14. Proof begins

264 43 151
                                    

Jiya sudah mengerahkan seluruh tenaga agar bisa sampai dengan cepat ke unit kediamannya. Dari coffee shop ia sudah setengah berlari menyusuri tiap jalan, otaknya tidak bisa bekerja dengan baik, kebingungan dan lelah bercampur jadi satu. Sebelum Jiya benar-benar melangkah menuju anak tangga rumah sewaannya, ia membungkuk dengan kedua tangan memegangi lutut sebagi pondasi. Rasanya ingin pingsan dan lelah luar biasa, tapi dia meyakini di atas sana sudah terjadi suatu hal yang tidak diinginkan olehnya.

Mengambil napas dalam-dalam, lalu Jiya menaiki tiap-tiap anak tangga secepat mungkin.

Dengan napas yang masih terus terengah-engah, sampai lah pada Jiya yang berada tepat di hadapan pintu kediaman. Hening sekali, seperti tidak ada keributan apa-apa. Semuanya senyap. Berpikir kembali, apakah Jiya sudah mendapat informasi yang salah?

Perlahan tapi pasti, Jiya memasukkan kode password untuk membuka pintu. Kedua manik cokelat Jiya langsung menatap lurus, tanpa menyadari juga bahwa ia telah menutup mulutnya yang terbuka dengan satu telapak tangannya. Dua bola matanya melebar, lekas Jiya berlari mendekati. Betapa terkejut bukan mainnya dia, di dalam sana sudah ada dua pria kesayangan dengan situasi dan keadaan mencekam.

Melihat sang Ayah duduk di sofa, meletakkan satu kaki di atas kaki yang lain, sementara Yoongi..

Yoongi terduduk di lantai, menghadap penuh sang Ayah bagai orang yang tengah menyesali perbuatan. Yang paling membuat Jiya takut, wajah Yoongi terdapat beberapa luka pukul. Sebelah pelipisnya pecah, Jiya dapat melihat jelas ketika Yoongi menoleh ke arahnya. "Hai, cantik. Sudah pulang?"

"Kak.. Ayah, ada apa ini?!" Hati Jiya tidak tenang, belum mengetahui berita yang nyata, tetapi ia seolah sudah tahu siapa pelaku kekerasan. Yang awalnya sedang menatap nanar ke arah Yoongi, kini cepat meminta penjelasan pada Ayah tercinta.

"Masuk kamar, cepat." Tuan Shin yang jarang berkata serius pada anak perempuannya, kini menjadi lebih garang. Untungnya masih bisa menahan emosi, menahan diri agar tidak membentak putrinya.

Ucapan pelan begitu saja rasanya sudah mampu menusuk hati Jiya, datar sekali. Permasalahannya pasti tidak main-main, ini tidak bisa dibiarkan, akan tetapi Jiya bukanlah tipe perempuan yang bisa berucap keras pada orang tuanya.

Dengan terpaksa ia masuk dalam kamar, dan mulai memasang indra pendengaran setajam mungkin dari dalam kamarnya.

"Aku menyesal telah mempercayai manusia sepertimu." Samar-samar suara Tuan Shin terdengar.

Jiya semakin merapatkan telinganya pada pintu kamar agar bisa mendengar lebih jelas.

"Sudah ku bilang, aku akan menanggungjawabkan-nya."

Jantung Jiya semakin berdetak tak karuan, percakapan itu membuat hatinya tenang. Ia dapat menyimpulkan bahwa sang Ayah sudah mengetahui mengenai hubungan macam apa yang sudah Jiya jalani bersama Yoongi. Ia menggigit bibir, mencari cara bagus apa agar bisa meredam emosi Ayah tercinta. Otaknya terlalu buntu saat ini.


BUGH! BUGH!


Terlalu banyak berpikir Jiya sampai terlambat menyadari ada suara pukulan, tanpa berpikir panjang lagi ia melangkah lebar, membuka pintu lalu berteriak histeris kala menangkap sang Ayah tengah mencengkeram kerah Yoongi dengan kuat, sampai buku-buku tangannya memutih.

"Ayah!" Jiya datang untuk melerai, ia memeluki erat tubuh Yoongi agar mau mundur ke belakang. Secara tak langsung melepaskan cengkraman dari Tuan Shin.

Tidak sanggup manahan diri, rasanya Jiya sudah mau mati ketakutan melihat kengerian ini. Tidak pernah-pernahnya Jiya melihat Ayahnya bisa semarah ini. Biasanya, Jiya hanya menemukan senyum hangat di wajah teduh itu. Kini yang dapat gadis Shin temukan hanyalah murka, raut wajah sang ayah bagai penuh kekecewaan.

Eyes on You  || Min Yoongi | SUDAH TERBIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang