Amarah Pak Kyai

724 43 3
                                    

Duar---

Seorang pria paruh baya membanting kasar pintu suatu kamar. Lalu masuk ke dalamnya dengan amarah menggebu.

Saat pintu kamar terbuka, ada dua pemuda menunggu di sana. Yang satu duduk menantang, dan yang satunya lagi duduk menunduk.

Hm, sepertinya keributan besar akan segera terjadi. Keributan antara ayah dan putra kembar.

"Kaizan, Kaivan!" ucap laki-laki paruh baya tadi tampak gusar. Yang tak lain adalah Ayah dari Kaizan dan Kaivan sendiri, Kyai Daris namanya.

Kaivan berdiri menentang sang ayah, sedangkan Kaizan tetap menunduk sopan dan terlihat takut.

"Kalian benar-benar buat ayah prustasi. Yang satu gak mau nikah, yang satu tukang onar di sekolah!" Kyai Daris menatap tak habis pikir kepada kedua putranya itu. Napasnya tersengal, mensinyalir emosi yang sedang memuncak.

"Ayah aja yang nikah, ngapain nyuruh-nyuruh or--"

"Anak ini!" pukulan Kyai Daris melayang di udara.

"Ayah!" Kaizan berdiri membentengi wajah Kaivan yang hendak terkena hantaman sang ayah.

Kedua anak itu memejamkan mata, bersiap menerima pukulan yang akan mendarat.

"Makin lama makin gak bisa diatur kalian berdua!" Kyai Daris mendengus, sembari menarik kembali pukulannya yang hendak melayang. Sebenarnya itu hanyalah gertakan, mana berani seorang Kyai Daris melukai fisik kedua putra kesayangannya. Terlebih kedua putranya itu tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu sejak mereka lahir.

"Kaivan, ini terakhir kali ayah mendatangi panggilan ke sekolah kamu. Besok ayah akan mengurus semua surat pindah, kamu pindah ke pesantren abang kam--"

"Gak! Mending Kaivan berhenti sekolah daripada harus masuk pesantren," anak itu dengan lantang memotong kalimat sang ayah.

Namun Kyai Daris tampak acuh, seolah sudah memiliki rencana lain untuk mengatasi sikap brandal putra bungsunya itu. Meski lahirnya Kaivan hanya berjarak 5 menit dari Kaizan.

"Dan kamu Kaizan, bersiaplah. Dalam minggu ini pernikahan kamu akan dilaksanakan.

"Ayah kok sinting gitu, kalau orang gak mau nikah ya ngapain dipaksa. Kan yang ngejalanin rumah tangga nantinya bukan Ayah tapi Kaizan. Emang Ayah mau bertanggung jawab atas kebahagiaan hidup Kaiz---"

"Diam, Kaivan! Ayah bicara sama Kaizan, bukan kamu. Lama-lama kamu nanti yang Ayah nikahkan," potong Kyai Daris tak sanggup lagi mendengar pembrontakan Kaivan.

Kaivan seketika terdiam, sepertinya takut dengan ancaman menikah dari sang Ayah. Sementara Kaizan hanya terdiam dan terlihat sedikit menahan tawa.

Tak ingin berlama-lama di dalam sana, Kyai Daris segera beranjak dengan langkah penuh kekesalan. Tentunya ulah kelakuan Kaivan.

Setelah sang Ayah menghilang di balik pintu, Kaivan menarik tangan Kaizan duduk di ranjang.

"Bang," ucap Kaivan terdengar serius.

"Hm," Kaizan membalas sekedarnya, sudah paham dengan ide adiknya yang tak pernah beres.

"Tenang aja, serahkan semua masalah pernikahan ini sama Kaiv. Apapun yang terjadi, Kaiv pasti bisa menggagalkan ren--"

"Udah, belajar aja sana yang benar," Kaizan memotong, seraya mengacak pelan pucuk kepala Kaivan. Lalu beranjak juga dari kamar itu, yang sebenarnya adalah kamar Kaivan.

"Eh, bang---bang," Kaivan mencegat Kaizan yang sudah berada di ambang pintu.

Kaizan berbalik malas, "Apa lagi, Kaivvv?"

Kaivan terlihat kikuk, menggaruk kepalanya yang sama sekali tak gatal, "Jadi, abang benaran nikah?"

"Mungkin," balas Kaizan tak berarti, sembari memberi senyum tipis.

"Ceweknya gimana?" cerocos Kaivan datar-datar saja.

"Gimana apanya?" tentu Kaizan mengernyit bingung.

"Cantik gak?" mendadak suara Kaivan jadi berbisik. Sepertinya bermaksud menggoda sang Abang.

"Astaghfirullah," Kaizan mengusap sekilas dadanya, dan langsung meninggalkan Kaivan dengan tawa tertahan.

Gus KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang