"Bukannya Anda yang berbohong?"
Perempatan imajiner muncul pada dahi Hoetaek begitu mendengar pertanyaan Yujin. "Apa maksudmu?"
Tawa kecil Yujin mengudara. "Bukan saya yang memberitahukan lokasi pulau Eltriluxly pada Nigreluna. Tapi Anda. Anda sengaja mengumpulkan guardian di pulau agar Kino dapat dengan mudah menangkap kami, kan?"
Alis Hoetaek saling bertaut. Kino? Siapa dia? Hoetaek tak merasa dirinya mengenal sosok manusia bernama Kino itu. "Jangan mengada-ada. Siapa Kino? Aku tidak mengenalnya jadi kau jangan sembarangan menuduh!" katanya berang.
"Anda sendiri menuduh saya, tapi saya tidak boleh menuduh Anda? Benar-benar licik."
Ingin rasanya seluruh orang di sana menggaruk kepala saking tidak paham dengan kata-kata yang saling dilontarkan oleh Hoetaek dan Yujin. Mereka berdua saling mencurigai satu sama lain, dan entah siapa yang benar kali ini.
Hoetaek mengangkat dagu angkuh. "Memangnya kau punya bukti kalau aku sengaja mengumpulkan guardian di Eltriluxly sebagai tahanan untuk Nigreluna? Kalau aku sengaja, pasti sudah dari lama aku menyerahkan mereka pada Nigreluna dan menerima uang banyak. Tapi, bahkan setelah usahaku membujuk raja Norglaraland agar memperbolehkan pulau Eltriluxly digunakan sebagai tempat suaka, dan apa yang ku lakukan selama ini, kau pikir aku adalah pengkhianatnya?" Dia menggelengkan kepala. "Aku tidak paham dengan jalan pikiranmu."
"Potret yang Anda pajang di ruang kerja, itu adalah buktinya. Potret pemuda yang mengenakan setelan jas rapi dan rambutnya hitam legam. Dia adalah Kino," papar Yujin. Balik menatap Hoetaek dengan sorot mata berani.
"Mana mungkin? Adikku sudah meninggal empat tahun lalu," sanggahnya.
Yujin mengangguk-angguk seraya memandang Hoetaek remeh. "Saya harap Anda tidak terkejut. Tapi, bolehkah saya bertanya apakah nama adik Anda Lee Hyunggu?"
Serta-merta, Hoetaek terperanjat. "Bagaimana kau tahu?"
Senyum miring Yujin terbit setelahnya. "Lee Hyunggu adalah Kino, dan dia jugalah yang menyiksa saya selama berada di Nigreluna. Jadi, bagaimana? Siapa pengkhianat sebenarnya di sini? Saya atau Anda?"
***
Sudah lima jam sejak mereka meninggalkan pulau Eltriluxly. Hoetaek kini terdiam lantaran kalah pendapat dengan Yujin. Tapi, sungguh, ia menolak percaya bahwa adiknya masih hidup. Hoetaek yakin dirinya menyaksikan Hyunggu tenggelam di laut Maruna setelah hari pernikahannya dengan sang istri yang kini ditahan Nigreluna. Hyunggu bunuh diri.
"Saya yakin Anda masih tidak percaya," celetuk Yujin tiba-tiba.
Semua orang di sana kembali mengalihkan atensi padanya.
Hoetaek menarik napas panjang. "Kalau belum melihat rupa aslinya, aku tidak akan percaya. Tapi, aku benar-benar tidak berafiliasi dengan Nigreluna. Aku bisa bersumpah jika kalian tidak percaya padaku," ungkapnya.
Suara pintu terbuka sontak membuat mereka semua menoleh. Sesosok pria bersetelan rapi muncul dikawal oleh dua orang lainnya. Namun, berbeda dari potret yang sempat dilihat Yujin di ruang kerja Hoetaek, rambut Kino dicat putih dengan ujung diwarnai biru tua.
"Kalian belum tidur?" tanyanya dingin. Lantas memasukkan kedua tangannya pada saku celana. Angin kencang terdengar berisik di luar sana, membuat kapal agak sedikit bergoyang. Kemudian, pandangannya beralih pada Hoetaek. "Lama tak bertemu, Kakak."
"Kenapa... Kau masih hidup?" tanya Hoetaek.
Hyunggu alias Kino tersenyum miring. "Kau berharap aku mati? Ah, tentu saja begitu, ya kan? Dalam hati kau pasti bersyukur atas berita kematianku empat tahun silam. Karena kau sedang berada dalam suasana bahagia."
Tak mungkin Hoetaek lupa apa yang terjadi empat tahun lalu. Hari itu adalah sebuah momen bahagia tak terlupakan, ia sukses mempersunting wanita non-elementer yang merupakan seorang bangsawan di Seagle. Hoetaek pikir, Hyunggu ikut berbahagia dengan pernikahannya. Namun, tatkala resepsi digelar pada sebuah kapal pesiar, Hyunggu nekat melompat dari dek kapal dan terjun ke laut. Jasadnya pun tak bisa ditemukan oleh petugas kepolisian, kemudian mereka menyatakan bahwa Hyunggu tewas. Makanya Hoetaek tidak semudah itu percaya pada perkataan Yujin. Dan sampai saat ini Hoetaek tidak mengerti apa alasan dibalik percobaan bunuh diri yang dilakukan adiknya itu.
