06. reseeding in the fields

281 45 4
                                    

"Wahh, Kakak dari Nuagesta? Katanya pemandangan di sana indah sekali. Benarkah itu?"

Di sela-sela acara makan siang mereka di ladang, dengan antusiasme tinggi para bocah bertanya kepada Jiwoong dan Zhang Hao tentang kerajaan tempat mereka tinggal.

Sembari menyuapkan makan siangnya yang berupa nasi dengan lauk tumis sayur pedas, Jiwoong menjelaskan. "Sangat indah. Dari rumahku bisa melihat pemandangan hutan yang kadang berkabut di pagi hari. Tapi di daerah tempat Zhang Hao tinggal pemandangannya jauh lebih indah lagi," katanya.

Atensi mereka beralih pada Zhang Hao. Pemilik elemen tumbuhan itu mengangguk membenarkan. "Rumahku berada di bagian lembah yang agak lebih ke atas. Jadi kita bisa melihat pemandangan indah berupa hutan  berselimut kabut berpadu dengan cahaya matahari yang terbit dari balik gunung. Bahkan di depan rumahku kadang juga ada kabut, lho," tuturnya.

"Kalau di Seagle beda lagi," sahut Matthew. Membenarkan letak topi jeraminya sebelum mengambil potongan mentimun untuk dimakan. "Paling mentok hanya pemandangan desa nelayan, pelabuhan, dan mercusuar."

Taerae lekas-lekas menyahutinya, "Hei, itu lebih bagus daripada Silvais. Mataku rasanya sakit setiap hari melihat dedaunan berwarna merah."

"Lho? Tapi itu memang ciri khasnya. Silvais kan, Silva Sanguis, Hutan Darah. Maklum bila dedaunan pohonnya berwarna merah," sambung Hanbin. Mengusap keringat di pelipisnya menggunakan punggung tangan kemudian melanjutkan, "Ya, kalau kau bosan di Silvais berkunjung saja ke Sinzinna. Banyak bunga Zinnia bermekaran di wilayah kami."

Seluruhnya tertawa canggung. Sungguh guyonan yang menyakitkan. Lantaran entah sampai kapan mereka akan menetap di pulau Eltriluxly. Sebab, bagi para guardian, kembali ke rumah seakan hanya sebuah angan-angan kosong belaka. Pun, jika suatu saat Nigreluna berhasil menemukan mereka, harapan untuk pulang kembali ke kerajaan masing-masing musnah. Maka dari itu, mereka sering menghindari topik soal kerajaan agar tidak bersedih hati.

"Atau kalian bisa berkunjung ke Norglaraland. Kami punya perkebunan buah yang luasnya bukan main. Hampir seluruh jenis buah ada di sana." eh, rupanya Gunwook masih saja menambahi.

Begitu pula dengan Gyuvin, sang kakak. "Di Norglaraland yang paling terkenal stroberinya, lho. Kalau suatu saat kita diberi kesempatan untuk keluar dari pulau ini, kalian harus berkunjung ke sana."

Ricky si pangeran Norglaraland menghela napas panjang. "Jangan terlalu berharap. Kita bahkan belum tahu bagaimana nasib kita nanti saat harus berhadapan dengan Nigreluna," katanya.

Sementara para kakak asyik membicarakan kerajaan masing-masing, Yujin terdiam. Menunduk sembari memainkan ikan goreng pada piringnya. Kekhawatiran itu muncul lagi tatkala telinganya menangkap kata 'Nigreluna'. Membuat Yujin serta-merta teringat potret yang digantung pada dinding ruang kerja Hoetaek, serta memori menyakitkan yang harus dilaluinya saat menjadi tahanan kerajaan diktator itu.

Yujin terlalu larut dalam lamunan hingga lengannya disenggol oleh Zhang Hao. "Kau kenapa? Apakah merasa tidak nyaman karena kami menyebutkan nama Nigreluna?" tanyanya.

Tak mau membuat mereka curiga, Yujin mengulas senyum tipis seraya menggeleng. "Bukan, Kak. Saya sudah lama tidak makan ikan goreng, jadinya agak terkejut karena rasanya sangat lezat."

Beruntung mereka mengerti dan tak bertanya lebih jauh.

-------✨

Pembibitan kembali lahan setelah selesainya panen raya tak terlampau sulit. Para guardian memanfaatkan elemen mereka untuk melakukannya, yang tentu hanya elementer khusus saja. Yakni guardian elementer air, tanah, dan tumbuhan. Sisanya membantu penyemaian kembali serta pemupukan.

Elementer tanah memulai terlebih dahulu. Tujuh orang elementer tanah termasuk Gunwook berjongkok seraya meletakkan telapak tangan pada permukaan tanah. Tak sampai lima menit, tanah gembur tersebut mulai berlubang kecil-kecil sedalam 10 cm. Selanjutnya, elementer tumbuhan seperti Zhang Hao bersama 9 orang lainnya melakukan proses penanaman bibit. Saat penanaman telah diselesaikan, elementer tanah bergegas menutup kembali lubang yang telah terisi. Dan yang terakhir adalah penyiraman oleh sepuluh elementer air.

