa gak pantes dicintai." Akmal kemudian berdiri, "Udah ah gak enak suasananya ngapa jadi serius gini. Gue duluan, Ya. Itu pasien lo juga udah kelar kayanya."
"Iya, makasih ya Bang."
Akmal mengangguk lalu pergi dari hadapannya. Aya menatap kepergian Akmal dengan mengulas senyum pahit di wajahnya.
"Lo masih sama ya, Bang."
---
Time skip...
Kamis ini Aya libur dan memutuskan untuk pergi ke salah satu mall terdekat bersama Bian yang baru saja pulang dari bekerja.
"Lo mau beli apa, dek?"
"Entah. Gue mau lihat-lihat dulu sambil nginget apa yang gue butuhin."
Aya menggandeng tangan Bian sepanjang jalan. Setiap orang yang lewat pasti mengira mereka berpacaran, padahal sebenarnya saudara. Aya tiba-tiba berhenti di salah satu toko tas.
"Bang, lo mau tas kerja, gak?"
"Hah? Gak usah lah, masih bagus punya gue."
"Apaan punya lo udah buluk begitu. Ayo ah gue beliin deh."
"Kaga-kaga ngapain sih lo? Tar gue beli sendiri kalo udah butuh banget. Dah ayok!" Bian menarik Aya untuk menjauh dari toko tersebut.
"Bang, beliin Mama roti dulu." Aya berhenti lagi di depan toko roti kesukaan Dahlia, "Lo mau, Bang?"
Bian mengangguk, "Beli yang kaya biasa aja."
"Oke."
Aya melepaskan gandengannya dengan Bian untuk memilih roti. Bian menunggunya di depan toko, sambil memainkan ponselnya. Tak lama Aya selesai dengan kegiatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay To Be A Nurse
FanfictionSemua orang punya impian masing-masing. Seperti aku dan impian hebatku jadi seorang perawat. Aya.