"Aya tar lu yang anterin Pak Ari ke graha ya? Ditinggal aja abis itu lu langsung makan siang, pas lu kelar baru jemput lagi. Oke?"
Aya mengangguk paham mendengar perintah dari kepala tim shift pagi. Maka disinilah ia sekarang bersama pasiennya menunggu antrian. Sebelum pergi makan siang, Aya telah menyampaikan pesan pada pasiennya untuk menunggunya dulu jika ternyata tindakan pasien selesai lebih dulu daripadanya.
Saat ia akan menuju ke kantin, tiba-tiba ia teringat hutangnya pada Abam.
"Traktir saya saat kamu luang."
Lantas ia memutar otaknya bagaimana caranya mendapatkan nomor telepon Abam. Ia pun menghubungi ruangannya untuk mengirimkan nomor Abam kepadanya.
Setelah mendapatkannya, ia langsung menelpon Abam untuk bertanya apakah laki-laki itu senggang di jam makan siang ini.
Tak menunggu lama, Abam mengangkat teleponnya.
"Halo?"
"Halo, dok. Ini saya Aya, hehe.."
Aya menjauhkan ponselnya begitu mendengar suara batuk di seberang sana.
"Oh iya.. Kenapa, Ay?"
"Gini, dok. Soal traktir waktu itu, mau saya bayar hari ini. Dokter ada waktu?"
"ADA LAH!" Abam terlalu semangat "Ekhem, maksudnya.. Saya ada waktu. Jadi mau makan siang dimana?"
"Di kantin, dok. Saya tunggu disana, ya. Soalnya saya dari graha, deket hehe.."
"Oke, semenit lagi saya sampe. Saya lari."
"Gak perlu buru-buru, dok-- Lah? Dimatiin?"
Aya tak terlalu memikirkannya, ia segera menuju ke kantin. Ia memesan untuknya dan Abam. Tak lupa ia membeli kopi di coffeeshop milik Akmal yang sekarang dijaga oleh Tanu bersama pegawai Akmal yang lain. Tanu berkata padanya untuk menunggu saja dan pesanannya akan diantar.
Aya kemudian mencari tempat duduk yang dekat dengan pendingin ruangan karena cuaca yang cukup terik itu. Tak lama ia melihat kedatangan Abam. Ia menaikkan satu tangannya lalu melambaikannya agar Abam dapat menemukannya.
Aya tersenyum begitu Abam melihatnya. Abam berjalan mendekat lalu menarik kursi yang berada diseberangnya.
Aya menyodorkan nampan berisi pesanan mereka ke hadapan Abam.
"Saya beliin chicken karage buat dokter, Abam. Semoga suka ya." Aya menggaruk tengkuknya, "Maaf gak tanya dulu, tapi ini beneran enak kok. Saya selalu beli ini buat makan siang."
Abam tersenyum. Baginya makanan apapun tak masalah asal dari Aya.
"Gak papa kok, Ay. Saya bisa makan apapun kalo makannya bareng kamu."
"Serius? Kalo saya ajak makan batu gimana?"
"Gak masalah."
Aya tertawa, "Udah ah ayo dimakan, dok."
Masih dengan senyum yang terpatri di wajahnya, Abam menyuap makanan tersebut ke dalam mulutnya. Begitu mengunyah, matanya langsung melotot dan menatap Aya dengan tatapan tak percaya.
"Enak?" tanya Aya.
"Enwak bangwet. Kenapwa-"
Lagi-lagi Aya tertawa akibat ulahnya.
"Kunyah dulu, dok."
"Oh, owkeh."
Ia menuruti perkataan Aya, setelah selesai ia kembali berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay To Be A Nurse
FanfictionSemua orang punya impian masing-masing. Seperti aku dan impian hebatku jadi seorang perawat. Aya.