"Elementer cahaya, jangan lupa Mini Solis* -nya," peringat Hoetaek. Kebetulan dia baru muncul saat elementer tumbuhan menanam bibitnya tadi.

Cukup dua orang elementer cahaya sudah cukup untuk memunculkan banyak bola-bola cahaya yang akan menyala di malam hari demi membantu kelangsungan proses fotosintesis pada tanaman. Kedua elementer mengeluarkan kekuatan bola-bola cahaya mereka yang kemudian mengambang di atas tanaman, menyinari selayaknya matahari meskipun lebih redup.

Akan tetapi, alih-alih bercahaya, bola-bola tersebut padam. Berbarengan dengan gemuruh suara petir dari arah pesisir pantai. Seluruh warga yang berada di ladang kompak mendongak, menatap awan kelabu yang mulai menutupi awan putih di atasnya. Kemudian, angin kencang berhembus, membuat nyiur melambai-lambai dan daun-daun kering bertebaran.

"Pemimpin, apakah akan ada badai?" tanya Jiwoong.

"Sepertinya iya." Meskipun ragu, Hoetaek menganggap gemuruh suara petir ini memanglah pertanda datangnya badai. "Lebih baik kita segera pergi dari sini, takutnya ada yang tersambar petir."

Pada akhirnya, para warga pulang ke rumah susun, sementara Hoetaek kembali ke kediamannya dengan perasaan risau yang menggerogoti hati.

-----✨

"Bagaimana ini, Bi? Apinya tidak mau menyala." Jiwoong berkata sembari bergerak gusar. Agak kesal sebab berulang kali gagal menyalakan tungku api untuk memasak makan malam.

Bibi-bibi koki serentak terdiam. Salah satu dari mereka lantas menutup pintu dapur. "Pintunya sudah ku tutup, Nak. Sekarang coba nyalakan lagi."

Jiwoong menjentikkan jarinya untuk memunculkan api. Namun tetap saja, api tersebut padam sebelum berhasil menyentuh ujung potongan kayu dalam tungku.

"Coba lagi, Nak. Mungkin kau kurang fokus."

Dan setelah berkali-kali percobaan, nihil, api tak mau menyala. Para bibi gelisah. Tak biasanya elemen menjadi seperti ini. Setelah padamnya Mini Solis di ladang, apakah memunculkan percikan api juga tidak bisa dilakukan? Ada apa sebenarnya?

CTARR!

Suara petir menggelegar memekakkan telinga. Kemudian, samar-samar terdengar rintik hujan deras di atas genting dapur dan deru angin yang mengamuk di luar sana.

Sementara itu, di lorong rumah susun terjadi sebuah pertengkaran. Ada Gyuvin yang memeluk Gunwook yang memberontak. Sementara di ujung rumah susun, Taerae sedang menemani Matthew yang melihat suasana dari balik jendela.

"Jangan ceroboh, Gunwook! Di luar terlalu berbahaya!"

"Persetan dengan bahaya, Kak! Ibu belum kembali! Bagaimana jika beliau terjebak di ladang gandum!"

Postur tubuh keduanya yang hampir sama membuat Gyuvin kewalahan menahan Gunwook yang masih berontak, berteriak agar diizinkan keluar rumah susun untuk mencari ibu mereka.

"Tenangkan pikiranmu!" bentak Gyuvin. "Ibu pasti berteduh di bawah atap rumah dekat ladang gandum. Percaya pada Kakak!"

"Lepaskan aku, Kak!" pekik Gunwook. "Aku mau mencari Ibu!"

Taerae yang melihat perdebatan sengit antara bersaudara Park itu kemudian mengalihkan pandangan pada Matthew. "Kau tak khawatir pada Ibumu? Kenapa diam saja?"

"Apakah aku harus berteriak-teriak seperti Gunwook?" balas Matthew tanpa menoleh. Namun, raut wajahnya menyiratkan sebuah kekhawatiran. "Ibu pasti pulang. Tenang saja, aku akan berdoa, agar beliau dijauhkan dari marabahaya dan selamat sampai kembali ke rumah susun."

Kemudian, derap langkah yang terburu-buru dari arah bawah terdengar. Jiwoong muncul seraya berkata, "Elemen kita menghilang!"














-------✨

Maaf baru bisa update lagi, ideku ilang soalnya haha 🥲, dan semoga chapter ini enggak membosankan ya :')

Terima kasih buat kalian yang sudah memberi vote, selamat membaca! See you next chapter ~

*Mini Solis : matahari mini.

THE GUARDIANS : ROAD TO UTOPIA [ZB1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang