Prologue

968 74 24
                                    

"Hubungan itu kuncinya ada di kedua pihak yang terlibat. Bukan tentang siapa yang bisa mengalah, bukan juga tentang siapa yang bisa dominan. Namun, tentang keduanya yang bisa berpikiran dewasa ketika menjalani hubungan tersebut."

***

DUA insan yang tengah menikmati akhir pekan dengan cara quality time bersama itu tengah sibuk menceritakan apa saja yang keduanya alami selama menjalani kesibukan masing-masing.

"Tau gak? Rasanya pengen aku jorokin ke parit tuh orang! Dateng ke rumah sakit bukannya minta obatin sama dokter baik-baik malah mencak-mencak gak jelas."

Radithya Genandra, hanya mampu tertawa sembari menganggukkan kepalanya. Meski sudah cukup lama menjalin hubungan dengan gadis di depannya, rasanya tetap sama dan tidak ada perubahan.

Hubungan mereka terasa lebih indah dan sehat dibanding sebelumnya. Karena kunci hubungan yang sehat, ada di kedua pihak yang menjalaninya.

"Kamu kenapa hobi banget ketawa doang sih?! Ekspresif dikit dong jadi lakik!" sungut Arsyilla.

"Emangnya gue harus ketawa sambil kayang?" tanya Radith.

Arsyilla mengepalkan tangannya. "Aku tonjok kamu, ya?!"

"Lo makin kesini makin galak ya gue perhatiin," cibir Radith.

"Kalau aku dorong kamu dari balkon ini, kamu langsung tewas loh, Dith," ucap Arsyilla dengan tatapan sinis kepada cowok di hadapannya itu.

Mereka tengah menikmati waktu bersama di balkon apartemen milik Arsyilla yang memang memberikan view suasana kota yang indah. Ditambah suasana setelah hujan memang membuat udara terasa sangat sejuk.

"Terus gimana dia? Masih ditangani abis itu?" tanya Radith.

Arsyilla mendengus pelan. "Ya, pasti ditangani dong. Udah tugas aku jadi dokter. Walaupun niatnya aku suntik mati. Tetap aja, udah jadi kewajiban aku ngobatin dia," jawabnya.

"Tapi, hidup kalau gak ada orang yang nyebelin gitu gak seru, Syill," balas Radith.

Arsyilla mengangguk. "Dipikir-pikir bener juga sih apa yang kamu bilang. Karena hidup tuh bakalan flat aja kalau karakter manusianya gak beragam," kekehnya pelan.

Radith memang tipikal cowok yang bisa mengambil sisi positif dari setiap kejadian yang diceritakan oleh Arsyilla. Ia selalu berusaha menjadi pendengar yang baik dan terkadang memberikan pendapatnya yang positif kepada Arsyilla.

"Giliran kamu deh. Buruan cerita, selama di kantor ada kejadian apa aja?" tanya Arsyilla.

"Sejauh ini, cuman kelakuan Clara sama Malik aja yang memang udah aneh dari asalnya. Tapi, cukup menghibur kalau udah mode anjing sama kucing," jawab Radith.

Arsyilla tertawa pelan. "Clara tuh orangnya unik deh. Cocok banget jadi sekertaris kamu karena selain unik dia tuh pinter banget. Aku perhatiin dia sama Malik gak pernah akur. Tapi, lucu aja gitu diliat-liat," balasnya.

Gadis itu mengambil pisau yang ada di atas meja di hadapannya untuk mengupas apel yang ingin dirinya makan. "Kamu mau apel gak? Aku kupasin sekalian," tawar Arsyilla.

"Boleh," jawab Radith.

"Oke, Paduka," kekeh Arsyilla.

"Lebay," ucap Radith sembari tersenyum tipis.

Arsyilla bangkit dari duduknya hendak mencuci tangannya terlebih dahulu dan meletakkan kembali pisau tersebut di wadahnya.

Tidak membutuhkan waktu yang lama, ia sudah kembali dengan piring kosong di tangannya untuk menaruh apel yang sudah dikupas nantinya.

Kembali pada tempat duduknya, gadis dengan rambut yang dicepol itu dengan cepat meraih pisau kembali dan apel yang akan dirinya kupas.

Keduanya kembali pada suasana hening. Radith yang sibuk dengan handphone miliknya dan Arsyilla yang bersenandung kecil sembari mengupas apel.

"Duh!"

Radith dengan cepat menoleh pada Arsyilla dan melihat darah sudah mengalir dari telunjuk gadis itu.

"Lepas dulu pisaunya. Apelnya taruh dulu di piring. Gue ambilin kotak P3K dulu," ucap Radith tenang.

Arsyilla menganggukkan kepalanya. "Iyaa, Radith," balasnya.

Radith tersenyum tipis lalu mengambil cepat kotak P3K dari dalam apartemen Arsyilla. Ia sudah hafal dimana gadis itu meletaknya sebab Arsyilla selalu menyusun obat-obatan dan peralatan medis lainnya dalam satu tempat.

"Siniin jarinya," tutur Radith.

Arsyilla menuruti perintah cowok itu lalu mengulurkan jarinya yang terluka pada Radith.

"Sakit sedikit gapapa, ya?"

Kekehan lolos dari mulut Arsyilla. "Gapapa, Dith. Kamu nih lupa atau gimana sih? Aku dokter, Radith. Padahal aku bisa obatin sendiri loh,"

"Dokter juga butuh orang lain untuk ngobatin dirinya, kan?" tanya Radith.

Arsyilla mengangguk. "Iyaa, tapi kalau luka kecil gini aku juga bisa sendiri."

"Gue tau lo mandiri. Gue tau lo juga bisa ngobatin luka lo sendiri. Tapi, manfaatin keberadaan gue dengan baik, ya? Lo boleh ngelakuin apapun yang lo mau sendiri, tapi gunakan gue sebagai pacar lo kapan pun lo butuh gue,"

Senyum Arsyilla mengembang ketika mendengar ucapan Radith tersebut. "Lucu amat sih," ejeknya.

"Cewek aneh."

"Tadi udah bagus-bagus sweet! Sekarang, langsung balik ke spek awalnya!"

"Diem gak? Gue pencet nih luka lo?" ancam Radith.

"Kamu gak cocok jadi dokter," balas Arsyilla.

"Ya, makanya gue gak jadi dokter," ucap Radith santai sembari menutup luka di jari Arsyilla yang sudah diobatinya dengan handsaplast.

"Radith!" pekik Arsyilla jengkel.

***
TBC

Vote dan komennya yaa!

Niskala Renjana Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang