Cuaca hari ini benar-benar panas walaupun sudah sore. Begitu pula dengan pekerjaan Aya yang sangat panas alias ia sangat kerepotan. Dimulai dari operan jaga hingga saat ini dirinya belum duduk walau sebentar, bahkan untuk meminum seteguk air pun ia tidak sempat. Ia bersama dengan dua rekan kerjanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Saat sedang melihat catatan pasien di komputer, ia dipanggil oleh Akmal. Ia bahkan tak tahu kapan laki-laki itu berkunjung ke ruangannya.
"Kenapa, Bang?" tanyanya pada Akmal.
"Gue barusan liat pasien gue di kamar sepuluh, terus ada pasien yang minta di cek temperatur tubuhnya. Udah gue cek ternyata 39." Jelas Akmal lalu mendudukkan diri di depan komputer yang dipakai oleh Aya tadi.
"Coba lo lihat dulu deh pasien siapa, mau gue resepin antipiretik takutnya bukan pasien pdl."
"Oke, pasiennya di bed berapa tadi Bang?"
"Di pojok. Gak hapal gue bed berapanya."
"Yaudah deh gue tanya aja satu-satu. Makasih ya, Bang."
Aya kemudian segera menuju ke kamar pasien. Begitu sampai ia bertanya perihal siapa yang mengeluh demam. Ternyata benar itu pasien penyakit dalam, lantas Aya meminta pasien tersebut menunggu sebentar karena ia harus melapor pada Akmal.
"Bener Bang pasien pdl itu. DPJP nya dr. Josh, pasien atas nama Pak Darto."
"Sip. Gue resepin PCT oral tapi k/p ya. Kalau demam aja dikasihnya."
Aya mengangguk, "Siap, Bang. Udah selesai kan ya? Mau gue telepon TPO nih biar cepet."
"Gas."
Aya berjalan menuju telepon ruangan untuk menelepon bagian farmasi. Ia sekalian memesankan terapi tambahan pasiennya yang lain. Begitu selesai, Aya kembali duduk di sebelah Akmal untuk meminjam komputer.
"Bang, ini tadi ada pasien rencana operasi konsul ke cor pulmo. Tolong sekalian ya."
"Operasinya kapan?"
"Besok sih--"
Ucapan Aya terpotong karena tiba-tiba datang seorang keluarga pasien yang marah padanya.
"Suster disini emang pada budeg atau gimana ya?"
Aya berdiri, "Maaf ada yang bisa saya bantu, Pak?"
Laki-laki itu menunjuk Aya tepat diwajahnya, "Kamu budeg, ya? Saya udah tiga kali bilang ke kamu kalo cairan infus ibu saya habis. Sengaja gak denger atau gimana?!"
"Bapak bener bilangnya ke saya? Soalnya dari tadi--"
"Udah deh. Mau saya laporin aja ini perawat ruang ini gak ada yang peduli sama pasien! Dimana tempat saya bisa komplain?!"
"Bentar dulu, Pak. Saya tanya baik-baik, Bapak bener bilangnya ke saya? Soalnya saya dari tadi gak ada ke area sana, mungkin Bapak bilangnya ke temen saya yang lain." Jelas Aya.
"Terus kenapa? Mau saya bilang ke kamu atau temen kamu kan sama aja perawat? Kenapa? Gak bisa ya cover pekerjaan temen kamu juga?"
"Bukan gitu, Pak.." Aya sebenarnya ingin membela diri, tapi ia sendiri sudah cukup lelah dan ia tahu meladeni keluarga pasien yang begini hanya menghabiskan tenaga. Hasil akhirnya, tetap ia yang salah.
"Yaudah saya minta maaf yang sebesar-besarnya ya, Pak. Sebentar lagi saya kesana buat ganti cairan infusnya. Mohon tunggu sebentar saya ambil dulu cairan infusnya."
"Gitu kek dari tadi. Cepet ya."
"Iya, Pak."
Laki-laki itu kembali ke kamar pasien. Aya berjalan lesu menuju ke ruang penyimpanan obat untuk mengambil cairannya. Sebelum pergi kesana, Akmal mencegat tangan Aya.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay To Be A Nurse
FanfictionSemua orang punya impian masing-masing. Seperti aku dan impian hebatku jadi seorang perawat. Aya.