11. Let's break up

329 41 137
                                    

Yoongi tertidur di sofa. Sementara Jiya dengan malas menuju dapur, mencari obat yang Yoongi sediakan untuknya. Ah, sekarang dia sudah seperti orang gila, berjalan lunglai dengan rambut yang berantakan, selangkangannya perih ketika dibawa berjalan. Dengan terpaksa pun berat hati, Jiya menelan obat pahit tersebut, yang katanya bisa mencegah kehamilan.

Setelah menelan obat, Jiya terduduk di lantai. Lemari pendingin sebagai sandaran gadis itu kini.

Pikirannya melayang, teringat sesuatu yang sempat Namjoon katakan padanya. Pria Kim itu mengatakan, tak seharusnya Jiya memiliki hubungan pada pria seperti Yoongi. Tentu Jiya tidak mengerti apa maksudnya, dia tak paham mengapa Namjoon harus mengatakan itu padanya.

Kalau saja hanya karena Yoongi itu bukan manusia yang tergolong baik, bukankah semua manusia itu sama? Pasti ada sisi baik buruknya. Jiya memaklumi hal itu. Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Bahkan Bella Hadid sekalipun pasti punya kekurangan.

Masih ingin bertanya lebih dalam namun Namjoon berlalu begitu saja. Meninggalkan dirinya dengan sejuta tanya. Tidak lama kemudian, tahu-tahu di depan unit kontrakannya sudah ada keributan.

Jemari lentik Jiya meremat kuat rambutnya, kepalanya masih saja terasa pusing. Padahal tadi sudah berkeringat banyak, bukannya sembuh suhu tubuhnya malah semakin meninggi. Langkahnya tertatih-tatih menuju kamar, bermaksud akan membangunkan Yoongi. Dari ambang pintu, dapat ia lihat betapa bersinarnya sang kekasih hati terkena sinar matahari pagi yang menembus kaca pembatas balkon dan kamar.

Pria itu tampak nyenyak tidur dengan posisi sebelah lengan menutupi dahinya. Tapi maaf saja, Jiya harus membangunkan karena ada yang harus ia lakukan.

"Kak." Panggilan pertama belum ada sahutan dari sang pria.

Kini Jiya menyisir rambut-rambut halus milik Yoongi menggunakan jarinya sendiri sampai pria itu membuka mata dengan lucu. "Kak Yoongi."

Yoongi membuka mata, menangkap wajah pucat kekasih hati. Telapak tangannya meraba pipi gadisnya secara ringan, takut-takut kalau saja yang ada di hadapannya kini bukanlah Jiya, melainkan hantu yang sengaja ingin melecehkan tubuhnya.

Hangat, cenderung panas. Itu yang Yoongi rasakan, kecintaannya ini masih sakit ternyata. Harusnya menular ke Yoongi saja sakitnya, biarkan Jiya sehat. Dia tidak suka melihat Jiya lemah begini.

"Sudah minum obat, love?"

Prianya hanya mendapat gelengan lemah.

Tidak tega kalau sudah begini, Yoongi menyesal telah memarahi dan adu mulut pada kekasih hatinya itu. Lelaki macam apa Min Yoongi ini?

"Aku tidak menyimpan stok obat penurun demam. Apa kakak bisa membelikannya untukku?"

"Tentu aku mau, apapun untukmu." Yoongi mengecup ujung hidung Jiya, bangkit dari sofa dan akan bergegas pergi.

Sebelum punggung pria Min itu benar-benar menghilang dari balik pintu, ia menyempatkan diri untuk menoleh. Menatap Jiya dalam diam sampai lima detik, hingga yang ditatap begitu heran padanya.

"Ada yang kau inginkan lagi selain itu? Mungkin aku bisa sekalian membelinya."

"Mungkin, jeruk. Ya, aku ingin jeruk." Sejujurnya Jiya tidak begitu ingin. Tapi dengan ini, mungkin bisa memperlambat Yoongi pulang ke rumah.

Ada sesuatu hal yang harus dia kerjakan.

Seperginya Yoongi dari kediaman, Jiya mencari-cari jaket untuk menutupi tubuh kurusnya. Mengabaikan rasa sakit yang menerjang, tidak peduli kalau saat ini dia sedang dalam keadaan tidak sehat. Ia berencana keluar untuk menemui Namjoon, rasanya penasaran sekali. Masalah Namjoon dan kekasihnya, dibiarkan lama-lama malah semakin merambat kemana-mana. Jujur, sesungguhnya Jiya tidak terlalu peduli dengan urusan para lelaki matang itu. Hanya karena namanya sudah dibawa-bawa, dan hubungannya juga dibawa-bawa, maka mau mau tak mau Jiya harus mengorek info dari narasumbernya langsung.

Eyes on You  || Min Yoongi | SUDAH TERBIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang