Jam sudah menunjukkan pukul dua belas siang dan Abam sudah duduk manis di kursi kantin menunggu kedatangan sang kasih. Di waktunya yang cukup padat, ia rela meluangkan waktunya demi makan siang bersama Aya.
Tiga puluh menit berlalu, Aya belum juga menunjukkan batang hidungnya. Abam sampai melirik kesana kemari barangkali Aya sedang memesan makanan atau apa. Lama menunggu, akhirnya Abam beranjak untuk memesan minuman lalu kembali duduk di kursinya.
Satu jam berlalu, Abam masih menunggu. Sejak tadi Abam menghabiskan minumannya hingga tak bersisa. Ia melirik ponselnya yang banyak notifikasi pesan dan panggilan dari perawat di ruangan. Ia berniat untuk menghubungi Aya untuk menanyakan keberadaan gadis itu, tetapi Abam mengurungkan niatnya dan pergi meninggalkan kantin tanpa mengisi perutnya sama sekali.
Pikir Abam, apa artinya perut terisi penuh jika hatinya merasa kosong?
Sementara itu, Aya sedang merasa gusar. Ia mengingat bahwa siang ini ia memiliki janji bersama Abam tetapi ia harus menjadi asisten residen bedah untuk mengganti perban pasiennya. Perban yang harus diganti juga cukup banyak dan memakan waktu yang lama. Aya juga merasa tak enak untuk menyuruh temannya untuk menggantikannya yang bahkan memiliki tugas yang sama banyaknya dengan dirinya.
Ia hanya pasrah dan melakukan tugasnya. Hingga waktu menunjukkan jam satu siang, Aya bergegas pergi ke kantin dengan izin dari kepala ruangan. Ia berjalan dengan cepat karena takut Abam masih menunggunya disana. Ternyata, kantin sudah sepi. Bahkan kursi yang dikatakan oleh Abam pun telah memiliki penghuni.
Aya bernapas pasrah dan sangat merasa bersalah pada Abam. Ia langsung menghubungi Abam namun tak mendapatkan jawaban satupun. Ia pun memutuskan untuk kembali ke ruangannya.
---
Time skip
---
Keesokan harinya, ruangan Aya lagi-lagi mendapatkan pasien dengan DPJP dr. Mita. Saat ini Aya tengah mengikuti beliau dan mendengarkan semua order yang dikatakan oleh dokter muda wanita tersebut.
"Bisa kan, suster? Order saya gak bakal dilupain lagi, kan?"
Aya mengangguk, "Iya, dok. Saya pastiin gak bakal ngulangin kesalahan yang sama."
"Bagus kalo gitu." dr. Mita kemudian berbicara pada residennya, "Nanti di follow up ya. Oke, pasien saya di ruangan mana lagi?"
Seperginya dr. Mita dari ruangannya, Aya bernapas lega. Tubuhnya terasa lemas karena tadi ia merasa telah mengerahkan seluruh tenaganya untuk menghadapi dr. Mita. Baru akan mengisi catatan perkembangan pasien, tiba-tiba datang satu lagi DPJP ke ruangannya, dr. Didit.
Aya mengambil peta pasien dan mengikuti dr. Didit tersebut. Dari barisan paling belakang, Aya dapat melihat keberadaan Abam yang disamping dr. Didit. Laki-laki itu dengan cakap menjelaskan keadaan dan perkembangan pasien pada konsulennya, Aya diam-diam tersipu akan pesona Abam tersebut.
Setelah selesai, mereka kembali ke konter. Aya menyerahkan absensi visite DPJP pada dr. Didit.
Pria itu tersenyum, "Si cantik. Udah sarapan?"
"Udah dokter." Aya juga tersenyum tak kalah manis. Ia memang cukup akrab dengan dr. Didit.
"Mau ini gak? Tadi saya dikasih sama anak saya, saya lagi ngurangin yang manis-manis, jadi buat Aya aja. Mau ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Okay To Be A Nurse
FanfictionSemua orang punya impian masing-masing. Seperti aku dan impian hebatku jadi seorang perawat. Aya.