"Aku tak pernah berharap kau mati, apalagi dengan cara mengakhiri hidup seperti itu," ungkapnya jujur. Matanya menatap tepat ke dalam iris jernih Hyunggu yang tampak memantulkan sinar asing. "Kau adalah satu-satunya saudaraku, Hyunggu. Aku menangis hampir tiap hari saat mendengar bahwa kau sudah tewas ---
"Berhenti!" Raut wajah Hyunggu menegang. Matanya berkilat marah. "Aku tak butuh alasan apapun darimu. Semua yang kau katakan adalah bualan, jadi jangan harap aku akan percaya!"
Mata Hoetaek memanas. Ia berkata dengan lirih, "Hyunggu, kenapa kau bicara seperti itu? Apa salahku padamu?"
"Salahmu padaku?" tanya Hyunggu balik. Rahang tegasnya kelihatan mengeras. Dia berjalan mendekati Hoetaek, lantas berjongkok seraya memiringkan kepala dekat dengan telinga sang kakak. Kemudian berbisik, "banyak. Salahmu tak terhingga. Bahkan kematianmu tak akan bisa menebus semua kesalahan itu."
Air mata Hoetaek jatuh. "Hyunggu, sungguh. Kakak tidak paham --- akh!"
Gigi Hyunggu bergemeletuk. Matanya melotot. Tangannya mencekik leher Hoetaek tanpa ampun. "Kau bukan Kakakku. Mulai saat ini, kau adalah seorang tahanan milik kerajaan Nigreluna. Jadi jangan coba-coba melawan." Kemudian dihempaskannya leher Hoetaek hingga pemimpin para guardian itu terbatuk-batuk, berupaya meraup oksigen untuk mengisi paru-parunya yang sempat berhenti bekerja akibat cekikan Hyunggu.
Kemudian, atensi Hyunggu beralih pada Yujin. "Kau juga, jangan coba-coba melawanku lagi. Atau kau akan menerima akibat yang lebih parah dari Sanguinis Oblatio."
***
Ada dua orang yang menangis dalam diam. Hoetaek dan Yujin. Bahkan dalam keadaan tangan terikat, mereka berdua mencoba menghapus air mata. Hanbin sendiri berusaha mendekat, menyediakan bahunya sebagai sandaran bagi Yujin. Ia tahu betul sang adik ketakutan, dan trauma akibat kekejaman Nigreluna pasti masih membekas dalam ingatannya.
Sementara itu, tak ada yang berani mendekati Hoetaek walau sekadar memberi kata-kata penenang. Mereka paham, Hoetaek pasti kecewa dan tidak percaya. Mungkin juga enggan menerima bahwa sang adik berubah menjadi sosok kejam nan bengis. Dan parahnya lagi menjadi bagian dari kerajaan diktator Nigreluna.
"Kira-kira, sekarang kita ada dimana?" celetuk Taerae memecah keheningan.
Matthew yang duduk di dekat jendela berusaha melongok. Baru setelahnya kembali ke posisi semula seperti sedang mengira-ngira. "Tujuh jam... Berarti kita hampir sampai di Sinzinna. Mungkin sekarang kita berada di ujung Seagle," tuturnya.
"Bagaimanapun caranya, kita harus kabur dari sini," sahut Jiwoong. Matanya bergulir kesana-kemari, mencari sesuatu yang kiranya dapat memutuskan tali yang mengikat mereka.
"Kak Jiwoong benar. Kita harus memikirkan cara. Kondisi Gunwook dan Ricky memburuk dan mereka harus segera mendapatkan perawatan," imbuh Zhang Hao sarat nada khawatir.
Karena sempat didorong hingga tersungkur, luka pada perut Gunwook kembali terbuka dan terus-menerus mengeluarkan darah. Sedangkan Ricky mengalami luka nyaris pada sekujur tubuh dengan jarum-jarum es yang masih menancap pada kulitnya.
"Tapi, kita akan kemana jika berhasil kabur?" tanya Hanbin.
Gyuvin lekas-lekas berkata, "Norglaraland. Jauh dari Nigreluna dan aku yakin mereka akan kesulitan menemukan kita."
----------------------✨
📝 [A/N]Halo-halo!
Maaf ya karena mungkin chapter ini lebih banyak dialognya. Jujur sebenarnya aku ragu mau munculin karakter villain ini kapan, dan akhirnya ku munculin di chapter ini :')
Selamat membaca dan see you next chapter!
Btw, maaf karena komen kalian enggak ku bales, habisnya bingung mau bales gimana @.@
KAMU SEDANG MEMBACA
THE GUARDIANS : ROAD TO UTOPIA [ZB1]
FantasiBelum pernah ada sejarahnya seorang guardian yang dibawa ke kerajaan utama Nigreluna kembali dalam keadaan selamat dan pulang ke pulau Eltriluxly. Namun, suatu ketika, kejadian aneh dan ajaib terjadi. Sesosok guardian tiba-tiba saja kembali ke Eltr...