Bab 11

3.9K 88 1
                                    


Selamat membaca 🤗

Jangan lupa tekan vote!!!!








untuk sejenak Abi harus mengeluarkan Sarah dari pikiran, sejak semalam bayangan Sarah dengan perut buncit merintih seperti minta tolong menari-nari dipikirinya.

Adam mengoyang bahu putranya. "Kenapa melamun? Kalau sampai kamu gak lolos, mau gak mau, kamu harus kuliah dikampus pilihan ayah" ujar Adam mengingatkan kembali perjanjian mereka.

"Iya ayah" jawab Abi pasrah.

"Konsentrasi ya!" Bisik Shela menghibur putranya.






Abi sudah memasuki ruang ujian.

Setelah lembar soal dibagikan, dia langsung mengerjakan soal yang paling mudah.

Abi sangat bersyukur, karena hampir 90% dari soal adalah kisi-kisi yang
ia kerjakan selama persiapan ujian.

Beberapa saat sebelum waktu habis, Abi memeriksa kembali setiap jawaban, lalu menyerahkan lembar soal Kepada  pengawas ujian.

"Gimana lancar?" Tanya Adam setelah melihat anaknya keluar ruang ujian.

Abi mengganggukkan kepala. "Lumayan" jawabnya.

"Ayo! Kita cari makan dulu." Ajak Shela.

Adam membawa keluarganya kesalah satu restorant Jepang, makanan kesukaan istrinya.

"Bi, itu hotel diextend dulu." Perintah Adam pada anaknya yang masih makan.

Shela memelototi Adam. Dia tidak terima anaknya tidak dihargai, sekalipun itu oleh suaminya sendiri. "Biar aku yang extend" pungkas Shela, sembari merogoh handphone dari tas.

"Udah! Makan dulu aja." Imbuh Adam.

Shela memasukkan kembali handphonenya.
"Abi, ayo makan lagi sayang."

"Iya Bu." Jawab Abi.

Abi tau ayahnya kecewa, setelah memutuskan untuk melanjutkan kuliah di Indonesia, sang ayah kerap kali menunjukkan perangai tidak enak. Bahkan sempat memaksa Abi untuk tetap kuliah di Belanda. Beruntunglah dia memiliki ibu yang pengertian mau membujuk sang ayah untuk  memberi izin kuliah di dalam negeri.

"Bu, handphone Abi dong" ucapnya, meminta gawai yang dia titipkan selama ujian.

"Ini" Shela memberikan handphone Abimanyu.

"Handphone kenapa Dimatiin segala? Supaya apa?" Pungkas Adam.
Selama Abi diruang ujian Adam sengaja membuka gawai putranya itu. Tapi handphone itu dalam keadaan nonaktif. Setelah diaktifkan sama saja, telepon genggam itu diberikan pengaman berupa kata sandi.

"Kenapa sih!" Shela habis kesabaran. kelakuan Adam sudah diluar batas.

"Handphone itu privasi. Wajar kalau dikasih sandi. Lagian ngapain buka handphone orang." Lanjut Shela menyindir.



Sesampainya dihotel Abi langsung membuka gawai. Dia panik ada beberapa panggilan tak terjawab dari Sarah.

Abi langsung mendial nomor Sarah.

"Abi......" Suara lirih Sarah terdengar.

"Kenapa? Sarah kamu kenapa?" Tanya Abi, dia panik luar biasa.

"Aku udah dirumah sakit. Tapi kata dokter harus ada tanda tangan penanggung jawab untuk menindaklanjuti tindakan operasi." Suara Sarah terengah-engah.

Abi memijit kepala kasar, jantungnya berdebar sangat keras. "Sarah kamu baik-baik saja" lirih Abi.

"Hummmm" suara sangau dari Sarah.

"Sarah aku akan pulang, aku akan suruh Petra kesana." Pungkas Abi, langsung mematikan sambungan, lalu kembali mendial nomor Petra.

"Kenap Bi?" Tanya Petra dari seberang.

"Petra Pliss bantuan gua" ujar Abi.

"Ada apa?" Petra tak kalah panik, 'apa Abi dalam masalah' pikirnya.

Abi menarik nafas, dia tidak punya pilihan. "Gua percaya sama lu, jangan sampai yang lain tau. Sarah mau melahirkan di RS harapan jaya, tolong Lo kesana. Gua lagi dijakarta." Beber Abi.

"APA?" tanya Petra. Bukan karena tak mendengar informasi yang sampaikan Abi, tapi karena terlalu terkejut mendengar penuturan sahabatnya itu.

"Gua gak bisa cerita Sekarang, yang paling penting Lo harus cepat kesana, Sarah udah mau melahirkan, dan dokter gak akan melakukan operasi tanpa tanda tangan keluarga sebagai penanggung jawab. Lakukan itu untuk ku." Perintah Abi.

Petra paham. Dia langsung mematikan telepon, menyambar kunci, lalu bergegas ke RS harapan jaya.

Love And SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang