Malam itu

125 12 2
                                    

Bintang-bintang bertabur indah, gemerlapan menghias cakrawala. Beberapa di antaranya mengelilingi rembulan yang mengintip malu di sebalik pohon nyiur.

Malam ini cerah sekali, setitik awan pun tak ada yang berani berkumpul menyapa luasnya bentangan sang cakrawala.

Sedikit pohon rimbun bergoyang, seakan turut bersukacita menikmati cerahnya gulita. Udara terasa sejuk, begitu menenangkan. Cocok sekaki bila ingin duduk berpangku tangan di teras rumah.

"Ugh,"

Ada Kaivan yang berdiri di ambang pintu sembari meregangkan kedua tangan. Sama halnya dengan cuaca malam ini, wajah remaja tampan itu juga terlihat berseri. Suasana hatinya pasti sedang senang.

Kaivan menatap langit malam, netranya langsung terpikat, "Gila, cantik banget."

Kakinya tak bisa ia cegat untuk menghampiri kursi panjang di halaman rumah mereka.

Kursi itu sudah lama berada di sana, sengaja dibuat sebagi spot santai dan peristirahatan.

Kaivan mendudukkan bokongnya di sana, netranya berkeliling mengagumi setiap hiasan gulita. Sesekali ia menghirup kuat udara malam, pertanda bahwa ia sangat menikmatinya.

"Gus Kaivan," tiba-tiba ada suara perempuan memanggil nama Kaivan.

Kaivan terkejut dan sontak mendongak ke arah suara.

"Loh!?"

Betapa terkejutnya ia kala sosok Akuji berdiri indah di hadapannya. Tapi ini semua tak masuk akal, Bagaimana bisa gadis itu mengetahui alamat rumahnya.

Kaivan mencoba mengingat, dan memang benar jika tadi siang mereka sama sekali tak ada menyinggung soal alamat rumahnya. Dari mana Akuji bisa tahu. Dan yang tak kalah penting, sejak kapan ia tiba di situ.

"Ka-kamu?" rasanya Kaivan tak bisa lagi berkata-kata.

Akuji hanya tersenyum, bersamaan dengan ia yang duduk bergabung di sebelah Kaivan.

Tak terima dengan semua ini, Kaivan lekas melayangkan pertanyaan, "Kok kamu bisa di sini? Dari mana kamu tau alamat rumah aku? Tadi ke sininya sama si..."

"Shutttt," Akuji menutup bibir Kaivan dengan jemari telunjuknya.

Deg ... Jantung Kaivan berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.

"Aku datang karna kangen."

Wah! Keringat dingin langsung mengucur dari kening Kaivan. Sekarang perutnya dipenuhi kupu-kupu terbang.

"Ka-kamu bisa aja. Tapi bahaya tau cewek jalan sendiri malam-malam begini. Btw, kamu ke sininya sama siapa tadi?" ucap Kaivan dengan perasaan yang sudah aur-auran.

Srep ... Terlihat Gus Kaizan yang berdiri mematung di depan pintu. Sedang menatap janggal ke arah sang adik yang asik berbicara sendirian.

"Astaghfirullah, ini udah gak benar!" batinnya panik dan langsung berlari ke kamar Ayah mereka.

"Assalamu'alaikum, Ayah," Gus Kaizan menggedor kamar sang Ayah dengan perasaan tak biasa.

Brug .., Tanpa menunggu sang Ayah, Gus Kaizan sudah duluan membuka pintu yang kebetulan belum dikunci.

"Ada apa, Kaiz?" tentu saja sang Ayah cemas melihat reaksi putranya itu.

Kaizan semakin panik, netranya hampir menangis, "Nanti Kaiz ceritain, Ayah ikut dulu sekarang!"

Anak itu langsung menarik tangan sang Ayah tanpa tahu apa-apa yang sedang terjadi. Namun menurut saja karena Kaizan sudah terlihat sangat panik. Pasti ada sesuatu yang penting, pikir Kyai Daris.

Gus Kaizan pun menyeret langkah Ayahnya menuju tempat Kaivan berada.

"Kaivan!" panggil sang Abang sedikit menghardik.

Sontak, Kaivan menoleh terkejut setengah mati, terlebih karena ia sedang duduk berduaan bersama seorang perempuan sekarang.

"Ka-kaiz, A-Ayah ..." ia langsung terbata karena diselimuti rasa takut.

"Ka-kaiv bisa jelasin kok, dia cum ..."

"Aaaaaaa!"

Tiba-tiba Kaivan menjerit histeris saat menoleh ke sebelahnya. Brugh ... dan langsung terjatuh tak sadarkan diri.

"Astaghfirullah!" serentak panik Kaizan dan sang Ayah.

"Ada apa ini, Kaiz?!" tanya sang Ayah panik luar biasa, bersamaan dengan ia yang mengangkat tubuh Kaivan.

Namun tak sampai mendengarkan penjelasan Kaizan, sang Ayah sudah berlari membawa Kaivan masuk ke dalam rumah.

Takut terjadi apa-apa kepada sang anak, Kyai Daris segera menelepon Dokter pribadi mereka. Sementara Kaizan sudah berkaca-kaca di sebelah sang Adik yang tidak sadarkan diri.

Tak menunggu berapa lama, Dokter yang dimaksud pun tiba. Karena jarak rumahnya memang tidak terlalu jauh dari kediaman Kyai Daris.

"Ada apa ini, Pak?" tanya sang Dokter sembari mengeluarkan peralatannya dari dalam tas.

"Kaivan pingsan tiba-tiba tadi, Dok," terang sang Ayah sangatlah cemas.

"Sebentar saya periksa," lanjut Dokter itu terlihat sumringah.

Sembari menunggu Kaivan ditangani Dokter, Kyai Daris menarik tangan Kaizan ke luar untuk mendengar penjelasan.

Pun, Kaizan menjelaskan dengan telaten tentang sang Adik yang bersikap aneh seharian ini.

Ia menceritakan mulai dari Kaivan yang berbicara sendirian di bawah pohon besar, sampai kepada kejadian barusan di mana sebenarnya ia memanggil sang Ayah karena melihat Kaivan asik bicara sendirian lagi.

"Astaghfirullah!" Kyai Daris mendadak berdiri dari tempat duduknya. Lalu berjalan menuju pintu depan.

Betapa terkejutnya ia melihat sosok yang duduk menunduk di bangku tempat Kaivan pingsan tadi.

"Kenapa dia mengganggu anakku," batin Kyai Daris menghela nafas berat.

Gus KembarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang