Tok.. Tok.. Tok..
Suara ketokan pintu terdengar di telinga Aya yang sedang beristirahat di ruang perawat. Ia berdiri untuk membuka pintu dan menemukan pasiennya.
"Loh bapak kenapa.. Kok belom tidur?" Tanya Aya, dirinya melirik jam dinding yang menunjukkan angka dua.
"Laper, sus. Pengen makan sate."
"Tadi emang gak makan, Pak?" Aya menutup pintu, lalu menggiring pasien itu untuk kembali ke kamarnya, "Bukannya udah saya kasih tau kalo besok pagi bapak ada tindakan apa?"
"Operasi, sus."
"Nah.. Terus puasanya jam berapa saya bilang?"
"Jam 2 pagi."
"Tuh tau. Jadi gak boleh makan lagi ya, nanti operasinya batal kalo bapaknya gak nurut. Mau sehat, kan?"
"Tapi saya pengen banget, sus.."
"Iya nanti ya, kalo udah selesai semua tindakan terus makanannya gak dibatesin sama dokter pasti boleh. Oke?"
Pasien itu mengangguk lesu, "Suster doang ini yang mau ngeladenin keluhan saya, biasanya sama yang lain saya dimarahin."
"Gak ada yang gitu ah sama aja kita mah, Pak. Cuma nada bicara tiap orang kan beda-beda, jadi tergantung yang nangkep juga sih hehe..."
"Tapi ada atuh yang galak banget, saya lupa namanya."
Aya senyum, "Yaudah dimaafin ya pak kalo temen saya ada yang galak, nanti saya nasehatin." Ucapnya, "Sekarang bapak istirahat, besok pagi udah harus siap-siap ke ruang operasi soalnya."
"Iya, sus."
Aya membantu pasien tersebut berbaring, lalu menyelimutinya. Kemudian ia menutup lagi pintu kamar rawat inap pasien, lalu duduk di konter perawat untuk menyelesaikan tugasnya.
"Sendirian aja, neng."
Aya terkejut bukan main, ia sampai berdiri dari kursinya. Ia menoleh ke belakang dan mendapati seorang dokter bedah laki-laki berdiri di depan Nurse station.
"Kaget loh, dok. Tuhan.."
Laki-laki itu tertawa, "Sendirian aja, Ya? Pagi-pagi begini?" Tanyanya, "Eh peta pasien mana? Gua mau visit pasien gue bentar."
"Ada Pandu di dalem istirahat." Jawab Aya lalu memberikan peta pasien pada laki-laki bernama Vano, "Visit sekarang banget, dok? Penting gak? Kalo gak besok pagi ajalah, dok.. Pasien saya lagi istirahat kasihan dibangunin."
"Penting nih sayangnya. Gue bakal di gorok dr. Reza nih kalo sampe pasiennya besok gak tau pas ditanya."
Aya dan Vano memang akrab. Mereka mulai mengenal satu sama lain sejak Aya pertama kali menjadi pegawai di rumah sakit ini, maka tak heran jika Vano berperilaku sesantai itu dengan Aya. Beberapa kali Vano menyuruh Aya untuk berbicara layaknya teman, namun Aya merasa keberatan karena umur Vano yang jauh diatasnya.
"Huftt.. yaudah pelan-pelan ya banguninnya." Kata Aya yang direspon Vano dengan acungan jempolnya.
Vano kemudian berlalu menuju ke kamar pasien. Tersisalah Aya sendirian. Tak lama kemudian, Vano kembali dan mendudukkan diri di sebelah Aya.
"Masih jomblo gak sih lu?" Tanya Vano tiba-tiba.
"Pertanyaannya itu mulu deh."
"Serius gue, Ya. Temen gue ada yang naksir nih sama lo."
"Gak minat pacaran saya, dok. Gak dibolehin Mama."
Vano ketawa, "Yaudah, sama gue minat gak?"
"Kaga ah dokter cewenya banyak."
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay To Be A Nurse
FanfictionSemua orang punya impian masing-masing. Seperti aku dan impian hebatku jadi seorang perawat. Aya.