Bab-6

10.5K 734 8
                                    

Tandai typo!
_________________

Semilir angin menerpa rambut kecoklatan Nindy yang kini sedang berbaring di salah satu sofa panjang yang ada di rooftop sekolah.


Baru lima hari ini ia sekolah di sini dengan modal beasiswa tapi sudah membuat Nindy merasa pusing tat kala ternyata sistem di sekolah ini tetap harus membayar walaupun tidak sebesar para murid lainnya yang mengunakkan jalur normal.

Sistem beasiswa tersebut hanya sekedar membantu bagi siswa siswi yang mempunyai IQ di atas rata-rata yang tidak mampu dalam membayar uang spp setiap bulannya, dan dalam artian membantu adalah dengan pengurangan jumlah nominal yang harus dibayar setiap bulannya.

Jika seharusnya membayar setiap bulan 10 juta, maka murid beasiswa hanya membayar 5 juta.
Masalahnya Nindy tau bahwa ibunya tidak mempunyai uang sebesar 5 juta itu. Dan terpaksa juga uang yang diberi Dewa waktu kemarin akan ia gunakan menyicil bayar SPP.

Dan bay bay ponsel.

Ia bahkan harus mencari tambahan lagi. Dia juga tak mungkin jika memberi tau ibunya itu, karena hasil dari toko bunga yang ibunya dapatkan saja hanya cukup untuk membeli makan sehari-hari dan uang saku Nindy naik angkot juga. Sehingga ia tak mau menambah beban pikiran ibunya, karena yang ia tau ibunya hanya mengetahui bahwa beasiswa yang Nindy dapatkan itu sudah bersih tidak menanggung biaya apapun lagi. Nindy mengetahui sistem sekolah ini saja baru tadi pagi waktu ia di panggil kepala sekolah untuk membicarakan hal itu.

Menghela nafas pelan, memikirkan hal itu sungguh membuat kepala Nindy menjadi pusing.

"Protagonis sialan, bisa bisanya gue yang harus menggantikan posisi semacam ini" dengus Nindy tak terima mengapa jiwanya yang harus terseret dalam tokoh protagonis sialan ini.

Mengapa juga dia tidak memasuki tokoh protagonis dalam novel lainnya, yang hidup penuh dengan kebahagiaan dan di sanjung semua orang.

Bukan seperti dirinya yang masuk ke tokoh protagonis miskin bukannya membuat prihatin dan menarik simpati orang-orang. Ia malah sebaliknya yaitu dihina, dicela dan direndahkan karena statusnya.

"Okayy Nindy, lo harus kuat dan jangan menyerah di dunia fiksi ini," ucapnya pelan setelah menarik nafas beberapa kali.

"ARGHHH TAPI GUE BENERAN CAPEK SIALAN, KENAPA HARUS GUE?" Teriak Nindy lantang yang sekarang ia sudah berdiri di pembatas rooftop.

Nyatanya sekuat ia mencoba meyakinkan dirinya semuanya pasti akan baik-baik saja dan dapat di atasi, tapi Nindy sungguh lelah dan tak terima, karena di kehidupan pertama nya saja ia yatim piatu dan sudah banting tulang sendiri. Tapi kenapa di kehidupan kedua kalinya ini dia juga harus berkerja mati-matian lagi. Kenapa rasanya tidak adil buat dirinya.

"Gila lo?" tiba-tiba terdengar suara laki-laki di sampingnya yang membuat Nindy terkejut.

Menoleh ke samping, mata Nindy menyipit kala matanya memperhatikan seorang laki-laki tampan berambut merah di sampingnya ini. bajunya yang di keluarkan dengan dasi juga yang malah di ikat di kepalanya. Tak lupa Juga rokok yang terselip di bibir tebal pria tersebut. Definisi Jamet sekolah, pikir Nindy.

"Menurut lo" acuh Nindy yang langsung menatap ke depan kembali.

"Gila," jawabnya santai tanpa beban yang membuat Nindy mendelik tajam dan kembali menoleh pada laki-laki di sampingnya ini.

Bugg

Tanpa aba-aba Nindy menonjok lengan pria itu dengan keras, lantaran kesal. Ia kira ngadem di rooftop bisa menenangkan pikirannya, namun tanpa sangka ia malah kedatangan cowok Jamet di sampingnya ini yang membuat dia tambah emosi.

"Dasar Jamet kudasi," ujar Nindy sebelum melangkahkan kakinya meninggalkan cowok itu, cowok yang tadinya masih merintih kesakitan akibat tonjokan Nindy pun kini malah melongo akibat ucapan Nindy yang mengatai dirinya Jamet.

"Gue Jamet?" Tanyanya pada diri sendiri.

_______________

"Lo bolos darimana tadi, bisa-bisa nya gue nggak di ajak!"

"Gak setia kawan lo"

Baru sampai kelas tepat waktu jam istirahat Nindy kini malah mendapat omelan dari satu-satunya temannya ini, siapa lagi kalau bukan Cleo yang marah akibat dirinya tidak mengajak dia untuk membolos jam pertama masuk.

"Rooftop," jawabnya pelan

"Lo banyak masalah ya, cerita sama gue aja siapa tau gue bisa bantu," ujar Cleo ketika menyadari wajah masam cewek mungil di sampingnya ini yang ia sudah anggap sebagai temannya, seperti mempunyai banyak beban pikiran.

"Gue enggak papa," sahut Nindy lesu yang langsung menelungkupkan kepalanya ke meja.

Menatap prihatin temannya ini yang tidak mau bercerita, Cleo tanpa aba aba langsung menarik tangan Nindy.

"Apa-apan si lo?" kesal Nindy tak terima

"Waktu istirahat masih tersisa 15 menit, ayo ke kantin. Gue tlaktir batagor."

Mendengar kata batagor membuat mata Nindy berbinar terang, apalagi kini batagor tersebut gratis. Di pikir-pikir mempunyai teman cerewet seperti Cleo tidak buruk juga.

"Nah kalau itu gas, ayo cepat!" tak sabaran Nindy yang langsung melepaskan tangannya dari Cleo, dan berjalan cepat mendahuluinya.

"Punya temen gini amat," lirih Cleo menatap cengo Nindy yang sudah berjalan dahulu meninggalkan dirinya.

**********

Dan kini mereka berdua telah berada di kantin dengan batagor yang sudah siap dimakan.
Nindy pun menatap berbinar pada batagornya itu, dan langsung melahapnya dengan nikmat.

Byurrr

"Batagor gue," lirihnya

Nindy menatap nanar batagornya yang sudah terkena tumpahan jus, padahal ia baru memakannya satu sendok. Mendongak kepalanya untuk menatap sang pelaku.

Mata Nindy menajam.

"Maksud lo apa kak gara," ujar Nindy berdiri menatap lekat Sagara yang menjadi biang kerok batagornya tergenang air jus.

"Sorry gue tadi ngak sengaja deh suwer!"

"Tadi ada orang yang dorong gue, dan akhirnya jus gue tumpah deh ke batagor lo, lihat kan kantin cukup ramai jadinya pada desak-desakan" ujar Sagara menjelaskan dengan raut wajah bersalah.

Memejamkan matanya beberapa detik untuk merendam emosinya, Nindy kemudian membuka matanya kembali dan menatap Sagara tersenyum tipis. Mata nindy juga tak sengaja menatap cowok di samping Sagara, Niko sang protagonis pria. Walaupun cuma beberapa detik karena Nindy mengalihkan tatapan itu terlebih dahulu.

"Iya enggak papa kak, kalau gitu gue pamit duluan! Ayoo Cleo" ucap Nindy yang langsung menarik tangan Cleo meninggalkan kantin tersebut.

'hari apes nyatanya memang tidak tercatat di kalender' batin Nindy prihatin pada dirinya sendiri.

Bersambung




Protagonist Girls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang