19. story of escape

199 29 0
                                    

Dengan ramah, Xiaoting membawa sepupu beserta para guardian masuk ke dalam ruangan dalam istana. Lebih tepatnya, ke ruang makan. Si gadis bergegas menyuruh para pelayan menyediakan makanan, lantas mempersilakan mereka duduk pada kursi yang mengelilingi meja panjang dan besar berbahan marmer.

Sembari menunggu para koki memasak, Xiaoting melepas rindu bersama Ricky. Kembali memeluk erat sepupunya itu, bahkan menangis tersedu-sedu.

"Kak Xiaoting, kenapa kau terus-terusan menangis?" Mulanya Ricky hendak melepaskan pelukan mereka, namun, Xiaoting tambah mengeratkan pelukannya, membuat sang pangeran Norglaraland urung melakukan itu.

"Aku tidak mengira kau masih hidup, Quanrui. Hiks...," Air mata Xiaoting jatuh ke bahu Ricky. "Setelah melihat kematian Paman dan Bibi di depan mataku sendiri, aku mengira Nigreluna juga menangkap dan membunuhmu. Aku... Aku bersyukur sekali... Tidak sia-sia aku bertahan di sini...."

Terpaksa Ricky melepas pelukan mereka. Kedua tangannya memegangi bahu Xiaoting. "Aku butuh penjelasan, Kak Xiaoting. Kau mau menjelaskan apa yang terjadi di sini padaku?" tanyanya.

Meski sedikit terisak-isak, Xiaoting mencoba menguasai diri. Menarik napas dalam-dalam sembari mengusap sudut matanya dengan kasar. "Saat... Huh... Saat pengepungan Norglaraland, aku disembunyikan oleh Ayah di gua tempat tinggal Norgra bersama beberapa prajurit. Tapi tidak bertahan lama, karena khawatir terjadi sesuatu, aku nekat  keluar dari gua dan kembali ke istana," tuturnya. Menjeda perkataannya sejenak kemudian meneruskan, "aku melihat sendiri para tentara Nigreluna menyeret paksa Paman, Bibi, dan Ayahku yang bersimbah darah ke halaman istana. Dan kau tahu apa yang mereka lakukan?"

Ricky menggeleng.

"Ayah dan Ibumu, beserta Ayahku diikat pada pohon, kemudian tentara-tentara kurang ajar itu mengayunkan pedangnya pada tiap sisi tubuh mereka. Lalu... hiks... Nigreluna mengumpulkan darahnya." Xiaoting menutup wajah menggunakan kedua tangannya dan kembali menangis.

Mendengar penuturan Xiaoting, para guardian spontan merasa sedih. Kembali teringat orang tua serta sanak saudara mereka yang kini berada di Nigreluna. Bagaimana bila Kino langsung menghabisi mereka begitu tiba di sana?

Yujin menegang. Sebagai satu-satunya orang yang pernah mengalami Sanguinis Oblatio, ia paham bagaimana rasa sakit akibat disayat menggunakan pedang. Itu baru tangan yang dilukai. Jika seluruh tubuh, bukankah rasa sakit yang dirasakan berkali-kali lipat lebih sakit? Bahkan tanpa sadar Yujin bergumam, "Sanguinis Oblatio...."

"Hm? Apa katamu, Yujin?" tanya Hanbin yang tak sengaja mendengar gumaman adiknya.

"Ngomong-ngomong soal Sanguinis Oblatio, kau masih berhutang penjelasan pada kami, Yujin," sambar Gunwook tiba-tiba.

Adik Sung Hanbin itu spontan terkesiap. Tak menyangka bila Gunwook ikut mendengar gumaman yang keluar dari bibirnya. "Nanti, Kak Gunwook. Akan ku jelaskan nanti setelah makan malam," balasnya kemudian. Sebab, ia harus menyiapkan diri terlebih dahulu.

***

"Oh, jadi darah yang mereka kumpulkan itu untuk sebuah prosesi? Namanya apa tadi? Sanguis...?" Xiaoting memiringkan kepalanya.

Jadi, begini ceritanya.

Usai makan malam, mereka semua berkumpul di ruang bersantai istana yang lantainya dilapisi karpet bulu tebal dan pada tiap sudutnya diberi bantal bulu angsa yang empuk. Para guardian dan Xiaoting akan melakukan diskusi soal rencana kedepannya serta apa yang harus segera mereka lakukan.

"Sanguinis Oblatio, Kak," sahut Ricky jengkel.

Yujin menyambungnya, "Atau bisa disebut dengan upacara persembahan darah. Darah para guardian dikumpulkan pada tempayan, kemudian mereka menyerap energi dari elemen kita menggunakan sebuah bola kristal. Tapi sayangnya, setelah itu aku tidak tahu apa-apa lagi karena kepalaku dipukul. Aku pingsan. Dan saat terbangun, aku sudah kembali berada di penjara."

THE GUARDIANS : ROAD TO UTOPIA [ZB1]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang