Kriingg.. Kring...
Sebuah kejadian langka, Aya memasang alarm pukul tujuh pagi di hari minggu. Biasanya gadis itu akan bangun saat tengah hari jika mendapatkan jadwal libur di hari minggu. Ia bangun hanya untuk makan lalu kembali tidur hingga sore, bangun lagi untuk mandi dan tidur kembali.
Kebiasaan yang luar biasa.
Ternyata dibalik itu semua, hari ini Abam akan mengajaknya ke sebuah acara. Entah 'acara' apa itu, ia pun masih belum mengetahui pasti. Maka ia akan bangun pagi untuk memilih pakaian yang akan ia pakai nanti sore.
Dipikiran Aya saat ini adalah pakaian kasual, karena tidak mungkin Abam mengajaknya ke tempat mewah dengan nuansa romantis karena mereka belum ada hubungan apa-apa. Tapi mengingat profesi Abam, ia mengubah pikirannya. Seorang dokter biasanya menghadiri acara formal, maka ia harus berpakaian yang formal juga agar tidak kontras dan berakhir malu ketika tiba disana.
Lantas ia mulai bergerak mengobrak-abrik isi lemarinya, mencari sebuah pakaian yang cukup elegan dan memancarkan sedikit pesonanya.
Sudah lima belas menit berlalu ia tak kunjung menemukan pakaian yang pas. Ia mulai merutuki dirinya yang terlalu menyukai kemeja oversize hingga tak terpikir untuk membeli gaun atau blazer. Tiba-tiba ia teringat akan gaun hitam selutut pemberian Bian tahun lalu. Gaun tersebut masih tergantung rapi dalam lemari.
"Dih untung inget, kalo kaga terpaksa ni potong gaji buat beli baju." ujarnya seraya memeluk dan mencium gaun tersebut beberapa kali.
Ia menaruh gaun tersebut di atas kasur, lalu beranjak keluar untuk ikut sarapan bersama Dahlia dan Bian. Melihat kedatangannya, Bian menarik mundur kursi dan mempersilahkannya untuk duduk disana.
"Libur lo?"
Aya mengangguk seraya mengambil sepotong roti, "Iya, tumben banget yak?"
"Hm. Ikut gue aja mau gak?"
"Kemana?"
"Ke tongkrongan biasa, ada Pandu juga ngikut."
"Kaga ah, gue udah ada acara tar sore."
"Dih? Janji sama siape tuh tumben banget?" tanya Bian.
"Ada lah sama orang pokoknya."
"Buset! Siape sih? Temen lu? Cowo?"
"Ih ada lah pokoknya! Kepo banget deh heran.." Aya merengut pada Bian.
Dahlia mencubit pelan lengan Bian yang berada di seberangnya, "Udah lu jangan nyap-nyap mulu, biarin kalo dia deket ama cowo biarin dah. Udah gede ini adek lu."
"Tetep bocil dia mah di mata abang."
Dahlia mendelik pada Bian, "Bocil mane sih Bian yang badannya setinggi tiang bendera gini hah?"
"Lah ada itu, si Aya." Jawab Bian lalu mendekat pada Aya dan berbisik, "Biarin lu kaga mau ngasih tau, tar gue tanya sama Akmal, Pandu, atau Cika."
"Ck, nyebelin lu!" seru Aya seraya menyikut Bian agar menjauh.
"Bian! Udahan gak gangguin adek lu?" tegur Dahlia.
"Iya Ma."
Bian masih menatap Aya dengan tatapan yang sulit diartikan, sedangkan Aya mencoba untuk tak terlihat resah di hadapan lelaki itu.
---
"Hadehh.. Mau sampe kapan lu bolak-balik begitu dah gue tanya?"
Saat ini Akmal tengah berada di kamar apartemen Abam sebab temannya itu memintanya memilihkan baju yang cocok untuk makan malam nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay To Be A Nurse
FanfictionSemua orang punya impian masing-masing. Seperti aku dan impian hebatku jadi seorang perawat. Aya.